ilustrasi |
Lima atau 10 tahun lalu, saya ma sih aktif
olahraga futsal dan masih mam pu main full time. Tak
tarasa waktu begitu cepat berlalu. Kekuatan fisik kini sudah jauh
ber kurang, tidak le bih dari 5 me nit saja mampu berta han, setelah itu keringat bercucuran, badan lelah, penglihatan pun berkunang - ku nang.
Usai bermain futsal bersama adik-adik,
mengingatkanku betapa hi dup di dunia ini sangat singkat, sebentar, sekejab. Tanda-tanda penuaan,
secara perlahan dan pasti datang, meskipun terkadang kita tidak menyadari atau
pura-pura tidak menyadarinya.
Memang, bila kita mau muhasabah
(merenungi/introveksi diri), akan kita temukan perubahan tersebut. Mari kita
ingat dan runut secara runtut, sejak kita mulai baligh (15) tahun. Dulu, fisik
mulai tumbuh menuju kesempurnaan. Awalnya kita sudah mulai dapat memahami jati
diri sendiri, mulai tertarik kepada lawan jenis, mulai menata hidup dan
kehidupan.
Selanjutnya, dari sisi
pendidikan setelah menyelesaikan tingkat SLTA, SMA dan seterusnya masuk kuliah.
Saat menjadi mahasiswa, cara berfikir dan wawasan mulai bergerak maju. Waktunya,
mulai menata masa depan, dengan merancang kehidupan ekonomi (pekerjaan),
termasuk memikirkan siapa pendamping hidup.
Seiring waktu berjalan, tak
terasa kita sudah menjadi raja sehari dan duduk berdampingan di kursi pelaminan
bersama kekasih tersayang. Tak terasa, satuhun, dua atau tiga tahun, sudah memilliki
tanggungjawab hasil buah cinta dengan pasangan dengan hadirnya putra/i di antara
kita. Begitu seterusnya, kelurga kita bertambah dengan berjalannya waktu.
Diawal, mungkin kita masing
naik angkot, kini naik sepeda motor atau bahkan sudah punya mobil. Dulu masih
ngontak rumah, kini sudah punya gubuk, meskipun hanya punya dua kamar. Bahkan dari
sisi beban dan tanggungjawab atas amanah yang kita terima semakin hari semakin
banyak.
Bagi yang sudah memasuki
usia 40 tahun, secara fisik perubahan yang sangat kentara adalah mulai
tumbuhnya rambut putih alias uban. Penglihatan mulai berkurang, gigi pun mulai
rontok, meskipun kata banyak orang, pada usai seperti itu, adalah masanya
puncak karir dan rezeki (kejayaan).
Berdasarkan rentetan kehidupan
tersebut, jelaslah sesungguhnya kita adalah seorang hamba yang maha lemah dan
sangat bergantung pada Sang Maha Pencipta Allah Swt. Justru itu pula, tidak ada juga yang patut dibanggakan apalagi disombongkan.
Baru sedikit saja nikmat yang dicabut Allah,
kita sudah 'kelimpungan'.
Tidak dapat kita
banyangkan, andai Allah mencabut lebih banyak nikmat-nya. So...terimakasih
undangan futsalnya, selain dapat menyehatkan badan, juga sekaligus
mengingatkan batas usia dan nikmat yang diberikan Allah. Yang pasti benarlah sekarang TERNYATA SUDAH TUA, jadi renungkanlah. (MH)