Selasa, 17 Mei 2016

KESADARAN POLITIK KAUM MAYORITAS ?

Sudah lama Indonesia dinobatkan sebagai sebuah Negara yang penduduknya mayoritas umat Islam. Selama itu pula, umat Islam Indonesia telah memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan Negara.
Bila kita mundur ke masa-masa perjuangan kemerdekaan, maka sejarah mencatat sejumlah tokoh umat Islam mempertaruhkan segala yang dimilikinya untuk kemerdekaan Indonesia. Komitmen umat Islam Indonesia terus bergelora pun hingga saat ini.
Umat Islam berkontribusi sesuai bidang masing-masing, apakah di bidang ekonomi, social, politik, pendidikan, budaya serta lainnya. Peran-peran tersebut berlaku secara terus menerus, karena umat Islam Indonesia memiliki kesadaran kolektif bahwa Indonesia harus survive adalah tangggungjawab yang harus diemban.
Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari'at yang dikandung agamanya. Melaksanakan syari'at agama yang berupa hukum-hukum menjadi salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya.
Hukum adalah seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia, baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturana atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum yang tidak tertulis, seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam peraturan perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan harta benda. Sedangkan hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Konsepsi hukum Islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
Sebagai sistem hukum, hukum Islam berbeda dengan sistem hukum lain, yang pada umumnya terbentuk dan berasal dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan hasil pemikiran manusia serta budaya manusia pada suatu tempat dan jaman. Hukum Islam tidak hanya merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi kebudayan manusia di suatu tempat dan masa, tapi pada dasarnya ditetapkan Allah melalui wahyu yang terdapat dalam Al-Quran dan dijelaskan Nabi Muhammad Saw melalui sunah-sunah yang kini tehimpun dalam kitab-kitab hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara fundamental dengan hukum-hukum lain. Hukum Islam diperkenalkan dengan berbagai istilah yang  populer di lingkungan umat Islam. Ada istilah syariat, hukum syara, maupun fiqih.
Syariat Islam adalah segala sesuatu yang ditetapkan Allah SWT yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Baik berkaitan dengan teknik suatu amal perbuatan (ilmu fiqih), maupun persoalan-persoalan kepercayaan dan keimanan (ilmu kalam). Istilah syariat ini sering pula disebut dengan ad-diin dan al-millah (agama).
Jika dihubungkan dengan nuansa dan perkembangan politik di Indonesia saat ini, benar atau tidak, ada kecenderungan umat Islam tidak lagi sepenuhnya mengikuti aturan hukum Islam dalam urusan politik. Memang ada dua kutub pendapat, satu pendapat mengatakan politik dan Islam tidak ada kaitan – kutub ini berpendapat bahwa Islam adalah ajaran agama yang kesemuanya berada dalam bingkai ibadah atau hubungan manusia dengan Tuhannya.
Disisi yang lain, mengemukakan pendapat bahwa Islam merupakan agama yang sempurna, dimana seluruh sendi kehidupan masyarakat diatur di dalamnya. Mulai dari ibadah, mu’amalah, siyasah, dan jinayah. Dengan pemahaman seperti ini, tentu urusan politik juga diatur dalam Islam. Misalkan bagaimana umat Islam memilih, menggunakan hak pilih sampai kepadan hak pilih tersebut diberikan. Termasuk al Qur’an menjelaskan bahwa umat Islam harus taat kepada para pemimpinnya.
(Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasulny  dan ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan rasulnya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya.) QS : An Nisa : 59.
Oleh karena itu, umat Islam sudah saatnya menyadari bahwa pertarungan hegemoni kekuasaan sangat canggih karena menggunakan perangkat infrastruktur dan suprastruktur politik yang kuat, sistimatis dan rapi. Stigmatisasi terhadap jargon politik ke-Islaman vis avis demokrasi tatanan dunia modern membuatnya rentan terhadap marginalisasi Islam dari political power.
Bahkan devide at impera terus dilancarkan agar kekuatan politik Islam terus melemah. Kekuatan tersisa dari umat tinggal satu, yakni mereka masih mengarah kearah yang sama ketika solat. Butuh energi besar untuk menjadikan ini sebagai kekuatan politik umat yang powerful dan solid.
Sejalan dengan kondisi tersebut, sudah saatnya lahir kembali (reborn) kesadaran politik kaum mayoritas (umat Islam) di negeri ini. Jika tidak, dalam pertarungan hegemoni kekuasaan akan dimenangkan pihak lain. Tentu kesadaran politik itu, harus didahului oleh para elit dan para pemimpin umat Islam dengan menunjukkan cara berpolitik sebagaimana ditentukan hukum Islam itu sendiri. Semoga!