Sabtu, 05 Maret 2016

CHANGE AGENT (AGEN PERUBAHAN)

Agen pembaharu harus professional, karena harus mengambil keputusan tentang diteriama atau di tolak seuatu ide baru.
(agen perubahan, petugas profesional yang mempengaruhi putusan inovasi audien menurut arah yang diinginkan oleh lembaga perubahan)
Agen perubahan berupa :
  1. Lembaga perubahan ; semua pihak yang dimelaksanakan pembangunan tiu sendiri
  2. Orang-orang yang melaksanakan tugasya mewujudkan usahan perubahan sosial
  3. Semua orang yang mempelopori, merencanakan dan melaksanakan perubahan sosial. Perubahan sosial (anak jangan ditanam hidup, misalnya)

Fungsi dan peranan agen perubahan
1. Mata rantai komunikasi antara dua (lebih) sistem
2. Menghubungkan antara suatu sistem sosial yang mempelopori perubahan dengan
    sistem sosial yang menjadi uadien dalam perubahan sosial

Fungsi agen perubahan :
  1. Catalyst (penghubung)
Menggerakkan masyarakat untuk berubah
  1. Soslution giver (memberikan solusi)
Pemberi dalam pemecahan masalah
  1. Process helper (Memberikan bantuan/pertolongan)
Pembantu proses perubahan
  1. resources linker (Sumber-sumber)
Penghubung dengan sumber-sumber yang diperlukan untuk memecahkan maslaah yang dihadapi

Perubahan tidak semata-mata diserahkan kepada clien (masyarakat)

Inti peranan agen of change :
  1. The ought ( mengindentifikasi); tujuan, isi, permasalahan audien
  2. The Can be (melakukan identifikasi dari permasalahan dari: sumber-sumber; kepemimpinan; organisasi
  3. the shall be (dimensi tindakan atau kegiatan dimana prioritas ditegakkan dan ditetapkan.

Rseshuffle = Bukti masalah tidak diberikan kepada ahlinya.

Pengelompokkan lain dari Agen of change :
1.        Peran manifes : merupakan peran yang kelihatan dipermukaan dalam hubungan antara agent of change dengan kliennya dan merupakan peran dengan sadar dipersiapkan sebelumnya.
a.    sebagai penggerak (fasilitator, penganalisa, pengembang kepemimpinan)
b.    sebagai perantara (pemberi infomasi, penghubung)
c.    penyelesai (achomplisher), pengorganisir, pengevaluasi, menetapkan hasil
konsep waktu ( wal ashri = demi masa)
2.      Peran yang laten : merupakan peran yang timbul dari arus bawah yang memberi petunjuk bagi agen dalam mengabil tindakan

Tugas-tugas agent perubahan
a.       menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakkan perubahan
b.      Membinan hubungan dalam rangka perubahan
c.       Mendiagnosa permasalahan yang dihadapi masayarakat
d.      Menciptakan keinginan perubahan dikalangan klien
e.       Menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan nyata
f.       Menjaga kestabilan perubahan dan memcegah terjadinya Do
g.      Mencapai sesuatu terminal hubugan

Tahapan-tahapan yang dilakukan klien dalam penerimaan inovasi adalah :
  1. Mempromosikan                     :sadar/tahu
  2. Menjelaskaan                          :berminat/mencari informasi
  3. Mendemontransikan               :mengevaluasi
  4. Menilai                                    :mencoba
  5. Melayani                                 :menerima
  6. Tarik diri                                 :menjadikan bagian hidup

Inovasi itu; bisa nilai yang sudah ada dimunculkan kembali. Agen perubahan bisa insieder dan outsieder (dari dalam atau dari luar)

Keuntungan insieder :
  1. Memahami Sistem Sosial
  2. Berbicara Dengan Bahasa Yang Sama
  3. Mengerti Norma Yang Berlaku
  4. Dapat Mengindentifikasi Kebutuhan Dan Aspirasi Dari Sistem Sosial Yang Ada
  5. Dikenal Di Tengah Masyarakat Yang Dimaksud

Kekurangan insieder
  1. Kemungkinan tidak memiliki perspektif
  2. Mungkin tidak memiliki pengetahuan khusus yang relevan dengan inovasi yang akan difusikan
  3. Mungkin tidak memiliki basis kekuasaan yang cukup
  4. Mungkin harus menanggungkan kegagalannya dimasa sebelumnya
  5. Boleh jadi tidak memiliki kebebasan bergerak

Keuntungan Outsieder
  1. Memulai tugas dengan sesuatu kesegaran dan tidak dibebani streotip yang negatif
  2. Permasalahan dipandang dengan perspektif
  3. Indefenden dari struktur kekuasaan setempat
Kekurangan Outsieder

  1. Orang asing (dipandang sebagai ancaman terhadap mereka yang asli setempat)
  2. Kurang mengetahui keadaan  dalam (inner srtucturre) setempat
  3. Mungkin tidak mampu mengindentifikasi kebutuhhan tempatan

TEORI KOMINIKASI ISLAM

Komunikasi Islam merupakan bentuk frasa dan pemi-kiran yang baru muncul dalam penelitian akademik sekitar tiga dekade belakangan ini. Munculnya pemi-kiran dan aktivisme komunikasi Islam didasarkan pa-da kegagalan falsafah, paradigma dan pelaksanaan komunikasi Barat yang lebih mengoptimalkan nilai-nilai pragmatis, materialistis serta penggunaan media secara kapitalis. Kegagalan tersebut menimbulkan implikasi negatif terutama terhadap komunitas Mus-lim di seluruh penjuru dunia akibat perbedaan agama, budaya dan gaya hidup dari negara-negara (Barat) yang menjadi produsen ilmu tersebut.
Ilmu komunikasi Islam yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini terutama menyangkut teori dan prinsip-prinsip komunikasi Islam, serta pendekatan Islam tentang komunikasi. Titik penting munculnya aktivisme dan pemikiran mengenai komunikasi Islam ditandai dengan terbitnya jurnal “Media, Culture and Society” pada bulan Januari 1993 di London. Ini semakin menunjukkan jati diri komunikasi Islam yang tengah mendapat perhatian dan sorotan masyarakat tidak saja di belahan negara berpenduduk Muslim tetapi juga di negara-negara Barat. Isu-isu yang dikembangkan dalam jurnal tersebut menyangkut Islam dan komunikasi yang meliputi perspektif Islam terhadap media, pemanfaatan media massa pada era pascamodern, kedudukan dan perjalanan media massa di negara Muslim serta perspektif politik terhadap Islam dan komunikasi.
Komunikasi Islam berfokus pada teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh para pemikir Muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif, terutama dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian dengan fitrah penciptaan manusia. Kesesuaian nilai-nilai komunikasi dengan dimensi penciptaan fitrah kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan manusia sejagat. Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam merupakan proses penyampaian atau tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan kaedah komunikasi dalam Alquran.
Komunikasi Islam dengan demikian dapat didefenisikan sebagai proses penyampaian nilai-nilai Islam dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang sesuai dengan Alquran dan Hadis. Teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh Barat lebih menekankan aspek empirikal serta mengabaikan aspek normatif dan historikal. Adapun teori yang dihasilkan melalui pendekatan seperti ini sangat bersifat premature universalism dan naive empirism. Dalam konteks demikian Majid Tehranian, menguraikan bahwa pendekatan ini tidak sama implikasinya dalam konteks kehidupan komunitas lain yang memiliki latar belakang yang berbeda. Sehingga dalam perspektif Islam, komunikasi haruslah dikembangkan melalui Islamic world-view yang selanjutnya menjadi azas pembentukan teori komunikasi Islam seperti aspek kekuasaan mutlak hanya milik Allah, serta peranan institusi ulama dan masjid sebagai penyambung komunikasi dan aspek pengawasan syariah yang menjadi penunjang kehidupan Muslim.
Dalam aspek perubahan sosial dan pembangunan masyarakat, komunikasi Barat cenderung bersifat positivistik dan fungsional yang berorientasi kepada individu, bukan kepada keselurusan sistem sosial dan fungsi sosiobudaya yang sangat penting untuk merangsang terjadinya perubahan sosial. Kualitas komunikasi menyangkut nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilan, kesahihan pesan dan sumber, menjadi aspek penting dalam komunikasi Islam. Oleh karenanya dalam perspektif ini, komunikasi Islam ditegakkan atas sendi hubungan segitiga (Islamic Triangular Relationship), antara “Allah, manusia dan masyarakat”.
Dalam Islam prinsip informasi bukan merupakan hak eksklusif dan bahan komoditi yang bersifat value-free, tetapi ia memiliki norma-norma, etika dan moral imperatif yang bertujuan sebagai service membangun kualitas manusia secara paripurna. Jadi Islam meletakkan inspirasi tauhid sebagai parameter pengembangan teori komunikasi dan informasi. Alquran menyediakan seperangkat aturan dalam prinsip dan tata berkomunikasi.
Di samping menjelaskan prinsip dan tata berkomunikasi, Alquran juga mengetengahkan etika berkomunikasi. Dari sejumlah aspek moral dan etika komunikasi, paling tidak terdapat empat prinsip etika komunikasi dalam Alquran yang meliputi fairness (kejujuran), accuracy (ketepatan/ketelitian), tanggungjawab dan kritik konstruktif. Dalam surah an-Nuur ayat 19 dikatakan: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita), perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”.
Sehubungan dengan etika kejujuran dalam komunikasi, ayat-ayat Alquran memberi banyak landasan. Hal ini diungkapkan dengan adanya larangan berdusta dalam surah an-Nahl ayat 116: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.
Dalam masalah ketelitian menerima informasi, Alquran misalnya memerintahkan untuk melakukan check and recheck terhadap informasi yang diterima. Dalam surah al-Hujurat ayat 6 dikatakan: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Menyangkut masalah tanggungjawab dalam surah al-Isra’ ayat 36 dijelaskan: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawab-nya”. Alquran juga menyediakan ruangan yang cukup banyak dalam menjelaskan etika kritik konstruktif dalam berkomunikasi. Salah satunya tercantum dalam surah Ali Imran ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.
Begitu juga menyangkut isi pesan komunikasi harus berorientasi pada kesejahteraan di dunia dan akhirat, sebagaimana dijelaskan dalam sural al-Baqarah ayat 201: “Dan di antara mereka ada orang yang mendo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
Selain itu, prinsip komunikasi Islam menekankan keadilan (‘adl) sebagaimana tertera dalam surah an-Nahl ayat 90, berbuat baik (ihsan) dalam surah Yunus ayat 26, melarang perkataan bohong dalam surah al-Hajj ayat 30, bersikap pertengahan (qana’ah) seperti tidak tamak, sabar sebagaimana dijelaskan pada surah al-Baqarah ayat 153, tawadu’ dalam surah al-Furqan ayat 63, menunaikan janji dalam surah al-Isra’ ayat 34 dan seterusnya.
Membangun paradigma komunikasi Islam, sesungguhnya tidak harus dimulai dari nol. Dasaran sintesisnya dapat menggunakan teori-teori komunikasi konvensional (Barat), namun yang menjadi Homework bagi para intelektual Muslim adalah membuat sintesis baru melalui aspek methatheory yang meliputi epistemologi, ontologi dan perspektif. Pembenahan pada aspek dimensi nilai dan etika harus dapat berkolaborasi dengan ketauhidan dan tanggungjawab ukhrawi. Fungsi komunikasi Islam adalah untuk mewujudkan persamaan makna, dengan demikian akan terjadi perubahan sikap atau tingkah laku pada masyarakat Muslim. Sedangkan ultimate goal dari komunikasi Islam adalah kebahagiaan hidup dunia dan akhirat yang titik tekannya pada aspek komunikan bukan pada komunikator.


DAFTAR BACAAN

Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam. Jakarta: Logos, 1999.
Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995.
Departemen Agama RI., Alquran dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 1989.
Fisher, B. Aubrey. Teori-Teori Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1986.
Ghani, Zulkiple Abd. Islam, Komunikasi dan Teknologi Maklumat. Kuala Lumpur: Utusan Publications & Dist
Hussain, Mohd. Yusof, et.al. Dua Puluh Lima Soal Jawab Mengenai Komunikasi Islam. Jabatan Komunikasi Pembangunan, Pusat Pengembangan dan Pendidikan Lanjutan, University Pertanian Malaysia, 1990.
Sardar, Ziauddin. Tantangan Dunia Islam Abad 21, diterjemahkan dari judul aslinya “Information and the Muslim World: A Strategy for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas Hasan. Bandung: Mizan, 1989.
Sophiaan, Ainur Rofiq. Tantangan Media Informasi Islam, Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis. Surabaya: Risalah Gusti, 1993.
Tehranian, Majid. “Communication Theory and Islamic Perspective”, dalam Wimal Dissanayake (ed.), Communication Theory: The Asian Perspective. Singapore: Mass Communication Research and Information Centre, 1988.


Kamis, 03 Maret 2016

FILASAF AIR (Menang Dengan Mengalah)

"Ibarat air, pemimpin itu harus lebih mendahulukan kelembutan dan ketulusan, bukan kekerasan dan pemaksaan. Pemimpin itu harus mempunyai kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang yang dipimpinnya, sehingga kehadirannya dapat diterima semua golongan"
***
Ada dua buah benda yang bersahabat karib, yaitu besi dan air. Besi seringkali membanggakan dirinya sendiri dan menyom-bongkan diri pada sahabatnya. “Lihat ini aku, aku kuat dan ke-ras. Aku tidak se perti kamu, yang lemah dan lunak,” ucap besi. Air hanya diam mendengarkan tingkah sahabatnya itu.
Suatu hari, besi menantang air berlomba menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana. Aturannya barang siapa yang dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka, maka ia dinyatakan menang.
Rintangan pertama mereka ialah, harus melalui penjaga gua, yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai menunjukkan kekuatannya, ia menabrakkan dirinya ke batu-batu itu. Tetapi karena kekerasannya, batu-batu itu mulai runtuh menyerangnya, dan besipun banyak terluka dalam perlawanan itu.
Air melakukan tugasnya. Ia menetes sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan. Dengan lebut, ia mengikis bebatuan itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu. Ia hanya melubangi seperlunya untuk lewat, tetapi tidak merusak yang lainnya. Skor 1 : 0 untuk kemenangan air dalam rintangan ini.
Rintangan kedua adalah, mereka harus melalui berbagai celah sempit untuk sampai didasar gua. Besi mengubah dirinya menjadi mata bor yang kuat. Ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu. Tetapi, celah-celah tersebut cukup sulit untuk ditembus. Semakin keras ia memutar, memang celah semakin hancur, tetapi ia pun semakin terluka.
Tibalah giliran air. Dengan santainya, ia mengubah diri mengikuti bentuk celah-celah tersebut. Ia mengalir santai. Karena bentuknya yang bisa berubah, ia bisa mengalir melalui celah-celah itu itu dengan leluasa tanpa terluka. Air menang, skor 2 : 0 untuk kekalahan besi dalam tantangan ini.
Rintangan ketiga ialah mereka harus dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua. Besi kesulitan mengatasi rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya ia berkata, skor kita 2 : 0, aku mengakui kehebatanmu jika dapat melalui rintangan terakhir ini.
Airpun mulai menggenang. Sebenarnya ia pun kesulitan mengatasi rintangan ini. Tetapi, air membiarkan sang matahari membantunya menguap. Air terbang dengan ringan menjadi awan dengan bantuan angin yang meniupnya ke seberang, kemudian menjadi mendung, lalu air turun sebagai hujan. Air menang telah atas besi dengan skor 3 : 0.
***
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah jadikan hidup anda seperti air. Air memperoleh sesuatu dengan kelembutan, tanpa merusak dan mengacaukan yang lain. Meskipun ia bergerak pelan dan sedikit demi sedikit, tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras. Ingat, hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih, bukan dengan paksaan dan kekerasan. Kekerasan hanya menimbulkan dendam, dan paksaan hanya menuai keinginan membela diri.
Air selalu mengubah bentuknya sesuai dengan lingkungan. Ia fleksibel dan tidak kaku. Karena itu, ia dapat diterima oleh lingkungannya. Dan, saat air mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah, ia tidak mengandalkan kekuatannya sendiri. Ia dikarunia kemampuan untuk mengubah dirinya menjadi uap.
Air bersifat mengalah, namun selalu tidak pernah kalah. Air mematikan api dan membersihkan kotoran. Jika sekiranya akan terkalahkan, air meloloskan diri dalam bentuk uap dan kembali mengembun. Air merapuhkan besi sehingga hancur menjadi abu. Bila bertemu batu karang, ia akan berbelok untuk kemudian meneruskan perjalannya kembali.
Air dapat menjernihkan udara sehingga angin menjadi mati (saat hujan turun). Air dapat menaklukkan hambatan dengan segala kerendahan hati. Air sadar, tidak ada satu kekuatan pun yang dapat mencegah perjalannya menuju lautan. Air menang dengan mengalah, ia tidak pernah menyerang, namun selalu menang pada akhir perjuangannya.
Air adalah zat yang sangat dibutuhkan oleh manusia agar tetap hidup. Bahkan seluruh makhluk hidup pasti membutuhkan air. Kehadiran air di dunia ini sangat memberikan manfaat besar, penting dan selalu dibutuhkan semua makhluk. Air dapat larut dengan bahan lain untuk memberikan cita rasa yang berbeda-beda, seperti sirup, kopi, teh, atau pun jus.
Tapi air juga sanggup mendatangkan bahaya. Tengok saja, tsunami, banjir dan tanah longsor. Sekali air menunjukkan kekuatannya dalam kemarahan, tidak ada satupun yang sangguh untuk menghentikannya.
So…! Sanggupkan manusia menjadi seperti air? Air yang memberikan manfaat, kesejukan, kenikmatan dan kepuasan saat meneguknya. Bisakah manusia dilebur bersama manusia lain sehingga menjadi unik dan dinamis? Bahkan, dapat menghasilkan karya kritis dan produktif laksana air sungai yang terus mengalir?
Sesungguhnya manusia yang efektif adalah manusia yang berkontribusi bagi sesamanya, tidak diam. Air yang diam akan menjadi kotor dan sumber penyakit.
Karena mempunyai masa, air akan ditarik oleh gaya gravitasi bumi sehingga ia mengalir ke tempat yang lebih rendah. Akan tetapi ketika molekul air mengecil, air bisa menuju tempat yang lebih tinggi, itulah yang terjadi pada proses penguapan air. Setelah molekul air yang menguap berkumpul menjadi awan, lama kelamaan air menjadi berat, akhirnya jatuh menjadi hujan.
Ketika manusia merendahkan diri, maka derajatnya akan naik. Sebaliknya ketika mereka merasa besar, maka derajat mereka akan jatuh. Ada kehidupan dalam air yang mengalir, tetapi di dalam air yang tergenang, terdapat berbagai penyakit. Bahkan, ada yang tidak terdapat kehidupan di dalamnya. Oleh karena itu, manusia harus terus bergerak, karena berhenti berarti penyakit bahkan kematian.
Filsafat air ini sebenarnya adalah guru terhebat bagi seorang pemim pin yang berkeinginan meraih ke-suksesan. Ibarat air, pemimpin itu harus lebih mendahulukan kelem-butan dan ketulusan, bukan keke-rasan dan pemaksaan. Pemimpin itu harus mempunyai kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang yang dipimpinnya, sehingga kehadirannya dapat diterima semua golongan.
Seorang pemimpin dalam meng-hadapi masalah, tidak boleh stagnan atau berhenti pada satu pertimbangan, karena berhenti berakti mati, atau dengan kata lain jika berhenti mencari solusi terbaik, maka keputusan yang diambil tidak akan mendatangkan manfaat seperti yang diharapkan semua orang.

Pemimpin dengan kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki tidak lantas menjadikannya jumawa dan merasa paling benar. Tapi pemimpin itu harus dapat berubah dan memberikan kontribusi serta kesempatan kepada orang lain untuk membantunya. Pemimpin juga harus mampu menghadirkan berbagai taste atau rasa, sehingga orang-orang yang ada disekelilingnya bisa merasakan kehadirannya. Jadi, mari kita belajar kepada air, karena sesungguhnya kita semua adalah pemimpin, dan semoga Allah meridhoi dan membantu kita, amin. (***)     

DIMANA LETAK KEBAHAGIAAN?

“Hati adalah ibarat raja yang memiliki hak veto
dalam memerintah seluruh anggota jasmani untuk
berbuat baik atau jahat”

Manusia selalu mencari dan mengejarnya tanpa kenal lelah, tidak memperdulikan waktu dan tempat. Bahkan terkadang manusia berani menghalalkan segala cara demi untuk meraihnya. Bentuknya juga bervariasi, sebagian menilai sesuatu yang paling dicari manusia itu berbentuk harta berlimpah, jabatan, kekuasaan, keluarga dan anak. Bahkan ada yang menilai sesuatu itu adalah ketaatan dan ketekunan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Sang Maha Pencipta. Apakah sesuatu paling dicari tersebut, dia bernama kebahagiaan.
Kebahagiaan itu bersifat relative – karena sangat ditentukan penilaian masing-masing orang – karenanya bentuk dan cara mendapatkannya juga bermacam-macam. Seorang mahasiswa misalnya akan merasa sangat bahagia saat menyelesaikan studi dan diwisuda. Bagi pasangan pengantin baru, kebahagiaan itu ketika biah cinta mereka menghasilkan putra dan putri yang soleh dan solehah.
Seorang politisi akan merasa bahagia ketika ia sudah menggenggam kekuasaan. Demikian juga pemimpin, ia akan merasa bahagia ketika orang yang dimpimpinnya juga merasakan kebahagiaan. Atau bagi seseorang yang sedang terpuruk karena sakit yang dideritanya, akan merasa sangat bahagia saat mendapatkan kesembuhan. Bagi seorang dosen dan guru akan sangat bahagia saat melihat mahasiswa dan anak didiknya meraih kesuksesan. Dan bagi seorang anak, dia akan bahagia ketika orangtuanya mampu memenuhi segala kebutuhan dan permintaannya atau ia mampu dan berhasil membahagiaan kedua orangtuanya.
Begitulah, kebahagiaan menurut perspektif masing-masing. Justru itu, tidak sedikit orang yang mengatakan kebahagiaan itu tidak selalu ditentukan seberapa banyak harta yang dimiliki, seberapa tinggi jabatan yang diraih dan seberapa besar kekuasaan yang didapatkan. Buktinya, terkadang kita iri kepada seorang tukang becak yang mampu tidur nyenyak dan pulas di atas  becaknya, sementara si kaya raya selalu gelisah dan tidak tenang di atas springbad dan bantal yang empuk dan lembut.
Atau iri melihat seorang petani desa dimana hidupnya terasa indah dan bahagia, padahal ia hanya memiliki sepetak sawah. Namun seseorang yang memiliki perkebunan ratusan hektar, malah terlihat selalu pusing, hidupnya ribet dan terkesan hidupnya selalu dililit masalah.
Lalu pertanyaannya, dimana sebenarnya letak kebahagiaan yang hakiki itu, kebahagiaan yang bisa dinikmati dan dirasakan seluruh manusia? Jawaban pertanyaan tersebut hanya ada pada diri dan perspektif kita sekalian.
***
Konon, pada suatu waktu, Tuhan memanggil malaikatnya sambil memperlihatkan sesuatu, Tuhan berkata, “Ini namanya kebahagiaan, yang sangat bernilai, serta dicari dan diperlukan oleh manusia. Simpanlah ini disuatu tempat, supaya manusia menemukannya sendiri. Jangan taruh di tempat yang terlalu mudah, sebab nanti kebahagiaan ini disia-siakan. Tetapi jangan pula diletakkan di tempat yang terlalu susah, sehingga tidak bisa ditemukan oleh manusia. Dan, yang penting, letakkan kebahagiaan itu di tempat yang bersih”.
Setelah mendapat perintah tersebut, turunlah ketiga malaikat itu langsung ke bumi untuk meletakkan kebahagiaan tersebut. Tetapi, dimana mereka meletakkannya? Malaikat pertama mengusulkan, “Letakkan di puncak gunung yang tinggi.” Tetapi, dua malaikat yang lain kurang setuju. Lalu, malaikat kedua berkata, “Letakkan di dasar samudra.” Usul itupun kurang disepakati. Akhirnya, malaikat ketiga membisikkan usulnya. Ketiga malaikat itu langsung sepakat. Malam itu juga, disaat semua orang sedang tidur, ketiga malaikat itu meletakkan kebahagiaan di tempat yang dibisikkan tadi.
Sejak hari itu, kebahagiaan untuk menusia tersimpan rapi di tempat tersebut. Rupanya, tempat itu itu cukup susah ditemukan. Dari hari kehari, tahun ke tahun, kita terus mencari kebahagiaan. Kita semua ingin menemukan kebahagiaan. Kita ingin merasa bahagia. Tapi, dimana mencarinya?
Ada yang mencari kebahagiaan sambil berwisata ke gunung, di pantai, di tempat yang sunyi, dan di tempat yang ramai. Kita mencari rasa bahagia disana sini; di pertokoan, restoran, tempat ibadah, kolam renang, lapangan olahraga, bioskop, layar televisi, kantor, dan lainnya. Adapula yang mencari kebahagiaan dengan bekerja keras, sebaliknya adapula yang bermalas-malasan. Ada yang ingin merasa bahagia dengan mencari pacar, ada yang mencari gelar, ada yang menciptakan lagu, ada yang mengarang buku, dan lain-lain.
Pokoknya, semua orang ingin menemukan kebahagiaan. Bahkan, pernikahan selalu dihubungkan dengan kebahagiaan. Orang-orang seakan beranggapan bahwa jika belum menikah, berarti belum bahagia. Padahal, semua orang juga tahu bahwa menikah tidaklah identik dengan bahagia. Selain itu, kekayaan sering dihubungkan dengan kebagiaan. Alangkah bahagianya kalau saya punya ini dan itu, pikir kita. Tetapi, ketika sudah memilikinya, kita tahu bahwa benda tersebut tidak memberikan kebahagiaan.
Kebahagiaan itu diletakkan di sebuah tempat oleh tiga malaikat secara rapi. Dimana mereka meletakkannya? Bukan dipuncak gunung, seperti diusulkan oleh malaikat pertama. Bukan di dasar samudra, seperti usulan malaikat kedua. Melainkan, di tempat yang dibisikkan oleh malaikat ketiga. Dimanakan tempatnya? Tempatnya adalah di dalam hati yang bersih.
Oleh sebab itu, jagalah mutu keindahan dan kesucian hati kita. Sebab, jika hati tersebut baik, maka baik pula seluruh tubuh. Sebaliknya, jika hati rusak maka rusaklah seluruh tubuh.
Dunia dan kemewahannya bukan tolok ukur kemuliaan yang sesungguhnya. Sebab, orang-orang yang rusak dan durjana, sekalipun diberi aneka kemewahan yang melimpah ruah oleh Tuhan, tetap merasa tidak bahagia. Kunci bagi orang-orang yang ingin bahagia, benar-benar ingin merasakan lezat dan mulianya hidup, adalah cara memelihara dan merawat keindahan serta kesuciaan kalbunya.
Sebagian tokoh menggolongkan, hati dalam tiga jenis, yaitu, hati yang sehat, hati yang sakit, dan hati yang mati. Seseorang yang memiliki hati sehat, tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Hati tersebut berfungsi optimal dan maksimal, sehingga pemiliknya mampu memilih dan mengolah setiap rencana atas suatu tindakan. Setiap yang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.
Orang yang paling beruntung memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat mengenal Tuhan dengan baik. Semakin cemerlang hatinya, maka ia akan semakin mengenal kekuasaan-Nya, penguasa jagat raya alam semesta ini. Ia akan memiliki mutu pribadi yang sangat hebat dan mempesona. Ia tidak akan pernah menjadi ujub dan takabur ketika mendapatkan sesuatu. Justru sebaliknya, ia akan menjadi orang yang tersyungkur bersujud. Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin rendah hati. Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan.
Semakin bersih hati seseorang, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur. Mendapatkan apapun, meskipun sedikit, ia tidak akan habis-habisnya menyakini bahwa semua ini adalah titipan Tuhan semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabur.
Saya sepakat dengan pernyataan bahwa hati yang bersih adalah hati yang akan membawa kebahagiaan, kesuksesan, kemenangan, dan kedamaian di dunia dan akhirat. Sungguh sukses dan beruntunglah seseorang yang suci hatinya. Hati yang suci akan mudah mengakses dan menerima petunjuk, ampunan, pertolongan, dan berkah demi berkah.
Hati yang bersih akan bercahaya. Hati yang bercahaya akan menerangi pikiran pemiliknya, bicaranya, penglihatannya, pendengarannya, dan tubuhnya. Maka, siapa pun yang mendekatinya akan merasakan berkah dari cahaya yang ada pada dirinya. Hati yang bersih, firasatnya sangat tajam. Setan tidak dapat mengusai hati yang bersih.
Untuk merawat dan memperindah hati yang bercahaya, maka seseorang perlu mempertahankan dan mengamalkan kebajikan. Hati akan terus bersih, bening dan bercahaya jika pemiliknya senantiasa menghindari kejahatan, jauh dari debu-debu iri, dengki, pamer dan sombong, serta menjalani berbagai cobaan dengan hati yang tulus. Hal ini seperti seorang ibu hami yang selalu tulus menahan rasa sakit, lemah tanpa pamrih demi mengandung anak yang ia cintai. Oleh kerana itu, jika kita mencintai permata (hati kita), maka kita harus merawatnya secara terus menerus.
Hati adalah pusat kebaikan dan kejahatan. Hati adalah ibarat raja yang memiliki hak veto dalam memerintah seluruh anggota jasmani untuk berbuat baik atau jahat. Oleh karena itu, bersihkan hati kita dari segala kotoran. Lalu isilah dengan sifat-sifat yang baik agar tetap terang benderang, bersinar, bercahaya, dan senantiasa condong pada kebaikan. (Rivaldo Fortier, belajar kepada serigala/mursal harahap)   
  


Rabu, 02 Maret 2016

SUDAHKAH ANDA MENCAPAI BEP HIDUP?

"Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari kemarin, maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama (dengan kemarin) maka dia telah lalai (merugi), barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari kemarin maka dia terlaknat (binasa)."
Nasehat ini, memberikan gambaran kepada kita semua bahwa dalam hidup ini kita diminta selalu melakukan perhitungan antara keuntungan dan kerugian.  Jika kita mau beruntung, hidup dan kehidupan kita hari ini –di berbagai aspek- harus lebih baik dari hari sebelumnya. Makna lainnya yang dapat diambil dari nasehat tersebut adalah bahwa apapun yang kita lakukan dalam hidup ini harus mempertimbangkan sisi untung dari rugi, baik kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial (hablum minallah dan hablum minannasi).
Dalam istilah ekonomi dan dunia bisnis, ada yang disebut dengan BEP (Break Event Point). Break Even point atau BEP adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari jumlah barang atau jasa yang harus dijual kepada konsumen pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya yang timbul serta mendapatkan keuntungan/profit.
Jika dianalogikan BEP hidup adalah bagaimana kita menghitung antara jumlah kebaikan dan keburukan yang kita lakukan setiap hari. Artinya kita harus menghitung berapa banyak jumlah ibadah dan kebaikan (barang dan jasa) yang harus kita lakukan kepada Allah dan manusia, lalu dipotong dengan dosa dan keburukan (biaya-biaya yang timbul) yang kita lakukan, barulah kita mencapai BEP hidup.
Lalu, untuk apa kita harus mencapai BEP Hidup? Jawabnya tentu agar kita mengetahui apakah nikmat dan rezeki yang berlimpah diberikan Allah Swt, sudah sesuai dengan peruntukannya. Contohnya Allah menciptakan kita adalah untuk menyembah-Nya. Allah menciptakan manusia untuk menjadi pemimpin di dunia. Allah menciptakan manusia untuk melakukan kebajikan yang bermanfaat untuk manusia lain dan sebagainya, dan ini dari sisi hubungan manusia kepada Allah.
Lalu dari sisi hubungan manusia dengan manusia (sosial), maka BEP hidup itu penting untuk mengetahui apakah tujuan, cita-cita dan harapan kita sudah on the track atau sudah berada pada rel/jalur yang benar. Meskipun adalah pertanyaan klise tentang ‘Apa arti dari hidup?’ atau ‘Apakah tujuan hidup itu?’ atau ‘Kenapa kita dilahirkan? Dalam kebanyakan kasus, kita memiliki agenda masing-masing tentang apa yang menjadi tujuan-tujuan dalam hidup kita.

Untuk lebih mendekatkan pemahaman kita, dari sudut pandang spiritual misalnya, terdapat dua alasan dasar tentang mengapa kita dilahirkan. Alasan-alasan inilah yang mendefinisikan tujuan hidup kita yang paling mendasar. Tujuan-tujuan ini adalah untuk menyelesaikan akun/ perhitungan-perhitungan memberi dan menerima (give-and-take account) yang kita miliki dengan berbagai orang.
Sebagian besar dari kita memiliki tujuan hidup masing-masing. Tujuan – tujuan hidup ini mungkin menjadi seorang dokter, menjadi kaya, pepoler atau jabatan prestius, ahli dibidang tertentu, status sosial high class dan lain sebagainya. Apapun tujuannya, bagi sebagian besar kita, lebih banyak tujuan tersebut lebih dominan keduniawiannya. Sistem-sistem pendidikan kita yang ada telah tertata untuk membantu kita mengejar tujuan-tujuan duniawi itu. Sebagai orang tua kita juga menanamkan tujuan hidup duniawi yang sama pada anak-anak kita dengan mendorong mereka untuk belajar dan masuk dalam profesi-profesi yang memberikan mereka manfaat keuangan lebih banyak dibandingkan dengan profesi kita sendiri.
***
Ketika kita sudah mencapai BEP Hidup, maka sesungguhnya kita termasuk orang-orang yang beruntung. Sama seperti dalam bisnis, ketika satu perusahaan sudah mencapai BEP, maka hasil yang diperoleh di atas BEP itu adalah keuntungan murni. Keuntungan yang akan menghantarkan owner, karyawan dan perusahaan tersebut kepada kesuksesan besar.

Kita dalam hidup ini juga seperti itu. Bila ibadah dan kebaikan kita sudah lebih banyak jumlah dari pada kesalahan atau dosa yang kita perbuat, maka kita termasuk orang-orang yang beruntung, dalan akan mencapai sukses besar ditempatkan Allah di surga-Nya pada kehidupan akhirat, dan mendapat ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia ini.  So, sudah hidup kita mencapai BEP?

BAN PESAWAT DAN KEPEMIMPINAN

“Ya, beban seorang pemimpin itu seperti ban atau roda pesawat. Praktis semua beban pada akhirnya seolah-olah ditumpukan kepadanya. Apalagi sedang ada masalah berat, ibarat seperti pesawat mau mendarat. Kalau tidak mampu, seperti ban pesawat, ya pecah meletus. Kalau ia pandai dan mampu, ya, akan mulus-mulus saja. Yang dipimpin juga akan marasa nyaman, senyaman kala kita ketika mendarat dengan mulus karena pilotnya begitu handal,” 
***
Hari itu mereka bertiga; Rubi, Herma dan Kinung hendak pergi keluar kota. Rencananya mau mengajak keluarga, namun karena anak-anak ujian, terpaksa mereka berbagi tugas dengan istri dan suami masing-masing. Apalagi mereka pergi cukup lama, 3-4 hari, memenuhi undangan salah satu sahabat baik mereka, Mitha yang mau mantu, menikahkan anak pertamanya.
Sambil menunggu naik pesawat, mereka duduk-duduk santai di longue, sambil  berbincang dan menyantap makanan kecil. Dari kaca pembatas, sesekali mereka bisa melihat pesawat yang takeoff maupun landing. Tiba-tiba Herma berkata, “Coba perhatikan, ban pesawat itu begitu kecil, jumlahnya pun cuma enam, dua di depan dan empat dibelakang. Tapi beban pesawat, penumpang dan bagasi yang begitu berat mampu ditahannya. Sungguh hebat ban pesawat itu!
“Itu tidak seberapa Ma, coba perhatikan kalau sedang mendarat, betapa besar beban dan gesekan yang terjadi. Itu bisa berlipat kali, dibanding dalam keadaan statis. Tapi ban itu kuat dan tidak pecah. Padahal ban truk-truk gandeng yang jumlahnya belasan, kerap kali harus diganti, hebat memang ban pesawat itu,” komentar Kinung menimpali.
“Ya kualitas bannya memang beda Nung, mungkin harganya juga berlipat-lipat,” Herma menyatakan pendapatnya.
“Betul. Juga kualitas aspal landasan beda dengan jalan raya kita yang amat banyak lubangnya disana sini. Belum lagi dikala musim hujan,”imbuh Kinung.
“Tapi aku kepikiran ucapanmu tadi, Nung. Ketika pesawat itu mendarat, kan bebannya jadi berlipat. Kok ban itu begitu kuatnya ya? Hebat benar kualitasnya,” kata Herma sambil menerawang ke atas pewasat yang sedang hilir mudik.
“Ya benar. Hebat,” jawab Kinung.
“Ada banyak factor penyebab,” kata Rubi yang selama ini diam saja. Pertama, benar seperti kata Herma, kualitas ban pesawat memang istimewa. Kedua, juga benar yang dikatakan Kinung, kualitas landasan pacu jauh lebih bagus ketimbang jalan raya. Ketiga keahlian dari si pilot itu sendiri ketika mendaratkan pesawatnya. Begitu terlatih, sehingga gesekan yang terjadi paling minimal. Akibatnya berat pesawat tidak serta merta terbebankan langsung ke bawah, namun diimbangi putaran ban yang bundar. Dengan kata lain, berat yang ada tersebar, terbagi oleh putaran roda. Faktor keempat, ya bentuk roda yang bundar itu, sehingga bisa berputar sempurna, membagi beban secara sempurna dan menetralisirnya.”
“Hebat. Betul analisa mu Rub,” kata Kinung.
 “Jadi intinya terbagi dan tersebar?!”, kata Herma setengah bertanya.
“Ya,” Jawab Rubi sambil sedikit menganggukkan kepalanya pelan-pelan.
“Terus..?”, kata Herma memancing Rubi seperti biasanya.
“Apa maknanya?”
“Maknanya, hahaha…, kamu ini senangnya mengkait-kaitkan”, jawab Rubi.
“Ayo ceritakan donk, apa yang tiba-tiba ada di kepalamu Rub. Aku kan hafal benar dengan kehebatan mu itu.”kata Herma setengah merajuk manja.
“Ayo Rub, mumpung masih ada waktu nih, kamu tak mungkin menghindar dari tebakan Herma,” desak Kinung.
“Terlintas di benakku kaitan antara ban pesawat dan kepemimpinan,” kata Rubi sungguh-sungguh.
“Wah-wah-wah, sampai sejauh itu Rub?,” kata Kinung.
“Ya, beban seorang pemimpin itu seperti ban atau roda pesawat. Praktis semua beban pada akhirnya seolah-olah ditumpukan kepadanya. Apalagi sedang ada masalah berat, ibarat seperti pesawat mau mendarat. Kalau tidak mampu seperti ban pesawat, ya pecah meletus. Kalau ia pandai dan mampu, ya, akan mulus-mulus saja. Yang dipimpin juga akan marasa nyaman, senyaman kala kita mendarat dengan mulus karena pilotnya begitu handal,” papar Rubi lancar seperti biasanya.
“Cek-cek-cek, Rubi, Rubi, itulah sebabnya aku begitu kagum, cinta, hormat, saying dan sebagainya dan sebagainya kepada mu. Jauh melewati rasa cinta seorang wanita kepada laki-laki,”puji Herma dengan mata berbinar-binar. “Hahaha, Rub, seandainya kamu dulu menyatakan cinta padanya, aku yakin akan diterima dengan tangan terbuka”, canda Kinung sambil tertawa. “Bahkan jika dilakkan sekarang pun, tetap akan diterima dengan suka cita,”sambung Kinung dengan tertawa nakal. “
Husssh, mungkin bisa begitu, tapi jangan terjadi ya Rub. Persahabatan kita jauh melebihi itu semua,”Herma berkata sungguh-sungguh.
Dengan tersenyum Rubi meneruskan penjelasannya, “Pemimpin yang baik bisa belajar dari ban pesawat itu. Ia harus bisa menahan beban dan membaginya, beban atau tanggungjawab seberat apapun akan terasa ringan bila dibagi. Dibagi dengan memberi delegasi wewenang dan tanggungjawab yang jelas, seperti pencapaian kinerja yang baik. Ibaratnya seperti beban pesawat yang terbagi oleh putaran ban yang sempurna dan laju pesawat itu sendiri. Bagaimana membaginya agar adil dan merata? Ya, seperti ban yang bulat sempurna. Adil! Namun kenapa bisa sempurna, karena roda atau bannya berputar. 
Nah putaran itu ibarat kerja, meski bundar kalau statis atau tidak berkinerja, ya berat dan tetap bisa meletus. Terus, seperti kata Kinung jalannya harus baik. Ibaratnya konstitusi kalau bicara Negara atau AD/ART kalau bicara organisasi, harus baik pula. Dan seperti Herma, kualitas ban alias kualitas sang pemimpin itu sendiri, amat sangat menentukan,” pungkas Rubi menutup uraiannya. (bertambah bijak setiap hari, Tuhan sudah pindah alamat?)


JUJUR MUJUR

Mulailah dari diri sendiri untuk berlaku jujursangat bangsa ini sedang miskin kejujuran. Lakukan kejujuran dalam segala hal, meski yang paling kecil, niscaya kelak kita akan menjadi insan yang mujur

Dahulu kala di Negari Yaman, ada seorang pemuda bernama Zabur. Sejak kecil ia sudah rajin sekolah serta tekun belajar mengaji. Atas kesungguhan dan ketekunannya belajar, sehingga ia menjadi santri yang segera dipercaya Kiyai menjadi lurah santri.
Si Zabur dipercaya mengajar kitab dan terjemahannya. Oleh karena sang Kiyai tertarik dengan kepribadian dan kepintaran santrinya itu. Zabur diambil sebagai menantu, dijodohkan dengan anak perempuannya.
Tak berapa lama Kiayi dan Nyai pergi melaksanakan haji untuk beberapa tahun, dan Zabur dipercaya memimpin pondok selama ditinggal haji. Selang beberapa waktu kemudian, Zabur dikaruniai dua orang putra. Kemudian setelah mertuanya kembali dari haji, Zabur diminta menyerahkan kembali pondok itu kepada sang mertua. Tapi Zabur keberatan dan tersinggung dan karena marah, si Zabur pergi dari pondok mertuanya tersebut. Perjalanan Zabur dari pondok sudah cukup lama, ia sudah melawati beberapa negari.
Suatu hari ia sampai di Negari Maskat dan mampir untuk istirahat di rumah Den Wedana. Zabur ditawari menjadi Carik, asalkan berkenan belajar Bahasa Jawa. Ia berkenan, dan karena tekun, ia tidah butuh waktu lama untuk bias menulis Jawa.
Kehadiran Zabur disukai banyak orang dan pengabdiannya diterima dengan baik oleh Den Wedana. Suatu hari, Den Wedana sakit dan Zabur pun mewakilinya memenuhi undangan rapat ke kantor distik. Melihat kepintarannya, Zabur pun ditarik ke distrik dan digaji  dua belas perak (rupiah). Tak lama kemudian ia diangkat menjadi juru tulis, karena juru tulis yang lama meninggal dunia. Namun dalam kesehariannya, Zabur tetap tekun beribadah, tidak seperti priyayi pada umumnya.
Setelah lama Zabur bekerja di distrik dan sering mengikuti rapat di negari itu. Lalu pejabat negari itu meminta Zabur untuk membuat laporan kepada kerajaan tentang jumlah penduduk, hewan ternak dan pajak bulanan.  Ia diminta langsung menyampaikannya kepada bupati dan ia segera berangkat sowan ke Ngarso sang Raja.
Tiba di pendopo Zabur segera dipangging Noto, dan buku laporan telah diterima juru tulis kabupaten. Ketika sang Noto melihat laporan tersebut,  tampak tulisan yang bagus dan rapi model pesisiran gagrak anyar. Sang Noto kepranan, lalu bertanya kepada juru tulis kabupaten tentang siapa yang menulis laporan tersebut. Ki juru tulis matur bahwa penulis laporan itu ia adalah Zabur yang kini sedang sowan. Karena senang, sang bupati lalu mengangkat Zabur menjadi juru tulis kabupaten menggantikan yang lama, yang kini diangkat menjadi asisten Den Wedana. Zabur lalu pindah ke kota dan diangkat sebagai anak angkat raja. Namun Zabur tetap tidak meninggalkan adatnya sebagai seorang santri. Sang Nota yang adil dan bijak itu ternyata senang beribadah, dan Zabur sering diminta menyertai sang Noto pergi beridabah.
Suatu hari, sang Noto melakukan perjalanan keliling negari disertai pejabat negari. Ketika itu Zabur menyambut kepulangan sang Noto di gerbang pelataran. Sesudah sang Aji naik ke pendopo, Zabur menemukan cincin bermata intan yang ia pikir pasti millik sang Bupati. Zabur sgera menghadap dan menyampaikan cincin yang baru ia temukan. Sang Noto tampak gembira dan semakin percaya bahwa Zabur anak yang baik dan dapat dipercaya.
Sang Nota berharap Zabur tidak seperti priyayi-pejabat umumnya, yang jika tampak dipercaya oleh sang Noto, lalu berlaku congkak dan kumawoso. Apalagi jika sudah pegang eska, dihadapan umum jingkrak bagaikan aning, selalu ingin menang sendiri, dan merasa paling pintar dan tak mau dikritik. Padahal, bagaikan orang berpakaian ; iket siji wus ngrambang, jika dibeberkan robek selebar gajah, baju satu luriknya sudah hilang, potongan model Belanda tetapi tangannya panjang sebelah. Jika merokok bungkusnya keluaran pabrik, tapi isinya mbako dan kulit jagung. Itupun diperoleh dari beselan orang yang minta surat ketarangan. Ketika jabatannya dicopot atau sudah pension, orang banyak pun mencibir dan tak peduli lagi.
Suatu hari, kehendak Sang Widipu pun berlaku bagi hamba-Nya. Di hari Jum’at, Sang Noto pergi ke masjid disertai Zabur, yang belakangan seperti tak bisa dipisahkan dari sang Noto. Kebetulan tasbih sang Noto ketinggalan di Puri, dan Zabur pun diminta kembali ke istana mengambil tasbih tersebut. Ia berangka memenuhi tugas tuannya. Setelah sampai ke puri istana, ia langsung menuju kamar tempat tasbih sang Noto berada. Ia terkejut ketika mendapati istri raja sedang bercinta dengan pejabat yang selam ini dikasihi raja. Zabur bingung, apakah yang ia lihat dilaporkan kepada bupati atau tidak?. Jika peristiwa itu dilaporkan, ia mungkin justru celaka. Zabur memutuskan tidak menceritakan apa pun yang ia lihat di puri tersebut. Namun, Garwo Noto ternyata marah ketika perbuatan selingkuhnya di lihat si Zabur, lalu ia menyusun siasat.
Pulang dari masjid, sang Noto langsung masuk puri disambut Garwo. Garwo Padmi pun melaporkan kepada sang Noto dengan membalikkan fakta, dandang dikatakan kuntul  Bahwa tadi ia diganggu oleh Zabur ketika diutus mengambil tasbih. Ketika tasbih diberikan tangannya direngkuhkannya dengan maksud mengajak berbuat tidak baik. Si Garwo menolak dan lebih baik mati daripada berselingkuh. Ia mengusulkan agar Zabur diberi hukuman.
Laporan Garwo ternyata manjur sekali. Bagaikan disambar petir  ditelinganya ketika mendengar laporan tersebut, sang Noto marah besar, walaupun tampak ia diam. Dalam hati, ia berkata, betapa beraninya si Zabur, pegawai baru mengganggu istrinya. Ia berniat menghukum si Zabur. Pagi harinya, sang Noto berniat mengutus si Zabur mengirimkan buah-buahan kepada juragan gamping. Si juragan secara khusus telah dipesan jika utusan itu datang supaya ditangkap dan dimasukkan ke dalam tempat pembakaran gamping. Zabur pun diutus memenuhi tugas tersebut tanpa merasa bahwa itu merupakan jebakan baginya. Ia bergegas menuju juragan memenuhi pesan yang telah disampaikan oleh sang Noto kepadanya kemarin.
Sebelum tiba di tembat pembakaran gamping, Zabur berhenti untuk beribadah di surau pinggir jalan, yang didahului ibadah sunnah. Jeruk paringan sang Prabu untuk juragan gamping ia letakkan di pinggir sumur. Karena lelah seusai beribadah, ia istirahat sebentar, tapi ia tertidur di dalam surau itu.
Di Kedaton, sang Prabu masih menerima beberapa pejabat. Setelah beberapa lama menunggu kepergian Zabur, sang Noto lalu mengutus pejabat yang kemarin meniduri istrinya untuk pergi ke juragan gamping guna meneliti apakah sudah memenuhi perintahnya kemarin. Jika belum dipenuhi, ia diminta untuk memerintahkan agar juragan gamping segera memenuhi perintahnya tersebut.
Si pejabat yang meniduri istri raja itu segera berangkat. Sesampai disurau pinggir jalan, tiba-tiba ia melihat buah jeruk dari raja dipinggir sumur tempat wudhu’, tapi ia tidak melihat Zabur. Setelah clingak clinguk mencari Zabur tidak ketemu, jeruk diambil dan segera dibawa kepada juragan gamping. Dalam hati ia berkata bahwa si Zabur ternyata bukan pegawai yang baik, diutus mengirimkan buah jeruk malak ditinggal dipinggir jalan.
Sesampai di tempat tobong gamping, pejabat tersebut matur bahwa ia diutus raja menyampaikan buah jeruk dengan pesan agar perintah raja kemarin segera dipenuhi. Setelah menerima buah tersebut, si utusan segera ditangkap dan dimasukkan ke tungku pembakaran gamping, dibakar hidup-hidup. Sudah menjadi hukum Yang Agung yang tak bisa diakali, nasib pejabat itupun habis menadi api.
Zabur terperanjat ketika terbangun, mengingat ia sedang diutus sang Noto menyampaikan jeruk kepada juragan gamping. Ia keluar surau mencari jeruk yang tadi tertinggal di tempat wudhu’ tapi tidak juga ketemu. Zabur memutuskan melanjutkan perjalanan ke kampong Pengarong (pembuat maron) dan menyakan kepad juragan gamping apakah perintah raja sudah dipenuhi.
Juragan gamping menjelaskan bahwa perintah raja telah dipenuhi. Utusan pembawa jeruk telah ia masukkan ke tempat pembakaran gamping yang kini terbakar seperti tampak pada warna hijau di dalam api. Juragan meminta Zabur menyampaikan berita kepada sang Prabu bahwa si pembawa jeruk kini sudah menjadi abu.
Mendengar penjelasan juragan gamping, Zabur terkejut. Ternyata sang Prabu punya maksud menghukum bakar dirinya. Ini tentu karena laporan sang Garwo yang memfitnah dirinya. Dalam hati, ia berkata, ternyata Tuhan Yang Maha Melihat telah berlaku adil kepada semua orang. Si Zabur lebih menyerahkan diri, baik-buruk nasibnya dan mati-hidupnya kepada-Nya. Ia memantapkan hati, lalu bersyukur kepada Yang Manon.
Karena itu, hendaklah semua manusia jangan sekali-kali lupa, setiap tingkah lakunya atas empat perkara. Pertama, berbuat baik kepada sesama dan jangan berbuat salah kepada orang lain. Kedua, menepati aturan agama, ketiga selalu berhati sabar dan jangan bosan menyembah-Nya. Keempat tidak mengeluh ketika menghadapi cobaan. Manusi harus berserah diri sepenuhnya kepada-Nya karena seluruh gerak hidup makhluk adalah kehendak Yang Manon.
Di dunia ini, manusia bagaikan berada di dalam sebuah kedung. Minta tolong pada priyayi malah minta bayaran. Seperti halnya seorang dukun yang mengobati orang lain, padahal dirinya tidak bebas dari penyakit. Priyayi yang naik pangkat hingga kedudukan pada akhirnya akan jatuh juga. Sebodoh-bodoh orang ialah yang minta tolong kepada sesamanya. Kalau mau mengaji, mengajilah pada yang alim. Jika mau mendapat uang kerjalah pada orang yang kaya, dan jika ingin menjadi priyayi, maganglah di kantoran. Pekerjaan dan kekuasaan itu berlangsung bersama usaha seseorang.
Zabur sudah tiba di Kedaton. Sang Prabu terkejut ketika melihat Zabur masih hidup. Sesudah memberi hormat seperti layaknya, Zabur menjelaskan semua yang terjadi diawali ia melihat perselingkuhan sang Garwo hingga terbakarnya si pembawa jeruk. Sekarang sang Prabu mengerti bahwa Zabur berhati baik sehingga ia dijaga oleh Tuhan, dan istrinyalah yang berperilaku buruk. Gaji Zabur dinaikkan dan masih diberi hadiah.
Zabur sudah merasa cukup melanglang buana menimba pengalaman, lalu memohon pamit kembali ke anak dan istrinya kerena telah lama ia tinggal pergi. Sang Prabu hatinya terharu sewaktu mendengar Zabur pamit pulang. Sang Prabu memenuhi kehendak Zabur dengan harapan nanti kembali lagi dengan membawa anak dan istrinya. Karena itu barang-barang Zabur diminta tidak usah dibawa. Zabur lalu diberi beberapa bekal untuk keperluannya di jlan dan kebutuhan anak dan istrinya, termasuk bekalnya nanti saat kembali lagi.
***
Bangsa kita saat ini sedang mengalami degradasi kejujuran, tentu jujur dalam hal apapun. Boleh dikata jujur sudah menjadi barang langka, sangkin langkanya, disana sini susah sekali menemukan sosok-sosok yang memiliki kejujuran. Lihat saja para pejabat kita, sudah jelas mereka menyelewengkan uang negara, tetapi malah mengelak. Akhirnya yang yang seharusnya digunakan untuk mensejahterakan Wong Cilik raiblah sudah. Padahal, konon, pekerjaan mereka sejatinya untuk menjalankan aspirasi rakyat dan mensejahterakan rakyat.
Negeri kita saat ini memang sedang dilanda kemiskikan kejujuran. Padahal, kejujuran akan mengalahkan kemujuran. Dengan kejujuran dari semua elemen, bangsa ini akan menuai benih-benih kemakmuran.
Albert Hendra Wijaya pernah mengatakan bahwa jujur adalah sebentuk pengakuan, perkataan dan perbuatan untuk memberi informasi sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Oleh karena itu, mulailah dari diri kita sendiri untuk berlaku jujur sangat bangsa ini sedang miskin kejujuran. Tentu melakukan kejujuran dalam segala hal, meski dari hal yang paling kecil, niscaya kelak kita akan menjadi insan yang mujur.
Kisah lama juga mengajari kita arti jujur. Seorang raja hebat ingain mengabdikan dirinya dalam bentuk lukisan. Maka ia meminta pelukis terhebat untuk membuat lukisan sang raja. Setelah lukisan selesai, raja itu marah-marah. Sebab dalam lukisan itu, tergambar jelas cacat sang raja, raja tidak memiliki daun telinga kiri. Kemudian raja meminta dicarikan pelukis lain yang lebih hebat. Pelukis kedua ini tentu saja telah belajar dari pengalaman pelukis pertama. Setelah selesai lukisan raja, kembali sanga raja memandangi hasil lukisan. Dari lukisan itu tampak jelas bahwa raja memiliki dua daun telinga yang utuh. Raja lebih marah lagi, karena lukisan ini jelas tidak jujur.
Raja meminta lagi untuk dicarikan pelukis yang lebih hebat lagi. Kali ini hadir peluku tua yang berharap lebih bijaksana. Setelah selesai lukisan sang raja memeriksanya. Semua yang hadir sangat taku bila raja kembali marah. Kali ini sang raja tampak tersenyum. Lukisan dirinya tampak gagah dengan menghadap ke samping, sehingga daun telinga kirinya tidak tampak, sedangkan telinga kanannya tampak sempurnya sebagaimana adanya. (Rivaldo Forteri, belajar kepada serigala)