Kamis, 15 Desember 2016

PENGETAHUN PALING SEMPURNA ADALAH AL QUR’AN

Kenangan bersama Ayahanda 
Acara selanjutnya...!
Tausiyah Al Mukarrom Ayahanda Pimpinan Pondok Pesantren Syekh Ahmad Daud. Begitu saya mendengar protokol menyampaikan mata acara berikutnya dari podium utama,  tanpa berpikir panjang, posisi tempat duduk sedikit ku geser, karena tak mau ketinggalan. Bang Bunyamin juga ikut menggeser tempat duduknya.
Sponton Bang Bunyamin mengatakan, “Saya senang ayahanda masih bisa memberikan nasehatnya, saya selalu merindukan lantunan nasehat-nasehat beliau”. Dalam hati saya memanjatkan do’a, “Ya Allah, panjangkan umur guru kami ini, amin”.
Sebelum menyampaikan tausiyah, hujan baru saja berhenti, hembusan angin sepoi-sepoi menambah dinginnya malam. Sementara, suara gaduh anak-anak mengaji masih terdengar, disebabkan ada yang belum dapat konji-konji (panganan yang disediakan panitia saat pengajian/peringatan hari besar Islam).
Belum ada salam, tapi suara khas itu terdengar. Suara yang membuat bergetar jiwa dan raga, suara yang barangkali setan pun akan ketakutan jika mendengar alunannya. Suara yang hanya dapat dipahami hati. Suara yang hingga detik ini menjadi cambuk dikala lalai mengingat Sang Khalik. “Masiap na mambagi konji-konji i?, Cepat bo, so mulai hita! (cepatlah agar kita mulai).
Seperti dihamtam air bah, saat itu juga suasana menjadi hening. Salampun terucap, tak seperti muballigh di-tv, hanya ucapan hamdalah, shalawat dan salam, pengajian pun dimulai.



Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imran : 18).
Yang mangakui adanya Allah ada 3 golongan. Pertama Allah, kedua Malaikat dan ketiga Ulul Ilmi. Golongan ketiga inilah yang menjadi kewajiban kita. Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah mengenal diri kita sendiri.
Sekarang banyak manusia yang tidak mengenal dirinya. Lihatlah anak-anak tadi, baru kelas 1 sudah berbicara marbagas (pernikahan), oppung-oppung pun (nenek/kakek) begitu tak sadar diri, sudah tua berlagak muda, dari penampilan dan cara berpakaian.
Kemudian, manusia itu terdiri dari 2. Pertama jasad dan kedua ruh. Ibarat sebuah kota, badan adalah kota tempat segala kehidupan di dalamnya. Mobil, rumah, sawah, sekolah dan jabatan tempatnya adalah badan. Yang menjadi rajanya adalah akal. Ketika akal menjadi raja yang lalim, alamat akan hancurlah kota tersebut. Oleh karena itu, sang raja sejak dini harus diberi pengetahuan dan pengetahuan paling sempurna adalah al Qur’an.
Lalu siapa yang jadi bala tentaranya? Mereka adalah panca indra dan pancca bathin. Tentara inilah yang menjaga rakyatnya agar tidak leluasa keluar masuk kota. Bila tentara lemah,  kerajaan akan mudah goyah dan bahkan binasa akhirnya.
Sementara rakyatnya bernama nafsu, Ammaroh (nafsu syaiton), Lawwamah (nafsu binatang) dan nafsu muthmainah. Ketiga nafsu ini ada dalam diri kita. Untuk itu tentara harus benar-benar menjaganya. Terdakang sudah ada pengawal, bisa juga kecolongan, banyangkan jika tanpa pengawalan, alamat akan binasalah kota itu.
Karena itu, ingatlah. Terkadang Allah SWT membiarkan dosa kecil yang kita lakukan, agar suatu saat kita menyadari kesalahan yang kita perbuat. Kita tidak boleh lebih takut kepada yang johir (nyata) ketimbang kepada yang ghaib. Sebab yang ghaib itu mengawasi kita sepanjang waktu.
Inilah mungkin inti maulid tahun ini yang dapat saya tuliskan dari apa yang disampaikan ayahanda kita. Tentu dalam penulisan ini ada kekurangan, untuk itu kepada keluarga besar ayahanda saya mohon maaf, tidak ada niat lain semata rasa hormat dan kemuliaan beliua dimata kami. Seloroh adalah tak pantas dari kami dan izinkan kami tetap menjadi muridmu duhai Ayahanda kami.
Tulisan ini saya sampaikan semata-mata untuk berbagi dengan rekan-rekan se-Aek Litta dimanapun berada. Ayahanda kita berpesan, “Jika ananda semua masuk surga, tolong bawa saya. Dan jika saya masuk surga, saya berjanji akan membawa ananda juga”. Ini adalah kata tausiyah terakhir beliau pada acara maulid tersebut.
Sehabis acara ayahanda juga memberi nasehat lagi, “Orangtuamu dua, orangtua lahir, ima namangalahirkon ho. Paduana orangtua bathin, ima guru-gurumu. Rap sarupo doi, rap indo tola durhaka. Murka ni haduana, murka ni Tuhan mai, jago da ulang durhako iba namar ina, ulang durhako namar guru”.
Zaman on mamatobang. Jeges dibaen namambaca al Qur’an i, adong do guru i mambaca, “Halalal toyyibah” manjadi “Halalan tu iba”, tu sia halal tu halak inda. Tu halak malodoi mandokkon na ulang korupsi, ulang manipu, ulang margabus. Tibo tu sia manjadi “Halalan tu iba, boti ma on,”.
(Tulisan Taufik Akbar Hasibuan, alumni PPSAD tahun 2005/ditulis kembali Mursal Harahap, S.Ag, M.Kom.I alumini PPSAD tahun 1995)