Kamis, 29 Desember 2016

PERUMPAMAAN TERHADAP MANUSIA DALAM AL-QURAN

Bagi manusia yang lalai dan tidak bertanggungjawab terhadap potensinya serta tidak menyadari atau memahami potensi yang diterimanya, ia akan mendapat kerugian yang besar. Di antara akibat kelalaiannya adalah diumpamakan Allah dengan binatang dan tanaman, hingga serupa dengan binatang atau makhluk lainnya yang lebih rendah.
Apabila potensi ini digunakan dengan baik melalui ibadah dan amal saleh, maka ia akan berbahagia. Sebaliknya jika potensi tersebut tidak digunakan, mereka akan mendapat penghinaan dan status yang tidak bernilai di hadapan Allah SWT. Mereka diumpamakan dengan monyet, anjing, babi, kayu, batu, laba-laba dan keledai.

Kal-An’am (Bagaikan binatang ternak)

Manusia diberi hati, mata dan telinga untuk mengenal tanda-tanda Allah tetapi jika tidak digunakannya maka sama sahaja tidak mempunyai potensi tersebut. Binatang tidak mempunyai potensi seperti yang dimiliki oleh manusia, maka wajar Allah berikan perumpamaan terhadap manusia seperti binatang ternak.
 “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat kebesaran (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telingan (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seumpama binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raf, 7: 179 )
Manusia sering menuruti hawa nafsu sehingga menjadikan nafsu sebagai Tuhan sehingga lalai dengan tidak mendengar dan tidak memahami firman Allah.
 “Terangkanlah kepadaKu tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya. Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami, mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu.” (Al-Furqan, 25: 43-44) 

Kal-Kalb (Bagaikan anjing)

Allah berikan hawa nafsu kepada manusia agar kehidupan manusia menjadi dinamik. Dengan nafsu, manusia mempunyai cita-cita, keinginan menikah, bersungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan, makan dan minum dan sebagainya.
Nafsu perlu dikendalikan dan dikawal, bukannya dituruti seperti binatang yang tidak mampu mengendalikan nafsu. Allah memberi perumpamaan seperti anjing apabila manusia terlalu menurut hawa nafsu mereka.
“Dan kalau Kami Menghendaki sesunggunya Kami Tinggikan derjatnya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya dihulurkan lidah dan jika kamu biarkannya dia menghulurkan lidahnya juga. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Cerita-cerita demikian bermaksud agar manusia memikirkannya.” (al-A’raf, 7: 176)

Kal-Qird (Bagaikan kera)

Mereka yang tidak beramal saleh dan fasik mendapat balasan yang lebih buruk yaitu dikutuk dan dimurkai Allah. Ayat 160 surah al-Maidah menyebut tentang perumpamaan terhadap orang fasik (yang disebut pada ayat sebelumnya dalam surah tersebut) sebagai kera dan babi.
“Katakanlah (Muhammad), “Apakah akan Aku Beritakan kepadamu tentang orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang fasik) disisi Allah? Iaitu orang yang Dilaknat dan Dimurkai Allah, di antara mereka (ada) yang dijadikan kera dan babi dan (orang yang) menyembah thagut.” Mereka lebih buruk dari tempatnya dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.” (al-Maidah, 5: 60 )

Kal-Khinzir (Bagaikan babi)

Dalam ayat 160 surah al-Maidah seperti di atas juga menyebut perumpamaan seperti babi terhadap orang-orang fasik. Babi adalah makhluk yang diharamkan oleh Allah untuk dimakan sebagai ujian kepada manusia, karena babi memiliki berbagai karakter tidak baik. Manusia bagaikan babi adalah manusia yang memiliki pelbagai karakter yang tidak baik.
Dari ibnu mas’ud RA beliau berkata, “Rasul SAW ditanyai mengenai kera dan babi, apakah ia merupakan binatang yang dialihrupakan oleh Allah?” beliau menjawab, “Allah tidak membinasakan suatu kaum”, atau beliau mengatakan, “Allah tidak mengalihrupakan suatu kaum lalu menjadikan mereka berketurunan dan beranak cucu dan bahwasanya kera dan babi ada sebelum itu” (HR Ats-Tsauri)

Kal-Hijarah (Bagaikan batu)

Mereka yang keras hatinya sehingga ingkar dan tidak mahu menerima perintah Allah diumpamakan seperti batu bahkan lebih keras lagi. Perkara ini dirakamkan dalam al-Quran yang menyifatkan sikap bani Israil yang degil dan ingkar arahan Allah melalui rasulNya, nabi Musa.
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh kerana takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah daripada apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah, 2: 74)

Kal-‘Ankabut (Bagaikan laba-laba)

Manusia sering angkuh dan sombong dengan kebolehan dan potensi yang Allah kurniakan. Mereka berbangga dengan pencapaian dan kuasa yang mereka perolehi di dunia hingga menganggap tidak ada perkara yang boleh membinasakan mereka.
Firaun begitu angkuh dan mendakwa dia adalah Tuhan yang boleh menentukan hidup dan mati. Namun ternayata dia tidak dapat melindungi diri apabila ditelan oleh laut yang ketika mengejar nabi Musa.
Hanya Allah merupakan pelindung yang paling berkuasa dan tidak mampu ditandingi. Jika manusia mencari pelindung selain Allah, ternyata ia amat sia-sia kerana makhluk tidak mempunyai kekuatan dan amat lemah.
 “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (Al-‘Ankabut, 29: 41)

Kal-Himar (Bagaikan keledai)

Orang yang mendustakan ayat-ayat Allah diibaratkan seperti keldai. Mereka telah diberikan panduan tetapi tidak mengambilnya. Suatu kerugian yang besar bagi manusia yang telah mengenal Allah tetapi kemudian mendustakannya.
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tidak memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustkan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (al-Jumu’ah, 62: 5)

Kal-Khasyab (Bagaikan kayu)

Manusia sering bersikap tidak jujur dan hipokrit. Mereka hanya mengejar dunia dengan kemewahan, keseronokan dan kecantikan yang bersifat sementara. Nilai ini dianggap penting dan dipandang tinggi oleh manusia tetapi ianya bukan suatu yang bermakna di sisi Allah SWT sehingga Allah umpamakan seperti kayu.
“Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh yang sebenarnya maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan dari kebenaran?” (al-Munafiqun, 63: 4) (dari wmazmi.wordpress.com/category/general/9/april/2011/ @ 11:02 pm)

Rabu, 28 Desember 2016

BENARKAH, KASIH AYAH SEPANJANG GALAH?


Ayahku adalah sosok laki-laki yang patut dikagumi sifat dan perbuatannya. Ia memiliki tanggungjawab besar untuk keluarga. Kasih sayangnya tak patut diragukan. Meskipun kata orang ibu memiliki kasih sayang lebih besar, karena ibu yang melahirkan dan mengasuh anak.
Tapi kasih sayang ayah bisa saja lebih besar, walaupun ia tidak ditaqdirkan mampu melahirkan seperti ibu, justru itu kasih sayangnya lebih besar dan dalam. 

Iri melihat kedekatan anak kepada ibu mendorong ayah berusaha maksimal memenuhi seluruh kebutuhan anak-anaknya. sebab sama seperti ibu, kebahagiaan anak dan keluarganya adalah wujud dari kebahagiaanya sendiri. Itulah gambaran pengorbanan seorang ayah. 
Bagiku ayah adalah pahlawanku. Ia sosok yang tegas dan berwibawa, atas dasar itu pula ayah sering dicap orang yang keras. Di sisi lain, ibu memerankan sifat lemah lembut dalam menunjukkan kasih sayangnya.
Namun sadarkan kita, ‘sifat keras’ ayah adalah caranya menyanyangi kita? Atau karena kita sudah memanifestasikan kasih sayang adalah kelembutan, sehingga memberikan pandangan sifat keras bukanlah bentuk kasih sayang. Menurut saya pandangan itu keliru. Ayah memposisikan diri sebagai pemimpin keluarga, karena itu berbeda dengan ibu cara memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Ayah mendidiki anaknya dengan disiplin, patut dan dekat dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Ayah mendidik anaknya untuk hidup dengan proses bukan instan. Jadi kalau anaknya meminta sesuatu, tidak lantas diberikan dan itu bukan berarti ia membanci kita, tapi justru ia mengajarkan kita dalam hidup tidak boleh manja.
Atau ketika kita terjatuh, ibu yang memeluk dan mengobati kita. Saat itu, ayah sedang mengajari kita tentang ketegaran karena hidup pasti ada jatuh dan menderita. Ayah juga tidak member izin kita keluar malam tanpa didampingi, bukan untuk menjadikan kita anak rumahan. Tapi justru ayah tidak ingin kita terjerumus atau salah mengambil jalan dalam kehidupan.
Terlepas dari cara pandang anak melihat, sesungguhnya ayah sering meneteskan air mata pada malam-malam ia memanjatkan doa kepada Sang Khaliq. Pintanya kepada Sang Maha Kuasa, agar anak-anaknya dijadikan soleh/solehan, cerdasa, sukses dan bahagia. Di siang hari, ayah tak berhenti dan tak mengenal lelah dalam mencari rezeki buat keluarganya.
Seperti ayahnya yang bekerja sebagai nelayan. Panas, hujan dan dingin udara di tengah lautan, tak pernah dikeluhkan ayah. Walaupun terkadang sudah susah payah, ternyata tidak dapat ikan. Bahaya yang mengancam tidak membuat nyali ayah ciut, justru ia tetap melangkah berjuang dengan tidak mengenal kata menyerah.
Dengan apa yang telah dilakukan ayah, masih pantaskan menyebutkan ia tidak sayang pada kita, kasih sayang hanya sepanjang galah. Apakah karena kedisiplinan dan ketegasannya mendidik lantas kita membencinya. Walaupun jawaban kita ya, tapi yakinlah ayah tidak akan pernah membenci kita sampai kapanpun itu.
Namun yang pasti, aku bangga pada ayahku. Ia adalah pahlawanku, kasih sayangnya sama dengan kasih sayang ibu, dan bukan tidak mungkin lebih besar dari kasih sayang yang diberikan Ibu. Wallau a’lam bishawaf. (tulisan Syaiful Amri, mahasiswa semester I Jurusan Akhwal Al Syakhsiyah Fak. Syariah dan Hukum UIN Sumut/editing Mursal Harahap, S.Ag, M.Kom.I)


TIKAR BERBAHAYA BAGI KESEHATAN

Saat duduk di lantai, pasti kita membutuhkan alas baik itu tikar aau karpet yang membuat kita lepas dari dinginnya lantai. Ada berbagai alas lantai yang bisa kita beli di pasaran, namun Anda perlu siaga.
Terutama saat ini, mengedar produk-produk alas lantai yg tidak ramah lingkungan bahkan beresiko untuk kesehatan. Salah satunya karpet plastik, yang bisa dengan mudah kita jumpai di pasar tradisional maupun modern.
Karpet yang biasanya punya corak unik dengan gambar-gambar menarik, terutama untuk anak-anak, jadi bisa sangat berbahaya untuk kesehatan Anda. Mengapa demikian, dan bagaimana caranya kita pilih karpet yang aman?
Anda mulai saat ini harus waspada, kerana ada laporan yang menyampaikan kandungan bahan kimia yang dibutuhkan pada alas lantai itu bisa mengakibatkan kanker payudara serta menghambat perkembangan anak-anak.
Menurut kajian ilmiah, dua bahan beresiko yang dikenal sebagai Phtthalate dan Bisphenol A (BPA) dilaporkan paling banyak dipakai dalam pembuatan tikar itu.
Walau sebenarnya, beberapa bahan ini sudah 'diharamkan' pemakaiannya di beberapa negara karena efeknya yang berbahaya. Bahkan sejak awal th. 2011, hampir di semua negara Eropa dilarang pemakaian bahan ini.
Bahan dari BPA biasanya keluarkan bau yang cukup menyengat, dan banyak juga dipakai pada mainan anak-anak sampai bungkus nasi.
Untuk Anda yang perduli dengan kesehatan periode panjang, pakai tikar punya bahan dasar kain, dan jauhi tikar atau karpet yang berasal dari plastik. Karena hampir setiap plastik akan 'dilembutkan' oleh BPA. Lebih baik mencegah dari pada Anda menyesal di masa depan.

(sumber:http://www.rumahsehat99.com/2016/08/apakah-dirumah-ada-tikar-ini-jangan.htm)

KASIH SAYANG TAK BERBATAS


Ibu adalah manusia pertama yang berkomunikasi dengan kita. Ibu orang yang mencintai kita, bahkan sejak ia belum bertemu secara langsung kita. Ibu adalah wanita yang sudah merawat kita sejak kita masih berbentuk segumpal daging dan darah, karena itu pastilah setiap ibu menyanyangi anaknya.
Ibulah yang ditaqdirkan melahirkan generasi penerus agama dan bangsa. Selama mengandung sembilan bulan atau lebih, ia selalu menjaga kesehatan, agar janin di dalam rahimnya juga sehat, terpenuhi gizi dan nutrisinya.
Ibu rela memberikan apa yang dia punyai termasuk nyawa dipertaruhkannya saat melahirkan. Kelahiran kita ke dunai membawa kebahagiaan tiada terhingga bagi ibu, karena dengan itu ibu menjadi wanita sempurna untuk suami dan keluarganya.
Sejak itulah ibu merawat kita dengan penuh kasih sayang, seluruh kebutuhan dipenuhi sedaya mampu. Masa-masa pertumbuhan, ibu adalah madrasah pertama yang mengajari tentang agama dan kebajikan. Ibu orang yang membangun caracter building atau jati diri anaknya, ia yang melukis kepribadian dan membangun sifat-sifat anak-anaknya. Ibu yang mengajarkan sabar dan ikhlas dengan merawat kita tanpa pamrih.
Setiap malam ibu selalu berdo’a kepada Sang Khaliq agar anaknya kelak berhasil meraih cita-cita dan sukses dalam hidup. Lantunan doa itulah yang mengiri setiap tehap pertumbuhan kita, hingga kita mamasuki pendidikan formal.
Begitu memasuki usai remaja dimana harus ada penjagaan super ketat, karena masa ini, masa labil bagi setiap anak. Masa dimana anak sudah bergaul dengan seluruh pernak-pernik kehidupan yang ada di lingkungannya. Lagi-lagi ibu yang tampil memberikan batas dan garis baik dan buruk dengan untaian nasehat dan bimbingannya.
Setelah melewati masa remaja, berarti kita sudah dewasa, dan pada tahap ini ibu memberikan ‘kebebasan’ bagi anak-anaknya untuk memilih jalan hidup sendiri. Ibu merelakan kita jauh dari jangkauannya, mendukung cita-cita atau pendidikan yang lebih baik. Namun meski jauh dimana, kita tetap dekat di hati ibu.
Ibu adalah orang pertama yang selalu menghormati dan mendukung keputusan anaknya, jika itu dianggap baik. Tapi Ibu tak pernah gentar apalagi sungkan untuk menegur dan mengingatkan, ketika jalan yang dipilih anaknya salah. Meskipun teguran dan peringatan selalu terucap dengan lembut.
Dengan segala kekuatan dan kelebihan yang dimiliki ibu, ia menjelma menjadi inspirator dan motivator sekaligus suritauladan bagi putra putrinya. Oleh karena itu, kesuksesan seorang anak berkaitan erat dengan ridhonya, karena ridho ibu adalah juga ridho Allah SWT.
Posisi ibu dalam Islam sangat mulia sebagaimana Sabda Rasulullah Saw yang menyebutkan untuk memuliakan Ibu, ibu, ibu kemudian baru ayah dan orang-orang yang berilmu. Derajat mulia itu juga membuat ibu adalah surga bagi anak-anaknya, karena memang surga ada dibawah telapak kaki ibu.
Diantara juataan ibu yang ada di dunia, hanya merekalah pemilik cita-cita sederhana tapi agung, yakni hanya ingin menjadi ibu terbaik bagi anak-anaknya. Keinginan selalu memberikan yang terbaik, kasih sayang yang tiada putus, kesabaran dan keikhlasan serta kuat menyampaikan untaian doa agar anak-anaknya sukses, berguna bagi orang lain serta menuai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
Almarhumah Aini adalah seorang ibu rumah tangga biasa dan dialah ibu kandungku. Ibu yang memiliki kasIh sayang sangat dalam kepada saya. Ibu yang tak pernah mengeluh saat menjaga, membesarkan dan mendidik saya sejak saya lahir ke dunia hingga sekarang ini.
Dia adalah panutan yang memiliki ketulusan hati, kasih sayang tak terbantahkan. Walaupun beliau begitu cepat meninggalkan saya karena dipanggil Sang Maha Pencipta, namun seluruh jasa dan pengorbanan serta nasehat yang telah diabdikannya takkan terlupakan.
Karena itu, sudah kewajiban anak memuliakan ibu, tidak melukai hati dan perasaannya, menjaga agar tidak meneteskan air mata hanya karena tingkah konyol dan keegoisan kita selaku anak. Kita juga wajib mendoakan yang terbaik buat ibu, sebagaimana beliau disepanjang hanyatnya telah memberikan yang terbaik kepada kita. Meskipun secara hitungan, tidak seorang anakpun yang mampu membalas jasa dan pengorbanan ibunya.
Mengikuti nasehatnya, mewujudkan keinginannya dan menjadi anak soleh dan solehan bagian dari bakti terbesar anak pada ibu, karena sesungguhnya kesuksesan dan kebahagiaan anak adalah kebanggaan ibu. Bersyukurlah, bila sekarang masih bisa memeluk dan mencuci kaki ibumu, karena banyak anak yang tidak mendapatkan kesempatan seperti itu. (tulisan Saprida Tanjung, mahasiswa semester I Jurusan Siyasah Fak. Syariah dan Hukum UIN Sumut/editing Mursal Harahap, S.Ag, M.Kom.I)