Selasa, 12 Juli 2016

KESUKSESAN IBADAH PUASA RAMADHAN

Secara harfiah sukses adalah keberhasilan, keberuntungan. Orang sukses orang yang berhasil dan orang yang beruntung. Namun, batasan dan pengertian hakiki sukses atau kesuksesan, itu sangat beragam, sangat berhubungan dengan pemahaman orang yang memberi makna sukses atau kesuksesan tersebut.
Ada orang merumuskan arti sukses dengan pengertian sederhana. Ya seperti air mengalir, tanpa berbuat apa-apa, ia merasa sudah sudah mencapai sukses. Ada juga yang merumuskan arti sukses dengan pengertian yang rumit. Akhirnya, ia pun merasa sulit mencapai sukses, menjadi pasrah, dan berdamai dengan diri sendiri bersandarkan takdir.
Sebagian mengatakan sukses itu sebuah pencapai, jika apa yang hendak dicapai sudah diperoleh, ia merasa sudah sukses. Ada yang menyebutkan sukses itu mencapai tujuan atau terget. Misalkan jika ia menargetkan memiliki mobil mewah dan itu sudah tercapai, ia merasa sudah sukses. Atau kalau targetnya jabatan maupun kekuasaan, setelah itu ditangannya, maka ia merasa sudah sukses. Namun ada juga yang menilai, sukses itu adalah sebuah proses, jika proses sudah terlaksana dengan baik, itu artinya sudah sukses. Terlepas hasil dari proses itu, sesuai dengan rencana ataupun tidak. Pun ada yang mengatakan sukses itu sebuah penghargaan, begitu penghargaan diraih, maka itu adalah kesuksesan.
Secara sederhana, sukses itu sangat erat hubungannya dengan profesi, pekerjaan, kekuasaan dan posisi sosial seseorang. Sehingga sulit rasanya menyatukan satu defenisi sukses yang berlaku untuk semua orang.
Untuk lebih mendekatkan pemahaman kita, berikut ini saya akan memberikan penjabaran sukses menurut profesi, pekerjaan, kekuasaan dan posisi sosial melalui beberapa contoh. Pertama, sukses politisi tidak akan sama dengan sukses pebisnis. Kenapa, karena bagi politisi, kesuksesan itu diukur dari capaian jabatan/kewenangan/kekuasaan serta posisi sosial yang didapatkan. Seorang politisi mengaku sudah sukses, jika berhasil meraiih kusri di legislatif (menjadi anggota DPR dan DPRD). Sementara bagi pebisnis, sukses itu manakala usaha yang digelutinya maju pesat dengan keuntungan berlipat.
Sukses seorang guru dan dosen, bilamana siswa berhasil memahami apa yang diajarkannya, sebaliknya sukses bagi seorang jurnalis, ketika tulisan atau reportase yang disajikannya mendapat respon dari pembaca/penonton serta mampu memepengaruhi opini khalayak. Bahkan penjahat sekalipun memaknai kesuksesan disaat berhasil membawa hasil kejahatan yang besar dan tidak tertangkap aparat penegak hukum.
Begitulah, sukses dengan berbagai serbaserbi pemakanaannya, yang kesemuanya adalah kesuksesan dalam perspektif manusia dan duniawi.
Lalu, seperti apa kesuksesan dalam kacamata Sang Maha Pemberi Kesuksesan (Allah Swt) yang bersifat ukhrowi? Mari kita bertanya kepada Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.

Dia berfirman:
لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Sesungguhnya telah kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya? (QS. 21:10)

Kemuliaan = Kesuksesan, setuju kan?

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ
الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُور

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah sukses. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS. 3:185)

Jadi, sukses adalah masuk surga. Setuju?

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ
وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ
قَرِيب

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah datangnya pertolongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. 2:214)

Sukses hanya dicapai dengan perjuangan dan pengorbanan. Berat ya? Tapi sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. Allah akan menolong kita sebagaimana Allah menolong hamba-hamba-Nya yang beriman sebelum kita.

إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ

Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat), (QS. 40:51)
Kesuksesan = Mendapat pertolongan dari Allah, setuju kah?

إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ بَعْدِهِ ۗ وَعَلَى اللَّهِ
فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; dan jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaknya kepada Allah saja orang-orang mumin bertawakkal. (QS. 3:160)

Bertawakkal kepada Allah = menyerahkan segala urusan kepada Allah = menyelesaikan dengan cara-cara Allah = caranya, pakai cara Allah, ya hasilnya terserah Allah. Kalau mau pakai cara-cara sendiri, ya sudah, selesaikan sendiri.

***
Sekarang mari kita membicarakan kesuksesan Ibada Puasa Ramadhan yang baru saja selesai kita laksanakan. Puasa ramadhan termasuk rukun Islam yang wajib dipatuhi setiap muslim. Secara bahasa, puasa atau shaum dalam bahasa Arab berarti menahan diri dari segala sesuatu. Puasa itu ialah menahan diri dari makanan, minuman, berbicara, menahan nafsu dan syahwat. Secara istilah, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa, mulai sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.

Dalam ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, Allah Swt berharap pada orang beriman agar mampu meraih kesuksesan melalui ibadah puasa. Harapan itu dilihat dari pilihan kata la’alla ( لعل ), sebagaimana terdapat pada Al Qur’an surah Al-Baqarah ayat : 183, 185 dan 186. Dalam ayat itu Allah berharap pada hambanya yang beriman, La’allakum Tattaqun (bertaqwa), La’allakum Yasykurun (bersyukur)  dan La’allakum Yarsyudun (terbimbing dalam kebenaran).

Allah Taala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
 “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. (Al Baqarah: 183).

Firman Allah ta'ala

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

 “(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kam mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagunggkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Baqarah: 185).

Lalu Allah berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Dan apabila para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah: 186)

Dalam ayat-ayat tersebut, Allah berfirman ditujukan kepada orang-orang beriman, seraya menyuruh mereka agar berpuasa. Yaitu menahan dari makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah ta'ala. Karena di dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa, menjernihkannya dari pikiran-pikiran buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah mereka mendapat teladan.
Kemudian Allah memberikan alasan diwajibkannya puasa dengan menjelaskan manfaatnya besar dan hikmah yang tinggi. Yaitu agar orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada Allah, dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang diperbolehkan, hanya semata-mata karena ingin menta'ati perintah Allah. Allah juga memberitahukan, bulan yang di dalamnya diwajibkan berpuasa itu adalah bulan Ramadhan. Bulan Al-Qur’an diturunkan pertama kali. Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai regulasi (undang-undang) serta peraturan dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada bulan Ramadhan karena bulan itu adalah bulan diturunkannya rahmat kepada setiap hamba. Dan Allah tidak menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuali kemudahan. Karena itu Dia membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari bulan Ramadhan.
Maksudnya, bila anda telah menunaikan apa yang diperintahkan Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan yang diwajibkan dan meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga batasan-batasan hukum-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur karenanya.
Orang yang beriman dan melaksanakan ibadah puasa, tentunya bisa menjadi insan yang bertaqwa, bersyukur dan terbimbing dalam kebenaran. Dan itu hanya dapat dilihat pasca pelaksanaan ibadah puasa di bulan ramadhan.
Lalu, jika ternyata ketiga harapan Allah itu belum diperoleh orang beriman yang melaksanakan puasa, tentu ada yang salah atau tidak benar saat melaksanakan ibadah puasa ramadhan dan orang tersebut, tentunya belum meraih kesuksesan ibadah puasa tersebut.   
***
Dibagian akhir tulisan ini, saya ingin mengajak kita semua untuk melakukan hisab (perhitungan) sederhana sebagai bahan renungan dan muhasabah diri sendiri terhadap ibadah puasa ramadhan yang sudah kita laksanakan. Caranya dengan mempersepsikan ibadah puasa dengan ujian.
Seperti kita sekolah, tentu sebelum dinyatakan naik kelas, harus melalui ujian. Artinya untuk mendapatkan derajat tattaqun, tasykurun dan yarsyudun, Allah menguji kita dengan pelaksanaan ibadah puasa di bulan ramadhan, dimana di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (lailatul qadar).
Perhitungan ini dihubungkan dengan jumlah umur yang telah kita lalui di dunia ini. Bila tahun ini, misalkan kita berada di usia 70 tahun, jumlah itu kita potong 15 tahun (sebelum usia baligh/segala tindakan hukum menjadi tanggungjawab pribadi), sisanya adalah 55 tahun. Ibadah puasa ramadhan datang setiap satu tahun sekali. Artinya orang yang berusia 70 tahun telah 55 kali bertemu bulan suci ramadhan dan telah 55 kali pula melaksanakan ibadah puasa ramadhan. Apakah dia sudah menjadi orang bertaqwa, bersyukur dan selalu dalam kebenaran? Kalau belum, maka perlu dipertanyakan dan dievaluasi ibadah puasa yang telah dilaksanakannya.
Demikian juga dengan yang berusia 60 tahun, kurang 15 tahun masa sebelum baligh, maka sudah 45 kali bertemu bulan suci ramadhan. Orang yang berumur 50 tahun, sudah bertemu ramadhan 35 kali setelah dipotong masa sebelum baligh 15 tahun. Orang yang berusia 40 tahun dipotong 15 tahun hasilnya 25 kali bersua bulan ramadhan, orang yang berusia 30 tahun, juga sudah bertemu bulan suci ramadhan dan melaksanakan ibadah puasa sebanyak 15 kali.
So... masa iya, kita sudah melaksanakan ujian sebanyak 15, atau 25, atau 35, atau 45, atau 55 kali, tidak juga meraih kelulusan?. Coba kita renungkan dan bertanya pada diri sendiri. Semoga tulisan ini bermanfaat, amin.