Sabtu, 24 Desember 2016

BER-AMAL-LAH SELAGI ADA UMUR


Akhir kehidupan setiap orang memang tidak selalu berbanding lurus dengan apa yang dilakukan saat ini. Siapa sangka orang yang sangat berambisi membunuh Rasulullah, justru berbalik menjadi pembelanya.
Pada masa jahiliyah, Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab ra dikenal sebagai seorang jawara yang taat dan loyal terhadap agama nenek moyangnya. Hal itu tentu menjadi alasan logis bagi Umar membenci Nabi Muhammad Saw, orang yang dianggapnya sebagai pengancam eksistensi agama nenek moyangnya, hingga manifestasi kebencian itupun melahirkan rencana pembunuhan Muhammad.
by google
Akan tetapi sejarah mencatat, Khalifah Umar tampil sebagai pembela Rasulullah saat Ukasyah berniat ‘menuntut balas’ pada Rasulullah. Umar pun berdiri menghalangi Ukasyah dan mengatakan tak boleh ada satu orangpun yang bisa menyakiti Rasulullah. Lalu, Umar menyuruh Ukasyah melangkahi dahulu mayatnya, bila ingin menyakiti Rasulullah.
Dikisah lain, siapa sangka Abdah bin ‘Abdurrahim, seorang yang keimanannya tak perlu diragukan lagi, sebab ia seorang mujahid dan panglima perang tangguh serta hafiz Qur’an. Ia pun dikenal orang yang mendalam ilmunya, zahid, rajin ibadah khususnya puasa Daud, serta memiliki iman dan ketaqwaan luar biasa.
Namun, diakhir hanyatnya justru meninggal tanpa membawa Islam di dalam dadanya alias murtad, karena tergoda wanita Romawi yang kemudian dinikahinya. Ingatlah, akhir perjalanan hidup kitalah yang akan menentukan dimana posisi kita.
Khalifah Utsman bin Affan ra pernah  berkata : “Sungguh, seandainya aku berada di antara surga dan neraka, aku tidak tahu kemana tempat kembaliku, surga atau neraka. Dan seandainya aku diberi hak untuk memilih, aku akan lebih memilih untuk menjadi abu, sebelum aku mengetahui tempat tinggalku yang abadi.
Padahal amal seorang Utsman bin Affan ra tidak bisa dibilang remeh, sebab beliau adalah penyandang dana satu-satunya saat Perang Tabuk. Perang dimana umat Islam saat sedang mengalami krisis ekonomi.
Bagaimana dengan kita, apakah amal saleh kita seistimewa Utsman bin Affan? Kalau ada yang lebih rendah  dari debu, tentu kita akan memilihnya sebelum kita mengetahui dimanakah akan ditempatkan, apakah surga atau neraka? sangat mungkin amal soleh kita sangat lebih sedikit dibandingkan Utsman bin Affan . 
Memang setiap mukmin dijanjikan surga jika beriman dan tidak mempersekutukan Allah sampai akhir hayatnya. Namun saat kita mengingat pedihnya siksa neraka, niscaya tidak akan mau mampir, walau hanya semenit saja.
Beramal saleh sepanjang hidup adalah ikhtiar yang harus dilakukan. Dalam hidup, kita tak bisa lepas dari khilaf dan dosa. Karena kita bukanlah orang maksum (terpelihara dari dosa), sehingga penting untuk senantiasa melakukan amal-amal saleh disetiap kesempatan, di sepanjang usia yang Allah berikan, seraya berdo’a :
“Allahumma ja’al khoiro umuri akhirohu, wa khori ‘amalii khawatimatu, wa khori ayyami yauma alqoka fiihi”  Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku adalah umur yang terakhirnya, sebaik-baik amalku adalah amal-amal penutupnya dan sebaik-baik hariku adalah hari saat aku menghadap-Mu”
“Tetaplah semangat beribadah dan beramal saleh, 
siapa tahu, itu adalah ibadah dan amal saleh kita terakhir”. (***)

LELAKI TERHEBATKU...


Sosok lelaki yang patut dikagumi sifat, sikap dan perbuatannya. Memiliki tanggungjawab besar terhadap keluarga. Kasih sayangnya tak pernah diragukan, ia adalah seorang ayah. Sifat ayah pada dasarnya mengayomi, bertanggungjawab dan berusaha membuat keluarganya senang dan bahagia. 
Ibu memiliki kasih sangat yang sangat besar kepada anak-anaknya, karena ibu yang melahirkan dan mengasuhnya. Tapi  kasih sayang ayah tidak kalah besar dari ibu. Meskipun secara fitrah ayah tidak merasakan derita serta sakit seperti derita dan sakit yang dialami ibu waktu, mengandung, melahirkan dan menyusui.
Dalam perjalanan hidup, seringkali ayah terkesan cemburu atas kedekatan anak-anak dengan ibu mereka. Tapi meskipun rasa cemburu itu ada, ayah tetap berusaha sekuat tenaga memenuhi keluarga, terutama anak-anaknya, sebab kebahagiaan keluarga adalah kebahagiaannya.
Ayah tidak akan membiarkan anaknya dimarahi atau disakiti orang lain. Meskipun cara dia mendidik anak-anaknya tegas dan terkadang keras, ia tidak akan tega melihat anaknya tersakiti. Kalaupun pada momen tertentu ayah memarahi dan memukul anaknya, itu adalah bentuk kasih sayangnya.
Ayah sangat berharap anak-anaknya tumbuh dengan pribadi yang kuat, bertanggungjawab dan mandiri dalam mengarungi proses kehidupan yang panjang dan berliku. 
Itulah pelajaran berharga dari ayah yang mungkin tidak kita dapatkan di bangku sekolah. Betapa pun ia lelah, capek, bercucuran keringat, ayah tidak bergeming dan terus bekerja. Meskipun tulangnya mulai rapuh, kulit mengeriput, nafas tersengal, namun ia tetap tegak berjalan mencari rezeki demi menafkahi keluarga.
Ayah… engkaulah lelaki terhebat dalam hidupku, engkau adalah guru yang tak pernah mengeluh mengajariku akan kebaikan. Engkau adalah penopang hidupku, sungguh jasamu tiada terbayar. Hanya Sang Maha Pemberi Rezeki yang dapat membalasnya. Semoga ayah selalu sehat dan bahagia, amin. (tulisan : Nurul Huda Panggabean, mahasiswa semester I, Jurusan Siyasah-B, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sumut /editing : Mursal Harahap, S.Ag, M.Kom. I)

YA ALLAH, JADIKAN AYAH SUPERHERO BAGIKU


by google
Dia bukan seorang superhero seperti Superman, bukan orang super kuat sekaligus jutawan layaknya Iron Man dan bukan pula pejabat tinggi dan penting di negeri ini. Dia hanyalah seseorang yang begitu menakjubkan dan nomor wahid di hatiku. 
Aku bangga memilikinya, dialah ayahku yang terhebat dan takkan pernah tergantikan sepanjang masa. Ia telah merawatkan sejak kecil, menjadi guru yang mengajariku banyak hal. Ayah adalah superhero di dalam hatiku, ia adalah teladan dalam kehidupanku.
Kerja keras dan perjuangan yang dilakukannya sungguh tiada bandingan. Demi memenuhi kebutuhan rumah tangga, istri dan anak-anaknya, ayah tidak pernah mengenal lelah, hujan dan panas terik mentari tidak menghentikan langkahnya. Tekad dan tujuannya hanya membahagiakan seluruh keluarganya. 
Ayah tak pernah menghitung biaya yang dikeluarkan, baik untuk kebutuhan sandang, pangan dan papan. Demikian juga untuk kesehatan dan pendidikan. Baginya urusan terpenting dan berada di atas segalanya adalah membantu anak-anaknya meraih kesuksesan. Kebanggaannya adalah ketika anaknya meraih sukses.
Atas keikhlasan perjuangan dan jasa-jasanya, ayah tidak pernah meminta balasan dari anak-anaknya. Yang diharapkannya adalah putra putrinya menjadi orang-orang sukses dan tentunya berbakti kepada kedua orangtua.
Menceritakan sosok ayah bagiku butuh waktu panjang, karena memang terlalu banyak kebaikan yang telah diberikan ayah. Apalagi ayahku memilliki kesukaan yang sama denganku.
Karena itu, sebagai seorang anak yang terus berusaha mempersembahkan bakti terbaik, dalam setiap sujudku, terus kulantunkan do’a kepada Sang Maha Mengabulkan Doa Allah SWT. 
“Ya…Allah yang Maha Menerima Do’a, ampunilah dosa dan kesalahan ayah dan ibuku. Berilah keduanya kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Anugerahilah ayah dan ibuku kesehatan, kedamaian hidup, keselamatan serta perlindungan-Mu. Sayangi dan kasihilah keduanya seperti mereka mengasihi dan menyanyangi aku sewaktu kecil.
Terimalah seluruh amal ibadah dan kebajikannya, tetaplah beri petunjuk baginya, kuatkan iman dan akidahnya dalam Islam. Jadikan ayahku sebagai superhero di dalam hatiku, sehingga kehadirannya selalu memberi rasa aman dan nyaman. Jadikan dia sebagai lampu yang terus menerangi disetiap jalan hidupku.
Setiap helaan nafas dan keringatnya jadikanlah sebagai ibadahnya, langkah kaki dan ayunan tangannya sebagai satu kebajikan, amin ya robbal alamin.
Buat ayahku yang hebat, sebanyak apapun rangkaian kata kususun, takkan pernah cukup mewakili perasaan bangga telah menjadi darah dagingmu. Terima kasih telah menjadi ayah yang baik bagiku. Ayah yang memberiku kepercayaan bahwa tidak semua laki-laki menyebalkan serta tak setia. “Aku Sayang Ayah…”. 
(tulisan Devi Yanti Sahpitri, mahasiswa semester I, Jurusan Siyasah-B, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sumut/editing: Mursal Harahap, S.Ag, M. Kom. I)

TERIMA KASIH IBU...


by google
Ibu adalah manusia sangat istimewa yang dianugrahkan Tuhan kepada kita. Setiap pagi ibu selalu bangun lebih awal untuk mengurus keluarganya. Memasak, menyiapkan makanan, membersihkan rumah dan lain-lain.
Ibu bagaikan pahlawan bagiku, yang telah merawatku dari kecil hingga dewasa dengan ikhlas dan penuh kesabaran. Terlebih lagi ibu tidak pernah meminta balasan. Dialah sosok pertama yang selalu mengusahakan kebahagaiaanku, sosok pertama yang selalu ingin mengetahui keadaanku melebihi keadaannya sendiri.
Ibuku adalah orang yang baik. Dia tidak pernah marah, tapi selalu tegas dan terkadang agak cerewet. Tapi aku yakin, tidak ada niat untuk membenci dibenaknya walaupun setitik.
Dia cantik (sayangnya banyak yang mengatakan kami tidak mirip). Dia juga tidak jago memilih baju. Terkadang harus lulus seleksi penampilan dulu, kalau ingin keluar rumah. Dia sangat dermawan, tapi kadang juga 'pelit', karena aku belum mengerti cara mengatur keuangan.
Ibuku berhati lembut, itu sebabnya ia tidak suka melihat adegan kekerasan di televisi. Terus, mudah sekali meneteskan air mata, kalau sedang menonton drama. Dia juga pendengar yang baik. Kami selalu berbagi keluh kesah, walau tidak selalu memberi solusi, tapi cukup membuatku tenang.
Aku sangat menyanyangi ibu. Ibu adalah figur yang sangat aku banggakan, sosok yang sangat hebat, kuat dan tangguh. Dengan segala beban hidup yang ditanggungnya sendirian, ibu tidak pernah mengeluh atas segala cobaan yang menggoyangkannya dan tetap semangat.
Ibu selalu mendoakan kebahagiaanku dan adik-adikku. Aku berjanji akan selalu menjaganya dihari tuanya. Berdoa semoga suatu saat bisa membahagiakannya, membalas semaksimal mungkin jasa-jasanya, air matanya dan jerih payahnya.
Maafkan aku ibu yang belum bisa membalas jasa-jasamu, kadang membantah, melawan dan menyakiti harimu. Ingin sekali rasanya bisa cepat-cepat membalas segala pengorbannya.
Terima kasih ibu atas segala perjuangan, pengorbanan, semangat, keikhlasan dan jerih payahmu. Terima kasih untuk semua ini, terima kasih karena selalu ada untukku, terima kasih ibu. Jasa-jasamu tak terbalas, semoga engkau selalu berbahagia disepanjang hidupmu dan Allah melimpahkan keridhoan-Nya kepadamu. (tulisan Firda Arini, mahasiswa semester I Jurusan Akhwal Al Syakhsiyah Fak. Syariah dan Hukum UIN Sumut/editing Mursal Harahap, S.Ag, M.Kom.I)

CERITA PERNIKAHAN TEMANKU


Pada tanggal 30 April 2014 merupakan hari pernikahan teman sekuliahku. Pada hari itu ia telah diijab qabukan (dinikahkan), sekaligus mengakhiri zaman bujangannya. Dia merupakan anak sulung dari 4 orang adik beradik dari pasangan Noriah dan Abdillah dan diberi nama Faten Nuzirah binti Abdillah.
Hari yang bermakna itu telah dihadiri oleh teman-temannya yang jauh mahu pun dekat. Majelis ijab qabul diadakan di Masjid Bukit Tunggal. Penganti lelaki juga merupakan anak sulung dari 3 orang adik beradik. Pengantin lelaki bernama Abdullah.
Awal mula perkenalan mereka terjadi semenjak dari sekolah menengah. Abdullah merupakan abang teman akrabnya Faten. Selepas 4 tahun menjalin cintan cintun, mereka mengambil keputusan untuk mengikat tali pertunangan.
Semasa dalam pertunangan, hubungan mereka agak goyah dengan bermacam-macam ujian yang melanda. Dengan sebab itu, mereka mengambil keputusan untuk mempercepatkan pernikahan agar terhidar daripada ujian pertunangan.
Pada malam 30 April 2014, aku sama teman-temanku membantu Faten dan keluarganya menguruskan persiapan untuk hari pernikahan esoknya. Pada malam itu aku sama teman-temanku tidak merasa terbeban dengan kerja yang banyak, malah gembira. Malam ini merupakan malam terakhir aku sama teman-temanku meluangkan masa bersama Faten. Selepas itu Faten akan meluangkan masa bersama pasangan hidupnya. 
Pada 1 Mei 2014 diadakam majelis walimatul ursy dan majelis persandingan antara Faten dengan pasangannya. Mereka bagaikan pinang dibelah dua. Faten dan Abdullah memakai pakaian yang sedondong dan cantik. Pada hari itu, ramai sanak saudara, jiran tetangga dan kaum kerabat yang datang untuk meramaikan majelis tersebut. Kami juga telah berpakat memakai pakaian yang sedondong.
Pada saat penganti lelaki datang, kami mengiringi Faten untuk bertemu pasangannya. Disitu juga pihak penganti lelaki dan perempuan menukar dulang hantaran yang dibawa. Faten dan pasangannya berjalan beriringan menuju pelaminan yang telah siap dihia dengan bunga dan lampu yang begitu cantik sekali.
Tetamu yang hadir ketika itu turur menyaksikan sesi fotografi. Aku dan teman-temanku turut serta dalams esi fotografi tersebut sebagai kenangan di hari bahagia Faten dan pasangannya.(tulisan Nurul Ayuni Syazwani binti Alias, mahasiswa semester I Jurusan Akhwal Al Syakhsiyah Fak. Syariah dan Hukum UIN Sumut/editing Mursal Harahap, S.Ag, M.Kom.I)

Jumat, 23 Desember 2016

UNTAIAN KATA BUAT IBU

Do’aku rindu padamu, kasih sayang dan kelembutanmu, kuingin tidur dipangkuan ibu. Ku selalu menangis dalam senyum dan tawa ku. 
Terkadang ku merasa cemburu pada teman-teman seusiaku yang tiap harinya, ibu mereka bisa memeluk, mengelus kepala dan mencium kening mereka dengan penuh kasih sayang dan tatapan lembut ibu.

Ibu...
Engkau pernah menasehatiku, “Wahai anakku, jadilah orang yang takkan berbohong”. Tetapi kenapa ibu justru berbohong padaku, tentang kondisinya.
Ibu aku menyanyangi mu. Aku tahu kenapa ibu tidak memberitahukan keadaanmu saat ini. Ibu... ku selalu ingin mendengar nasehat-nasehatmu. Ku ingin mendengar kata-kata sabar yang selalu engkau lontarkan. Ibu ku ingin merasakan hangatnya pelukanmu.

Ibu...
Engkau yang mengajaku dari kecil hingga tumbuh dewasa, engkau yang setia menemaniku, engkau yang selalu menjadi penyemangatku dan engkau yang selalu menasehatkan sabar disetiap ujian hidup. Disaat ku mulai putus asa, engkau selalu berkata, “Kamu pasti bisa dengan berusaha lebih giat lagi nak”.

Ibu kau adalah wanita terhebatku, tak pernah mengeluh saat membimbing, mengasuh dan mendidikku. Engkau selalu sabat untuk membuat ku bahagia walau begitu beratnya beban yang engkau pikul.

Ibu...
Engkau adalah ibu sekaligus ayah bagiku. Kau membesarkan kami sendirian tanpa ayah. Engkau adalah wanita terkuat yang pernah aku kenal.

Ibu...

Engkau yang melahirkanku. Terima kasih kuucapkan padamu. Seluruh kebaikanmu tidak dapat kuungkapkan dengan kata dan tak akan bisa aku bayar dengan sebanyak apapun yang bisa kulakukan. Aku Sayang Ibu... (tulisan Rini Rizki, mahasiswa Fak. Syariah dan Hukum UIN Sumut/editing : Mursal Harahap, S.Ag. M.Kom.I)

‘MENGUASAI NEGARA’ DENGAN NARKOTIKA?

Siapa yang tidak tahu narkotika dan obat-obatan terlarang (Narkotika). Dalam beberapa dekade belakangan ini, topik narkoba seperti air mengalir tanpa henti, setiap menit, hari, minggu, bulan dan tahun selalu hadir di tengah masyarakat.
Serangan narkotika, tidak hanya menjadi kegelisahan ditingkat keluarga, tapi sudah menjadi momok bagi bangsa ini. 
Semua golongan juga sudah terpapar peredaran dan penyalahgunaan narkoba. Tua muda, miskin kaya, rakyat jelata dan pejabat tinggi, pria dan wanita, anak-anak dan dewasa, pelajar dan guru, mahasiswa dan dosen, kota dan desa. Bahkan yang tewas sudah banyak, apalagi direhabilitasi.
Melihat massifnya peredaran dan penyalahgunaan narkotika di Indonesia, hingga Kepala BNN Budi Waseso alias Buwas menegaskan Indonesia darurat narkoba, memunculkan pertanyaan. Apakah narkotika ini masih pada terminology sebuah kejahatan tindak pidana atau sudah bergeser pada terminology lain, yaitu penjajahan terhadap sebuah bangsa.
Kalau murni kejahatan tindak pidana, trend peredaran dan penyalahgunaan narkotika yang naik fantastis setiap tahun, rasanya janggal dalam logika. Sebab POLRI, TNI dan BNN serta seluruh pemangku kepentingan rakyat telah membulatkan tekad memerangi narkotika di Indonesia.
Kemudian dengan segala upaya, baik pencegahan, pengawasan serta penindakan yang telah dilakukan, apakah tidak ada efek jera yang lahir. Atau dari sekian banyak yang sudah ditangkap, diproses hukum direhabilitasi serta mati sia-sia tidak menjadi pelajaran bagi masyarakat. Rasanya kalau masih pada terminology narkotika adalah kejahatan tindak pidana, seluruh upaya tersebut pasti membuahkan hasil. Minimal, terminimalisir peredaran dan penyalahgunaannya.
Tapi bila terminologynya sudah bergeser menjadi bagian upaya untuk menguasai sebuah Negara, maka narkotika telah didesain menjadi alat perang yang shof dan murah meriah. Artinya narkotika adalah penjajahan modern, format baru tanpa mengerahkan pasukan dan senjata.
Kemudian jika ditanya siapa yang sedang menjajah Indonesia lewat narkotika, tentu untuk menjawabnya dibutuhkan kajian dan analisis terhadap fakta dan data-data secara konprehensif. Jangan sampai gegabah menuduh satu Negara, tanpa data, fakta dan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Namun, terlepas belum adanya kajian dan analisis tersebut, salah satu upaya strategis dalam melawan penjajahan narkotika adalah dengan perubahan mindset (cara pandang) pemerintah dan masyarakat.
Akan sangat sulit memerangi narkoba jika mindset bangsa ini mengatakan bahwa narkoba murni kejahatan tindak pidana. Memang pada kondisi seperti itu, tidak lahir semangat nasionalisme. Tidak muncul giroh melawan penjajah, dan tidak akan lahir kesadaran bahwa Negara sedang terancam oleh bangsa lain yang menjajah menggunakan narkotika.
Sebaliknya, jika narkotika dipandang adalah bentuk sebuah penjajahan, maka akan muncul semangat juang untuk membela dan mempertahankan eksistensi bangsa dari ancaman apapun, termasuk narkoba. Akan lahir kesepakatan bernegara untuk melawan penjajah. Inilah yang harus dilakukan, sehingga upaya Negara lain yang ingin mengusai Negara Indonesia lewat narkotika bisa kita lawan. Semoga seluruh upaya yang dilakukan bangsa ini melawan narkotika dan penjajahan lewat narkotika diridhoi Allah SWT, amin ya robbal alamin. (***)

Selasa, 20 Desember 2016

IBU... RATU HATIKU


Tidak ada yang dapat menggantikan pengorbanan seorang ibu. Sebab pengorbanannya melebihi kekuatan cinta dan kasih sayang yang begitu dahsyat. 
foto by google
Ibu rela mengorbankan miliknya yang terbaik demi anak-anaknya. Pengorbanan itu dimulai sejak kita berada di dalam kandungan, yang membutuhkan waktu sekitar 9 bulan. Tidak ada yang bisa menggantikan beratnya perjuangan ibu, besarnya pertahatiannya. Ibu sanggup sakit-sakitan, agar anak dalam kandungannya baik, dan lahir dan kondisi sehat.
Setelah kita lahir, tuntutan akan pengorbanan ibu terus belanjut, di saat anak masih anak bawah umur lima tahun (Balita). Anak yang belum mampu memenuhi kebutuhannya sendiri, sehingga seluruhnya harus disiapkan ibu. Meski demikian, ibu tetap tersenyum dengan tulus. Apalagi ketika anaknya dalam kondisi sakit, ibu selalu memberi kan perawatan terbaik. Ketika dalam bahaya, ibu hadir dan tampil di depan seba gai pelindung dan penyelamat.
Saat usia anaknya remaja, berbagai kenakalan yang dilakukan sang anak tidak lantas membuat ibu lelah dan menyerah. Nasehat dan keteladan hidup terus ditransformasikan, meskipun terkadang nasehat dan keteladan ibu seringkali diabaikan anak-anaknya.
Hingga anak-anaknya dewasa, ternyata pengorbanan ibu tetap belum usai. Ketika anak jatuh bangun membangun dunianya, ibu yang selalu selalu setia member dukungan dan semangat. Karena ibu adalah sosok paling bahagia disaat anaknya meraih sukses. Apalagi kalau kesuksesan itu membawa manfaat bagi masyarakat dan lingkungannya.
Ketika saat anak memasuki tahap untuk membina rumah tangga dengan pilihan hatinya, ibu tidak serta merta menghilangkan perhatian dan penjagaanya seperti yang dilakukan selama ini. Bahkan ibu menjelma menjadi orang yang selalu siap memberikan bantuan agar anaknya sukses membina rumah tangga.
Itulah ibu, sesorang yang tidak dapat dipresentasikan hanya dengan sebutan dan tulisan, apalagi hanya sekedar pahlawan atas pengorbanan yang telah dilakukannya. Jiwa dan raga dipertaruhkan untuk anaknya, sejak anak dalam kandungan hingga ia dewasa dan membina rumah tangga.
Lebih dari itu, dalam setiap nafas ibu, selalu terlantun doa-doa untuk buah hatinya kelak setelah besar menjadi anak soleh dan solehah. Atas seluruh pengorbanan yang dilakukan seorang ibu, ia akan tetap bersemi dihati para anak-anaknya. Dia akan selalu dikenang, disaat masih hidup dan ketika dia sudah tiada.
Ibu adalah ratu nan bijaksana, ratu yang tidak pernah lelah dan menyerah, ratu yang selalu tampil terdepan, ratu yang tidak pernah alpa mendoakan kebaikan dan kesuksesan  anak-anaknya serta ratu yang tak pernah ragu dalam membela dan melindungi anak-anaknya.

Semoga semua ibu, selalu Allah berikan kesehatan, keselamatan, kebahagiaan dan umur yang berkah. Dan semoga para ibu yang sudah menghadap Sang Ilahi Robbi, dihapuskan dosa dan kesalahannya, dilapangkan kuburnya, ditempat di surga, amin ya robbal alamin. (Tulisan Sitti Wardah Binti Hatimul Ahsom, mahasiswa semester I, jurusan Alkhwal al Syakhsiyah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sumut/ editing Mursal Harahap, S.Ag, M. Kom.I)