Jumat, 11 Maret 2016

SATU WAKTU DI SEBUAH MASJID

H.Fadly Nurzal, S.Ag bersama Drs. H. Yulizar Parlagutan Lubis, M.Psi usai
melaksanakan shalat asyar bertemu tiga orang anak, yang salah satunya 
bernama Fadly, di Desa Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
Hiruk pikuk Pilkada Gunermur dan Wakil Gubernur Sumut, dengan segala agenda kegiatan untuk bertemu dan menyampa umat diberbagai pelosok Sumatera Utara, tidak membuatnya kehilangan sisi kemanusiaan. Karena memang itu adalah fitrah yang diberikan Allah kepada setiap manusia sebagai seoarang khalifah (pemimpin) di muka bumi ini.
Ada sepenggal kisah sederhana, tapi menurut saya, sarat dengan makna dalam kehidupan. Kisah itu terjadi, di tengah pergumulan dan usaha memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Sumatera Utara, H. Fadly Nurzal, S.Ag berpasangan dengan Chairuman Harahap, SH, MH, pada tahun 2013 silam.
Setelah, melakukan perjalanan panjang dari satu desa ke desa yang lain, sore itu rombongan H, Fadly Nurzal, S.Ag termasuk saya, tiba di Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Di Tanjung Pura, ada beberapa agenda yang harus dihadiri, di antaranya bertemu dengan siswa-siswa Madrasah Aliah Negeri (MAN) Tanjung Pura. Setelah itu, pada malam harinya, menghadiri tabligh akbar dan beberapa agenda silaturrahim dengan tokoh masyarakat di wilayah tersebut. 
Namun sebelum, pelaksanaan berbagai kegiatan tersebut, rombongan terlebih dahulu melaksanakan shalat fardhu Asyar, di salah satu masjid sederhana yang kami lewati. Setelah melaksanakan shalat asyar, Fadly Nurzal yang ketika masih menjabat sebagai Ketua DPW PPP Sumatera Utara didampingi sekretarisnya Drs. H. Yulizar Parlagutan Lubis, M.Psi. bertemu tiga anak kecil desa itu yang kebetulan berada di masjid tempat kami shalat. 
Sesaat setelah keluar dari dalam masjid, Fadly Nurzal bersama Yulizar Parlagutan Lubis, beramahtamah dengan ketiga anak itu. Percakapan diawali dengan pertanyaan yang disampaikan Fadly Nurzal. Siapa nama mu...? tanya Fadly Nurzal. Dengan spontan satu dari anak itu, menjawab : "Nama saya Fadly Pak". Mendengar jawaban itu, Fadly Nurzal dan Yulizar Parlagutan Lubis, langsung tertawa kecil. Setelah itu, Fadly Nurzal berkata, "Akh.. ternyata nama kita sama", sambil mengelus kepala anak tersebut. 
Tidak itu saja, Fadly Nurzal pun langsung mengambil dompetnya, dan mengambil beberapa lembar uang dan menyerahkannya kepada anak yang bernama Fadly tersebut. Fadly Nurzal mengatakan, bagi sama teman mu ya! Si anak yang bernama Fadly itu tampak begitu sangat senang, dia pun tak bisa berkata-kata, sambil tersebut ia mengangguk, sebagai pertanda, akan membagi rezeki yang ia dapatkan kepada dua temannya. Kemudian ketiga anak itu, secara serentak mengucapkan, "Terima kasih ya pak"
Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari percakapan singkat tersebut, ternyata keramahan dan kemauan untuk bersilaturahim dengan siapa pun pasti mendatangkan manfaat dan rezeki. Betapa tidak, ketiga anak itu sama sekali tidak mengenal siapa yang mendatangi dan mengajak mereka berbincang. Tapi karena ketulusan dan kemauan bersilaturahim, akhirnya mereka mendapatkan rezeki yang tidak mereka sangka. 
Dari sisi Fadly Nurzal, kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran, bahwa sesibuk apapun kita mengejar kehidupan dunia, tetap harus kita menyempatkan diri untuk berkomunikasi sesama. Dan jangan pernah menganggap sepela orang lain, meskipun mereka masih anak-anak. Kita tidak pernah tahu, apa hikmah dan rencana Allah dibalik aktivitas yang kita lakukan. Mudah-mudahan kisah singkat ini memberi manfaat dan menjadi iktibar bagi kita semua, amin. (MH)

MEMBANGUN KERJASAMA MENUJU SUKSES

Datang Bersama-Sama Adalah Permulaan. Menjaga Kebersamaan Adalah Kemajuan.
Bekerja Bersama Adalah Kesuksesan.

Kerjasama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama merupakan interaksi yang paling penting karena pada hakikatnya manusia tidaklah bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kerjasama dapat dilakukan manakala individu individu yang bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran untuk bekerjasama guna mencapai kepentingan mereka tersebut. Melaksanakan kerjasama tidak ubahnya seperti pernikahan dimana dalam melaksanakan pernikahan di tuntut untuk saling mengisi satu sama lain, mengisi kekurangan dan kelebihan antara pasangan masing – masing dimana jika hal itu tidak terlaksana dengan baik maka akan berakhir dengan buruk seperti perceraian, dikarenakan tidak lagi sepaham atau sevisi dan misi untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam hal ini kerjasama yang baik seperti membangun tim dimana setiap masing masing anggotanya adalah satu kesatuan yang sama namun mempunyai tugas yang berbeda. Membangun tim bukanlah pekerjaan yang mudah karena didalam membangun tim di butuhkan saling percaya dan saling mendukung satu sama lain. Namun, dalam membangun kerjasama yang baik rasa saling percaya dan saling mendukung bukanlah hal yang cukup, karena selain hal itu masih ada beberapa hal yang harus di lakukan dalam membentuk kesempurnaan membangun kerjasama antara lain sebagai berikut :
1.        Mulailah dengan membangun visi dan misi bersama.
Dalam bentuk kerjasama apapun terlebih lagi dalam bentuk kerjasama dalam bisnis, penting bagi anda dan mitra anda untuk menyatukan visi dan misi dalam bekerjasama sebagai langkah awal yang harus di lakukan. Jika semua pemikiran tidak mengarah kearah yang sama dengan cara yang sama, masalah, halangan dan rintangan pastilah timbul. Motif, pemikiran, ide masing masing orang bisalah berbeda namun untuk tujuan keseluruhan dan metode tentunya haruslah sama. Mulailah dengan meluangkan waktu untuk mendiskusikan visi dan misi perusahaan anda dengan mitra anda dengan cara, carilah beberapa hal yang mampu memberikan energi dan motivasi dalam menjalankan bisnis tersebut, berilah beberapa ide yang menyegarkan, paparkan dengan jelas tujuan dan bagaimana bisnis yang ideal untuk kerjasama yang di lakukan.
2.        Pastikan kebutuhan dan harahapan diungkapkan secara jelas.
Mitra dalam bisnis di perlukan dengan alasan tertentu. Ada yang bekerjasama untuk mendapatkan modal dan untuk mendapatkan keahlian tertentu serta koneksi yang semakin luas. Dan hal ini tidak semuanya terungkap namun, menjadi alasan terpenting yang mendasari kerjasama tersebut. Keahlian, motivasi dan kepribadian orang berbeda-beda, maka penting untuk mendiskusikannya sebelum menjalankan komitmen untuk bekerjasama. Karena kebutuhan dan komitmen individu dapat berubah sewaktu – waktu dan jika hal ini tidak terlaksana maka dipastikan sebelum melaksanakan kerjasama hubungan tersebut akan renggang. Carilah tahu apa yang menjadi keinginan dan yang di harapkan oleh mitra anda dan segeralah untuk memenuhinya, selain itu milikilah rencana lain untuk berjaga – jaga dalam mengantisipasi hal yang tidak di inginkan jika, kepentingan pribadi dan bisnis berubah.
3.        Identifikasi dan manfaatkan kekuatan mitra
Kerjasama terbentuk dengan berbagai alasan, tujuan dan harapan. Oleh karena itu manfaatkanlah keahlian yang ada pada setiap individu, jika terabaikan maka akan menghambat dan menimbulkan perbedaan besar dalam hal motivasi, komitmen. Bahkan kesuksesan bisnis yang menjadi tujuan akhir dari kerjasama tidak akan tercapai. Hal yang perlu dilakukan adalah memperhatikan setiap keahlian masing masing individu kemudian mendiskusikannya guna untuk menambah kakuatan, motivasi, dan energi dalam meningkatkan kesuksesan jangka panjang.
4.        Saling melengkapi.
Dalam kerjasama tentulah terdapat kekurangan kekurangan bisa saja dalam hal strategi, pengembangan produksi/jasa, pemasaran, penjualan, manajemen tim keuangan, admintrasi, dan operasional. Dalam hal ini di perlukan identifikasi kekurangan kerjasama sehingga bisa segera mengantisipasi dengan merekrut tim yang tepat. Lihatlah hal yang menjadi masalah dan jika anda berfikir tidak bisa mengantisipasinya maka diskusikanlah dengan mitra anda untuk mendapatkan solusi yang tepat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
5.        Penetapan tujuan individu dan perusahaan.
Tujuan dari masing-masing individu merupakan langkah awal dalam menetukan tujuan perusahaan. Pastikanlah tujuan yang di susun secara terstruktur dan mendukung ekspektasi terhadap bisnis tersebut. Lihat dan perbaharui setiap tujuan perusahan bersama mitra bisnis, berikan dukungan dalam menentukan tujuan individu yang akan mendukung tujuan bersama dan perusahaan dengan membuat komitmen pada tujuan masing-masing sehingga pada nantinya tidak akan timbul pertanyaan siapa yang akan bertanggung jawab atas masalah yang timbul dalam setiap bentuk kerjasama.
6.        Segera atasi perselisihan, kekecewaan, dan frustasi dengan baik
Perselisihan yang terjadi akibat ketidak sepahaman serta perbedaan pendapat pasti terjadi dalam sekala besar ataupun kecil. Penanganan yang baik serta efektif adalah kunci untuk menjaga semuanya tetap stabil, dan menjaga kemitraan agar tetap baik. Perasaan benci jangan sampai tumbuh dan berkembang antara satu dengan yang lainnya, dengan membuat aturan dimana masing-masing dapat melakukan pendekatan pada yang lainnya sehingga tercipta suasana seperti dalam satu keluarga. Akan terasa sulit terkadang untuk membangun suasana tersebut, maka dari itu hendaklah buat agenda atau jadwal dimana agenda tersebut bertujuan untuk refreshing, duduk bersama bercerita saling santai guna melepas sejenak penat yang ada serta membicarakan pandangan yang perlu di sampaikan dan usahakan semua anggota dapat berkumpul.
7.        Tentukan  job description untuk masing-masing mitra bisnis.
Penentuan peran kerja yang bertujuan untuk meberikan tugas pokok kepada setiap mitra agar bekerja dan bertanggung jawab sesuai dengan apa yang telah ditentukan. Sumber utama kekecewaan dalam bermitra bisnis ialah ketidak jelasan peran kerja dimana daftar tugas kerja tidak terperinci dengan pasti dan tetap. Oleh karena itu kita harus mendefenisikan dengan jelas tugas yang akan dilakukan dan pastikan mitra bisnis anda melakukan hal yang sama. Dari hal inilah anda dapat bertanggung jawab pada diri sendiri, satu sama lain dan pada bisnis serta pastikanlah semua pekerjaan sudah ada yang mengerjakannya.

Sejatinya kerjasama yang baik akan bertahan lama dan hendaknya di bangun dari rasa saling percaya antara satu dengan lainnya. Kerjasama yang baik merupakan unsur pokok dari kesuksesan maka dari itu di perlukan perawatan yang tepat. Jika kerjasama dirawat dengan cara yang tepat maka kerjasama tersebut menjadikan anda lebih kuat dan jika sebaliknya, kerjasama yang di rawat dengan cara yang salah maka akan menjadikan anda semakin lemah. Kerjasama adalah sama-sama bekerja bukan mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi. Di setiap kesuksesan orang besar tedapat jasa-jasa orang yang bekerjasama dalam kesuksean tersebut karena orang hebat atau orang berjiwa besar tahu bahwa mereka tidak hebat dengan sendirinya, oleh karena itu mereka bekerjasama untuk menutupi kekurangan dan yang tampak hanya kehebatan. ( Firman, S.Hi)

TENTUKAN MASA TUAMU PADA MASA MUDAMU

Masa muda adalah waktu seorang hamba dalam posisi prima, baik dalam pemikiran, tindakan dan sikap. Masa muda juga masa-masa terindah dalam kehidupan seseorang, karena pada waktu muda, seorang membangun pondasi masa depannya. Sukses dan tidak sukses pada masa tua, dilihat pada masa mudanya. Maka tidak salah diajarkan untuk memanfaatkan masa muda sebelum datang masa tua. 
Pada masa muda juga dibentuk karakter diri serta arah masa depan. Maka benarlah Presiden RI pertama Soekarno mengatakan “Berikan aku pemuda, akan kugoncang dunia”. Begitulah besarnya kekuatan yang dimiliki pemuda.Namun sebagai seorang muslim, tentu harus memahami bahwa sebesar apapun kekuatan yang dimiliki, semuanya tidak terlepas dari kekuasaan Allah. Karena Allah yang mengatur dan menentukan kekuatan hamba-Nya. Oleh karena itu, dalam Islam diajarkan, dilarang bersifat sombong dan angkuh. 
Meskipun secara manusiawi, masa muda, adalah masa dimana seseorang memiliki kekuatan, keberanian dan sifat kritis. Idealisme pun merupakan salah satu ciri dari watak anak muda. Itu cita-cita murni seorang pemuda yang tertanam kuat didalam hati sanubari untuk mencapai kejayaan bagi semua umat.
Tan Malaka menyebutkan bahwa “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda”. Kekuatan, keberanian serta sifat kritis tertanam dalam jiwa anak muda untuk melakukan terobosan berdasarkan obyektifitas dan rasionalitas. Dalam sebuah syair disebutkan Subbanul yaumi rijalul ghaddi” (pemuda hari ini pemimpin masa depan). Di tangan pemuda terletak segala urusan umat, dan dikedua kakinya terletak kejayaan umat.
Pemuda adalah generasi PENGGANTI bukan generasi PENERUS!”. Karena pemuda lah yang melakukan perbaikan kearah lebih baik. Tugas dan beban berat itu harus dilakoni pemuda dalam rangka melakukan perubahan. Sejarah telah menorehkan catatan perjalanan pemuda, dimana ketika masa mudanya penuh pengorbanan dan perjuangan guna mencapai kejayaan. Pemuda dipastikan memberdayakan seluruh potensinya.
Bung Hatta pernah berkata, "Pemuda–pemuda memiliki jiwa yang murni. Pemuda hanya ingin melihat pelaksanaan secara jujur yang telah dijanjikan pemimpin kepada rakyat. Dan salah satu peran penting yang diemban pemuda adalah  menjadi "agent of social control"
Atas dasar itu, sangat dibutuhkan kehadiran pemuda–pemuda yang sadar untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Itu merupakan fungsi mendasar pemuda sebagai garda terdepan pembawa pembaharuan dengan ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk menciptakan kemaslahatan bagi orang banyak. 
Disamping itu, juga sangat diperlukan  nasehat, dukungan maupun masukan dari setiap elemen masyarakat. Sebab pengalaman adalah guru terbaik yang dapat mendewasakan serta mematangkan pimikiran, agar dalam setiap pengambilan keputusan kita bisa lebih berhati hati.
Tuntutan bagi seorang pemuda bukan memperlihatkan sebesar apa kekuatannya, keberanian, serta sifat kritis. Tapi dari seorang pemuda dituntut kemauan dan kemampuan menyuarakan maupun mengajak umat melakukan pembaharuan. Seperti yang sudah dilakukan para tokoh bangsa, dalam mengawal dan memproses kemerdekaan Indonesia dari cengkraman penajajah. Sejarah mencatat, Bung Karno, Bung Hatta serta sejumlah tokoh lainnya telah menunjukkan apa yang seharusnya dilakukan demi kejayaan Bangsa Indonesia. Begitu juga R.A. Kartini, ia kenal sebagai pejuang kaum perempuan Indonesia. R.A. Kartini wafat dalam usia muda, dengan usia yang relatif singkat, ia bisa melahirkan perubahan melului pemikirannya.
Padahal perjuangan dan cita-cita RA Kartini, merealisasikannya tidak semudah membalik telapak tangan. Bangsa penjajah yang melihat gerakan dan perjuangan RA Kartini mampu membahanyakan eksistensi mereka di negeri, tidak letih menghalangi. Bahkan menghalalkan segala tindakan sebagai upaya menggagalkan misi RA Kartini. 
Meski aral menghalang, RA Kartini sebagai bagian dari pemuda Indonesia tetap maju melangkah. Hingga pada akirnya, usaha-usaha RA Kartini membuahkan hasil yakni berhasil mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan Indonesia.
Sama seperti yang pernah disampaikan Harriet Beecher Stowe. “Masa lalu, sekarang, dan yang akan datang sebenarnya satu, mereka adalah hari ini’. Pandangan ini sama dengan nasihat para orang-orang bijak yang mengatakan, “Apa yang disemai, itu yang akan dituai”. Jika pada masa muda kita menyemai benih-benih kejayaan dan kebahasilan, maka pada hari tua kita akan menuai atau memanen kejayaan pula. 
Jika kita kaitkan dengan metode menuntut ilmu pengetahuan, masa yang lebih tepat, itu pada usia muda. Seperti nasehat yang dirangkai dalam syair, “Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar di waktu tua, bagai mengukir di atas air’. Semua kondisi itu, sangat tergantung atas pilihan kita. Jika kita ingin senang pada hari tua, kita harus berjaya pada masa muda. Ingin berjaya pada masa muda, seluruh pontensi yang dimiliki harus digerakkan untuk meraih kejayaan. (Hikmatiar Harahapmahasiswa Fakultas Syari’ah jurusan Akhwalu al Syakhsiyah)

Rabu, 09 Maret 2016

HEGEMONI MEDIA SOSIAL

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, hegemoni bermakna “Pengaruh Kepemimpinan, “Dominasi” dan “Kekuasaan”, dan sebagainya, suatu Negara ke Negara lain (Negara bagian).
Secara garis besar, media sosial atau jejaring sosial adalah sebuah platform dan teknologi yang memungkinkan dibuatnya konten interaktif, kolaborasi, dan pertukaran informasi antara para penggunanya serta semua itu berbasis internet. Selain itu masih ada beberapa pendapat tentang media sosial, di antaranya Chris Garrett berpendapat bahwa; Media sosial adalah alat, jasa, dan komunikasi yang memfasilitasi hubungan antara orang satu dengan yang lain serta memiliki kepentingan atau ketertarikan yang sama.
Dari beberapa penjelasan tersebut,  hegemoni media sosial dapat dipahami sebagai pengaruh, dominasi dan kekuasaan teknologi berbasis internet yang digunakan sebagai alat interkatif atau pertukaran informasi untuk mencapai suatu kepentingan.
Di era digital dan virtual sekarang ini dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi, media sosial sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Apalagi dengan adanya dukungan dari smartphone atau seluler pintar, yang menyediakan sejumlah fitur-fitur media sosial. Mulai dari Facebook, BBM (Blackberry Messenger) instagram, Line, Whatsapp, twitter dan lain sebagainya. Kehadiran fitur teknologi smartphone ini, menjadikan kehidupan sosial masyarakat tidak lagi terbatas oleh waktu dan tempat.
Untuk menyampaikan ide, gagasan, propaganda dan agitasi saat ini tidak wajib lagi melakukan tatap muka (face to face), tinggal tekan tombol keypad di smartphone atau laptop atau computer, semua sudah bisa dilakukan. Berbagi informasi, berita, gambar sampai video lebih mudah, termasuk menyebarkan propaganda dan agitasi untuk mempengaruhi masyarakat.
Pemanfaatan media sosial, juga sudah merambah seluruh pemilik kepentingan, mulai dari perusahaan, bisnisman, partai politik, pemerintahan dan bahkan warga masyarakat pun sudah menggunakan media sosial untuk mencapai tujuannya. Wahana ini diambil karena media sosial dengan segala keunggulan teknologinya, sudah masuk ke kamar dan teras rumah, dan tidak terbatas pada kelompok usia dewasa, tapi seluruh kelompok umur.
Trend menggunakan media sosial untuk mencapai kepentingan dan tujuan yang begitu besar, dengen sendirinya menciptakan media sosial membenetuk hegemoni yang sangat luar biasa. Dampak berikutnya hegemoni media sosial kini sudah menyatu dalam system kehidupan masyarakat. Penyatuan itu dapat dilihat dari kedekatan media sosial dengan hidup dan kehidupan – disetiap tempat dan waktu serta kesempatan- masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan melihat pengguna media sosial menggunakan media sosial untuk berinteraksi dan pertukaran informasi.  Atau hanya sekedar bertegur sapa untuk menanyakan kabar yang di dalam bahasa agama Islam dikenal dengan silaturrahim.
Memang setiap kehadiran terknologi selalu lekat dengan dua kemungkinan, yakni dimanfaatkan untuk kemudahan dan kehamonisan kehidupan disatu sisi, dan disisi yang lain teknologi seperti media sosial juga dapat digunakan untuk berbuat ke-mafsadat-an (keburukan/ kejahatan/ kemaksiatan). Artinya, teknologi media sosial hanya berfungsi sebagai alat, hasilnya sangat tergantung kepada orang yang menggunakan alat tersebut.
Banyak case dan peristiwa yang mengalir lewat penggunaan media sosial, seperti penghinaan, pencemaran nama baik, tindak pidana, termasuk didalamnya nasehat kebaikan, penyampaian nilai-nilai keagamaan dan lainnya. Ibarat parit, ia hanya menyediakan saluran bagi air agar dapat bergerak sesuai dengan arah dan keinginan, tapi parit tidak akan pernah bertanya kepada air, apa saja yang akan dibawanya saat melintas.
Dalam perubahan perilaku sosial masyarakat, media sosial memiliki kekuatan dalam mengupayakan perubahan di masyarakat. Tidak hanya perubahan di dalam skop kecil, perubahan juga terjadi dalam ranah yang luas, misalnya dalam kenegaraan. Kejadian musim semi di Arab (Arab Springs) yang menumbuhkan kesadaran demokrasi di Timur Tengah juga dipicu oleh gerakan melawan tirani yang dimulai dalam hashtag Twitter atau Facebook.
Era globalisasi seperti sekarang  peran media sosial sangatlah besar dimana perdagangan bebas, pergeseran budaya dan peradaban menjadi hal biasa. Masyarakat bisa mengetahui semua informasi melalui media sosial. Media sosial yang saat ini menjadi pusat dari segala informasi adalah internet. Dengan internet dapat mengetahui tentang apa saja yang  terjadi di berbagai belahan dunia. Jejaring sosial menjadi trend yang berkembang baik itu facebook, twitter, plurk, blog, papperdrink, saling sapa, skype dan masih banyak  lagi. Ini menjadi topik utama yang diperbincangkan mulai dari anak-anak sampai orang tua. Sebagian besar orang memiliki jejaring sosial dan menjadikannya sebagai sarana memperbanyak teman, mencari pasangan hidup, tempat curhat, syiar agama, onlineshop , mendapatkan hiburan,  berbagai ilmu pengetahuan dan lain-lainnya. Banyak kriminalitas yang juga terjadi pada jejaring sosial seperti penculikan, penipuan, plagiat, pembajakan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa media sosial merupakan media yang paling mempengaruhi, banyak orang yang mencurahkan sebagian hidupnya di media sosial dengan itu pula sebagian orang mencari nafkah untuk keluarga mereka.
Begitulah kuatnya hegemoni media sosial, sampai mengalahkan pengaruh keluarga, yang sejak kecil kita telah berada di dalamnya. Mengabaikan ajaran agama yang menjadi pedoman hidup, bahkan menyakiti dan mendzalimi orang-orang yang berada di lingkungan sekitar kita. Gejala teranyar saat ini, potensi perpecahan bangsa dan agama terjadi karena faktor media sosial.
Inilah fakta yang terjadi saat ini, ibarat kata, jika kita ingin populer, berpengaruh, di kenal di seantero dunia, manfaatkan media sosial. Ingin menjadi Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati, politisi bahkan pengusaha sukses, maka jangan tinggalkan media sosial. Sebab hegemoni media sosial dapat mengalahkan siapa dan apa saja.
Jika dikaitkan dengan euphoria demokrasi dan politik saat ini, seperti menjelang Pilkada DKI Jakarta, tidak dapat dinafikan, peran media sosial sangat luar biasa. Di ranah media sosial, yang salah bisa menjadi benar dan dipuja puji, sebaliknya yang benar bisa jadi pencundang dan menjadi bahan olok-olokan, bahkan sasaran bully. Orang yang berani melawan arus opini media sosial, ia akan dicibir, dipinggirkan dan disingkirkan, meskipun ia adalah orang baik yang bertujuan ingin melakukan perubahan lebih baik kepada masyarakat. (***)

Selasa, 08 Maret 2016

INGAT...! TIDAK ADA ISI ULANG 'PULSA UMUR'

Bagi masyarakat pengguna handphone atau telepon genggam, istilah isi ulang pulsa sudah sangat familiar. Terutama bagi mereka yang menggunakan kartu pra bayar. Ada yang melakukan pengisian pulsa secara rutin setiap bulan, ada pula mengisi pulsa saat pulsanya habis. Bisa dengan cara manual, bisa juga dengan sistem elektrik. Apa pun metode atau caranya, pastinya setiap pengguna handphone, pernah melakukan pengisian ulang pulsa.Namun untuk urusan umur atau usia dan istilah lain yang digunakan, itu mutlak urusan Sang Maha Canggih, yang menciptakan manusia yang membuat sistem pengisian ulang pulsa. Sebab, yang menentukan seseorang telah habis umurnya hanya Allah Swt. Suatu waktu, ketika diskusi kecil dengan Drs. H. Armia Yusuf, di ruangan Wakil Dekan III Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut, saya dan Wakil Dekan III Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sumut DR. Zulham S.HI, M, Hum, mendengar satu isitilah, yang terkesan biasa saja tapi memiliki makna yang sangat luar biasa. Istilah yang dicetuskan Bang Armia - pangggilan akrab Drs. H. Armia Yusuf- adalah 'pulsa' umur. Kira-kira kalimatnya seperti ini, "Apa yang kita sombongkan hidup di dunia ini, apa yang kita layak bangga-banggakan. Hidup di dunia ini hanya sementara, apa yang kita miliki, merupakan amanah dari Allah. Apalagi, kita tidak bisa melakukan isi ulang pulsa umur," Saat istilah itu disebutkan Bang Armia, untuk sesaat, kami secara spontan tertawa bersama. Sejurus kemudian, mengangguk tanda setuju dengan istilah tersebut. "iya ya, mana bisa kita melakukan isi ulang pulsa umur, karena umur adalah urusan dan ketentuan dari Sang Maha Pencipta".Kemudian, Bang Armia melanjutkan penjelasannya. "Andailah, kita diberi Allah kewenangan untuk melakukan isi ulang pulsa umur, saya yakin para konglomerat, milliyuner, bisnisman dan para aghniya, pasti berbondong-bondong untuk melakukan isi ulang pulsa umur. Saya yakin, alm Presiden Soeharto misalnya, tidak akan ragu menghabiskan setengah dari kekayaannya untuk membayar pulsa umur bagi almh Hj. Ibu Tien. Atau alm Soeharto juga tidak akan ragu menghabiskan seluruh hartanya untuk bisa membeli isi ulang pulsa umurnya," kata Bang Armia menuntaskan penjelasannya.Nasehat Bang Armia selanjutnya adalah, bagi kita yang masih memiliki stok umur, wajib hukumnya memanfaatkannya sebaik mungkin. "Adinda Mursal dan Zulham masih muda, untuk itu teruslah berkarya dan berbuat baik, sebelum alaram dan limit waktu umur mendekati masa tenggang atau masa berlaku,"ucapnya, yang dengan spontan, kami jawab siap bang!, dan terima kasih atas nasehatnya. ***Alangkah cepatnya jam demi jam dalam satu hari, alangkah cepatnya hari demi hari dalam satu bulan, alangkah cepatnya bulan demi bulan dalam satu tahun, alangkah cepatnya tahun demi tahun dalam umur manusia,” ujar Ali bin Abi Thalib. Umur adalah jumlah pergantian tahun yang kita alami. Kita menghitung umur dari jumlah pergantian tahun yang kita lewati. Karena itu, pergantian tahun sepatutnya menjadi tonggak-tonggak utama buat merenungkan umur.Jadi, jam demi jam yang kita lewati adalah lemari-lemari yang lewat di depan kita. Terserah kepada kita untuk mengisi lemari itu dengan amal saleh atau kemaksiatan, atau kita membiarkannya lewat begitu saja. Dengan begitu, umur adalah “assets” sekaligus “liabilities”.Anda bisa beruntung dan celaka  dengan umur panjang Anda; bergantung kepada kualitasnya. Umur ditentukan oleh mutunya, bukan panjangnya. Nabi SAW menyimpulkannya dalam dua kalimat yang indah, “Manusia yang paling baik ialah yang panjang umurnya dan baik amalnya. Manusia yang paling buruk ialah yang panjang umurnya dan buruk amalnya.”Allah SWT berfirman :Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan. (Q.S. Al-Anbiyaa’ : 35)Dan waktu kita hidup di dunia ini sudah ditetapkan-Nya jauh sebelum Dia menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Sehingga kita tidak bisa menambah atau pun mengurangi umur kita dengan cara apapun, misalnya dengan berdiam diri di suatu menara yang kokoh sehingga umur kita lebih awet. Tentu tidak bisa, karena apa? Karena umur kita itu sudah ditetapkan-Nya di Lauh Mahfudzh."Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah". (Q.S. Faathir : 11)“Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematian- nya ( QS. Al Munafiquun : 11 )قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۗ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۚ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَKatakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya). (QS: Yunus ; 49).Begitulah, manusia dapat mati kapan saja, tidak pandang usia, apakah bayi, muda atau tua, semua akan mati bila ajal tiba. Cara matinya pun bermacam-macam. Ada yang meninggal di tempat tidurnya sendiri di rumahnya, ada yang meninggal di atas perut seorang pelacur, ada yang mati tertabrak pesawat yang jatuh, ada yang meninggal karena tertembak polisi saat melarikan diri karena berbuat kejahatan. Ada yang mati di meja operasi, ada ibu yang kehilangan nyawa saat melahirkan. Ada yang tewas dalam kecelakaan pesawat udara, tenggelam di laut dan sebagainya. Ada orang yang meninggal ketika masih dalam kandungan, ada orang yang meninggal sesaat setelah dilahirkan. Ada yang meninggal di usia balita, atau di usia remaja. Ada yang meninggal hanya beberapa hari sebelum rencana pernikahannya.Tapi kematian yang paling indah adalah saat berjuang di jalan Allah atau saat menjalankan ibadah. Insya Allah meninggal dengan khusnul khotimah. Begitulah, kematian merupakan rahasia Allah, Hanya Allah yang tahu kapan kita mati, dimana dan dengan cara apa. Oleh karena itu, mestinya kita harus selalu siap kapan saja ajal akan menjemput kita.Caranya?. Perbanyaklah amal ibadah dan selalu mengingat mati. Hadist Rasulullah SAW menyatakan bahwa, orang yang pintar bukan seorang profesor atau doktor, tetapi orang yang selalu ingat bahwa dia akan mati, dan dia telah menyiapkan diri untuk menyambut kematian itu.Bila kematian dan habisnya jumlah umur kita, merupakan rahasia dan ketentuan dari Allah Swt, apalagi kita tidak diberi kewenangan untuk melakkukan isi ulang pulsa umur kita, sudah selayaknyalah kita semua melakukan persiapan menyambut kematian. Jangan pernah kita sia-siakan umur kita untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat, sama seperti ketika masih punya pulsa, jangan habiskan untuk sesuatu yang tidak berguna. Barakallah!!!





Senin, 07 Maret 2016

KHAWARIJ DAN MU’TAZILAH

A.    Pengantar

Dalam catatan sejarah pemicu lahirnya aliran-aliran teologi bukan didasari atas perbedaan pendapat tentang permasalahan ajaran agama, tapi terjadi dikarenakan persoalan politik. Sewaktu Nabi Muhammad Saw masih hidup tidak ada persoalan yang muncul, baik terkait hukum, pemerintahan dan sosial, sebab Muhammad, selain rasul, Nabi Muhammad Saw juga kepala negara, hakim (yudikatif/hakim atau pemutus perkara), tokoh agama dan masyarakat.

Sesudah Nabi Muhammad wafat, harus ada yang menggantikannya untuk menjadi kepala Negara, karena dalam posisi sebagai Rasul kedudukannya tidak tergantikan. Dalam sejarah diketahui, yang menggantikan Nabi, pertama adalah sahabat Abu Bakr Siddiq ra dengan gelar khalifah. Setelah Abu Bakr wafat, digantikan Umar Bin Khattab dan kemudian Utsman Bin Affan.

Pada masa khalifah Utsman Bin Affan awal munculnya persoalan politik. Hingga masa Ali bin Abi Thalib, persoalan politik terus terjadinya perbedaan-perbedaan yang ujung berakhir pada lahirnya kelompok atau aliran-aliran dengan paham masing-masing. Mulai dari kelompok Khawarij, Mu’awiyah, Syiah, Mu’tazilah, Jabariyah dan Qodariyah, dll.

 

B.     Khawarij

1. Sejarah Munculnya

Orang-orang Khawarij, awalnya merupakan bagian dari barisan Ali bin Abi Thalib yang kemudian keluar dari barisan karena tidak sependapat dengan kebijakan Ali bin Abi Thalib yang menerima Atbitrase (tahkim) dalam menyelesaikan peperangan.

Disebutkan, setelah Ustman bin Affan wafat, Ali bin Abi Thalib merupakan calon kuat untuk menggantikannya dan menjadi khalifah keempat. Namun mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang juga berambisi menjadi khalifah.  Di antaranya Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat dukungan politik dan Aisyah ra. Namun dalam peperangan, Talhah mati terbunuh.

Tantangan kedua datang dari kelompok Mu’awiyah –keluarga terdekat Ustman bin Affan - yang saat itu menjabat sebagai gubernur Damaskus. Mu’awiyah tidak menerima Ali sebagai khalifah, karena menurutnya Ali terlibat dalam pembunuhan Ustman bin Affan. Persoalan inilah yang kemudian memicu terjadi perang siffin.[1]

Tentara Ali berhasil mendesak pasukan Mu’awiyah hingga melarikan diri. Namun tangan kanan Mu’awiyah, Amr Ibn al-Aas meminta berdamai, dan imam-iman yang ada di kelompok Ali mendesak agar tawaran itu diterima. Hingga kemudian disepakatilah, penyelesaian perang dengan Arbitrase. Mewakili Mu’awiyah ditunjuk Amr Ibn al-Aas dan dari kelompok Ali diutus Abu Musa Al-Asya’aru.

Pada saat mengumumkan kesepakatan, Abu Musa Al-Asya’ari mengatakan mereka sepakat menjatuhkan kepemimpinan Ali dan Mu’awiyah. Namun saat Amr Ibn al-Aas berbicara, disampaiknnya, bahwa ia hanya sepakat menjatuhkan Ali dan menolak menjatuhkan Mu’awiyah.

Pasukan Ali bin Abi Thalib yang tidak menyetujui kebijakan arbitrase kemudian mengasingkan diri dan keluar dari barisan, kemudian dikenal dengan sebutan Khawarij atau orang-orang yang keluar dari  barisan. Kelompok yang tetap bersama Ali disebut kelompok Syi’ah, sementara Mu’awiyah menciptakan kelompok sendiri.[2]

Ada juga yang menyebut, dinamakan Khawarij karena telah keluar (kharaja, kharij, khawarij) dari barisan. Menurut mereka, para pendukung Tahkim atau Arbitrase adalah orang-orang yang sudah melakukan dosa besar, dan para pelaku dosa besar adalah kafir.

Dalam pemahaman Khawarij, semua masalah antara Ali dan Mu’awiyah harus diselesaikan dengan merujuk kepada hukum-hukum Allah yang tertuang dalam Surah al-Maidah Ayat 44. ”Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir”. Berdasarkan ayat ini, Ali, Mu’awiyah dan orang-orang yang menyetujui tahkim telah menjadi kafir karena mereka dalam memutuskan perkara tidak merujuk Al-Qur’an.
Berawal dari persoalan politik inilah, kaum khawarij mulai memasuki persoalan teologi, ketika mereka menganggap orang –orang yang terlibat arbitrase telah menjadi kafir. Di sini mereka memasuki persoalan kafir yang secara umum dapat gambarkan, ”Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka, bila tidak mau, ia wajib diperangi.[3]

2. Doktrin atau Pemikiran Khawarij

Pemikiran Khawarij tidak hanya menyangkut masalah teologi tetapi juga mencakup wilayah sosial dan politik. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, aliran ini muncul berawal dari peristiwa arbitrse antara Ali dan Muawiyah. Sejak itu kaum Khawarij mulai memunculkan doktrin yang berbicara politik, khususnya mengenai kepala negara (khilafah).
Dalam pemahanan berpolitik, Khawarij lebih bersifat demokratis. Menurut mereka, khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukan hanya orang Arab atau Quraisy saja, tetapi siapapun, asal Islam sekalipun budak, jika memang terpilih maka boleh memegang jabatan khalifah. Dengan catatan harus adil dan menjalankan kekuasaan sesuai syariat Islam.
Atas dasar itu, kaum Khawarij mengakui kekhalifahan Abu Bakr Siddiq dan Umar Ibn Al-Khatab, karena menilai keduanya tidak menyimpang dari Islam. Sedangkan Usman Ibn Affan dianggap menyeleweng mulai dari tahun ke tujuh masa kekhalifahannya dan Ali dianggap menyeleweng setelah peristiwa arbitrase.
Paham politik Khawarij ini tentu sangat berlawanan dengan paham yang umum pada waktu itu, dimana pemimpin dipilih berdasarkan suku atau golongan. Dari sini kita dapat mengambil pelajaran, Khawarij sebagian besar suku Badui yang dianggap terbelakang dan minoritas, namun berani dan mampu mengeluarkan ide tentang kepemimpinan yang demokratis, walaupun paham itu berlawanan dengan paham otoritas yang berkuasa.
Namun, walaupun Khawarij menganut demokrasi, tetapi mereka tidak bisa meninggalkan karakter dan watak sebagai suku Arab Badui yang bengis dan suka kekerasan. Mereka selalu menggunakan cara-cara anarkisme dalam menghadapi memimpin yang mereka anggap menyeleweng.[4]
Di bidang sosial, Khawarij juga memiliki doktrin, meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam pemikiran Khawarij masih perlu dilakukan kajian mendalam. Doktrin ini dianggap memperlihatkan kesalehan asli kaum Khawarij yang memunculkan asumsi mereka adalah orang-orang  yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama. Kaum Khawarij, cenderung berwatak tekstualitas, sehingga menjadi kelompok fundamentalis. Namun kesan itu tidak tampak pada doktrin sosial Khawarij, seperti:
1.      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
2.      Amar Ma’ruf Nahi Munkar
3.      Manusia bebas memutuskan perbuatan, bukan dari Tuhan[5]
Jika doktrin sosial di atas memang benar-benar dimiliki Khawarij, maka Khawarij bisa dimasukkan dalam golongan liberal. Sebab dari doktrin sosial di atas, kita dapat meminjam semangat pembebasan Khawarij dalam melakukan perlawanan terhadap penguasa yang dzalim.
Selanjutnya terkait doktrin teologi, Khawarij pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Doktrin teologi ini lahir atas kepentingan politik. Doktrin ini selalu digunakan untuk mendapatkan pengikut sebanyak mungkin agar pengaruh semakin kuat yang kemudian akan digunakan menjadi alat melegitimasikan keinginan menggulingkan atau menghabisi orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Karena sikap-sikap mereka yang sangat ekstrem dan eksklusif, kaum Khawarij akhirnya tidak terlalu berkembang. Namun dalam perjalanan sejarah pemikiran Islam, pengaruh mereka tetap saja menjadi pokok problematika pemikiran Islam.

Terkait pengakuan terhadap Sunnah, Kaum Khawarij dengan berbagai sektenya menganggap, sebelum peristiwa arbitrase (Th. 37 H), seluruh sahabat adalah adil. Tetapi setelah itu, mereka mengingkari ‘Ali, ‘Utsman, dan sahabat yang tergolong Ashhabul Jamal, kedua hakim Arbitrasi (yang ditunjuk masing-masing golongan). Dengan demikian mereka menolak hal-hal yang diriwayatkan jumhur setelah peristiwa perang Siffin dan arbitrase. Penolakan ini didasarkan kepada tidak adanya kesediaan mereka menerima keputusan kedua hakim serta mengikuti kepemimpinan yang menurut anggapan Khawarij termasuk zhalim. Karena itu Khawarij tidak menganggap para Shahabat sebagai rawi tsiqah lagi.

Namun Dr. Muhammad Musthafa al-Azhumy mengungkapkan perdapat berbeda. Menurutnya Khawarij menerima Sunnah Nabi dan percaya bahwa As-Sunnah sebagai sumber asasi bagi tasyri' Islam. Pendapat ini membuktikan tidak mutlak seluruh Khawarij menolak As-Sunnah yang diriwayatkan para Shahabat sesudah tahkim maupun sebelumnya.[6]

Secara umum, di antara doktrin-doktrin pokok pimikiran Khawarij adalah sebagai berikut :
a.       Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh kaum Islam.
b.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang Muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat.
c.       Ajaran agama yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan Rasulnya.
d.      Dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi besar dan pelakunya menjadi musyrik.
e.       Orang Islam yang berbuat dosa besar, seperti berjina adalah kafir dan selama masuk neraka.
f.       Orang yang masuk neraka tidak akan pernah keluar lagi untuk selamanya.
g.      Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat (samar).
h.      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
i.        Al-Qur’an adalah makhluk.
j.        Pasukan perang jamal yang melawan Ali adalah kafir.
k.      Khalifah ‘Ali r.a. adalah sah tetapi setelah terjadi atbitrase, ia dianggap menyeleweng

 

3.      Sekte Khawarij

Di dalam internal Khawarij juga terjadi perbedaan pendapat mengenai paham mereka, dan itu awal perpecahan dan pembentukan sekte-sekte. Diketahui Khawarij terpecah menjadi 18 hingga 20 sub sekte, di antaranya adalah:
1.      Al-Muhakkimah: Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali. Bagi mereka Ali, Mu’awiyah, kedua hakim arbitrase serta seluruh orang yang mengakui dan menyetujui arbitrase bersalah dan menjadi kafir. Selanjutnya arti kafir mereka perluas bagi orang yang melakukan dosa besar. Seperti berzinah dan membunuh, menurut mereka termasuk perbuatan dosa besar dan orang yang melakukan menjadi kafir.
2.      Al-Azariqah: Golongan baru yang memusatkan kekuatan  di wilayah perbatasan Irak dan Iran, dipimpin Nafi Ibn Azraq. Sekte ini menggunakan pemahaman yang lebih radikal. Kelompok ini tidak lagi menggunakann term kafir, tapi musyrik. Yang masuk kategori musyrik menurut sub sekte ini semua orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Bahkan orang islam yang tidak mau hijrah ke lingkungan mereka dianggap musyrik. Dalam pandangan Al-Azariqah hanya merekan islam yang benar, dan siapa saja yang mereka temui lalu mengaku islam tapi bukan bagian dari kelompok mereka, dibunuh.
3.      Al-Najdat: Dipimpin Najdah Ibn Amir al-Hanafi dari Yamamah. Awalnya ia dan pengikutnya ingin bergabung dengan Al-Azariqah, namun mereka tidak sepaham dengan pendapat bahwa orang Azriq yang tidak mau hijrah ke lungkungan Al-Azariqah dianggap musyrik. Termasuk mereka tidak sependapat dengan paham boleh dan halal mebunuh istri orang-orang islam yang tidak sepaham dengan mereka. Kelompok ini berpendapat orang yang berdosa besar menjadi kafir, kecuali dari kelompok mereka. Namun dosa kecil bagi mereka akan menjadi dosa besar jika dilakukan terus menerus.
4.      Al-Ajaridah: pemimpinnya Abd al-Karim Ibn Ajrad. Kelompok ini bersikap lebih lunak, karena menurut mereka hijrah bukan kewajiban, tapi kebajikan. Kelompok ini tidak mengakui seluruh isi al-Qur’an, seperti surah Yusuf yang bercerita tentang cinta.
5.      Al-Sufriah: pemimpinnya Ziad Ibn Asfar. Golongan ini juga memiliki paham yang ekstim dan diantara pendapat mereka adalah orang Sufriyah yang tidak hijrah bukan musyrik, daerah islam yang tidak sepaham dengan mereka bukan dar al-harb yang wajib diperangi. Kafir mereka klasifikasi pada dua pengertian, yakni kafir nikmat atau yang mengingkari nikmat dan kafir rububiyah atau mengingkari Tuhan. Artinya tidak selamanya orang yang disebut kafir berarti sudah keluar dari Islam.
6.      Al-Ibadah: paling moderat, diambil dari nama Abdullah Ibn Ibad. Paham kelompok ini, orang islam yang tidak sepaham dengan mereka bukan mukmin dan bukan musyrik, tapi kafir. Orang islam yang melakukan dosa besar adalah orang muwahid atau mengesakan Tuhan tapi bukan mukmin dan bukan kafir millah atau agama.[7]

 

C.    Mu’tazilah

1.      Sejarah Munculnya

Kelompok ini, adalah golongan yang membawa persoalan teologi lebih mendalam dan bersifat filosofis, terkait ajaran yang dibawa kaum Khawarij dan Muriji’ah. Kelompok ini muncul di kota Bashrah (Irak) pada abad ke-2 Hijriyah, antara tahun 105-110 H, tepatnya di masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah, mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal.
Seiring bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Sejak saat itulah, manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam, yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah. Karenanya tidak aneh bila kaidah nomor wahid Mu’tazilah berbunyi: “Akal lebih didahulukan daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’) dan akal-lah sebagai kata pemutus dalam segala hal. Bila syariat bertentangan dengan akal, maka syariat harus dibuang atau ditakwil.

2. Mengapa Disebut Mu’tazilah?
Mu’tazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam di kalangan tabi’in.
Dalam satu riwayat disebutkan, Asy-Syihristani berkata: (suatu hari) datanglah seorang laki-laki kepada Al-Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam dalam agama, telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar (di bawah dosa syirik). Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama, mereka adalah kaum Khawarij. Bagaimanakah pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip (dalam beragama)?”
Al-Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak, namun sebelum beliau menjawab, tiba-tiba Washil bin Atha’ menjawab. “Menurutku pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, juga tidak kafir, ia berada pada suatu keadaan di antara dua keadaan, tidak mukmin dan juga tidak kafir. ”Lalu ia berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-Bashri lainnya. Maka Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Washil telah memisahkan diri dari kita”, maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan sebutan Mu’tazilah.
Namun menurut keterangan klasik ada teori baru yang diajukan Ahmad Amin (lihat Fajr al-Islam hlm 290) bahwa nama Mu’tazilah sudah ada sebelum terjadi peristiwa Washil dengan Hasan Al-Basri dan sebelum timbulnya pendapat tentang posisi diantara dua posisi. At-Tabrani misalnya menyebut sewaktu Qais Ibn Sa’ad sampai di Mesir sebagai Gubernur yang ditunjuk Ali bin Abi Thalib, ia menjumpai pertikaian di masyarakat. Satu golongan mengikutinya dan satu lagi memisahkan diri ke Kharbita. Dalam suratnya kepada Khalifah Ali bin Abi Thalib, ia menyebutkan kelompok yang memisahkan diri ke Kharbita tersebut sebagai Mu’tazilin. Sementara Abu Al Fida memakai kata al-Mu’tazilah.[8]
Dalam perjalanan sejarah, Mu’tazilah mengalami naik turun popularitas dan pengaruh. Kekuatan paham ini kembali muncul di zaman berkuasanya Dinasti Buwaih di Bagdad. Akan tetapi tidak lama, karena Bani Buwaih digulingkan Bani Saljuk, dimana pemimpinnya cenderung Asy’ariyah.

3. Doktri Mu’tazilah
Ibn Taymiyyah, menyebutkan ilmu kalam keahlian khusus kaum Mu'tazilah. Maka salah satu ciri pemikiran Mu'tazilah ialah rasionalitas dan paham Qadariyyah. Namun yang pertama kali menggunakan unsur-unsur Yunani dalam penalaran keagamaan ialah Jahm ibn Shafwan yang justru penganut paham Jabariyyah. Dalam pandangannya manusia tidak berdaya sedikit pun dengan kehendak dan ketentuan Tuhan. Karena itu Tuhan tidak mungkin memberi pahala dan dosa, dan segala sesuatu yang terjadi, termasuk pada manusia.
Oleh karena itu kaum Mu'tazilah disebut "titisan" doktrinal kaum Khawarij. Tetapi kaum Mu'tazilah banyak mengambil alih sikap kaum Jahmi yang mengingkari sifat-sifat Tuhan itu. Lebih penting lagi, kaum Mu'tazilah meminjam metologi kaum Jahmi, yaitu penalaran rasional, meskipun dengan berbagai premis yang berbeda.
Khalifah al-Ma'mun sendiri, di tengah-tengah pertikaian paham berbagai kelompok Islam, memihak kaum Mu'tazilah melawan kaum Hadits yang dipimpin Ahmad ibn Hanbal (pendiri mazhab Hanbali, salah satu dari empat mazhab Fiqh). Lebih dari itu, Khalifah al-Mu'tashim yang menggantikan Khalifah al-Ma'mun, melakukan mihnah (pemeriksaan paham pribadi), dan menyiksa serta menjebloskan banyak orang, termasuk Ahmad ibn Hanbal ke dalam penjara. Salah satu masalah yang diperselisihkan ialah apakah Kalam atau Sabda Allah, berujud al-Qur'an, itu qadim (tak terciptakan karena menjadi satu dengan hakikat atau Dzat Ilahi) ataukah hadits (terciptakan, karena berbentuk suara yang dinyatakan dalam huruf dan bahasa Arab)? Khalifah al-Ma'mun dan kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa Kalam Allah itu hadits, sementara kaum Hadits berpendapat al-Qur'an itu qadim seperti Dzat Allah sendiri.
            Aliran Muktazillah mempunyai lima doktrin, pertama At-Taauhid (Tauhid). Ajaran ini berarti meyakini sepenuhnya hanya Allah SWT. Konsep tauhid menurut mereka adalah paling murni sehingga mereka senang disebut pembela tauhid (ahl al-Tauhid). Kedua  Ad-Adl. Menurut aliaran Muktazillah pemahaman keadilan Tuhan mempunyai pengertian Tuhan wajib berlaku adil dan mustahil ia berbuat zalim kepada hamba-Nya dan Tuhan wajib berbuat yang terbaik bagi manusia. Misalnya, tidak memberi beban terlalu berat, mengirimkan nabi dan rasul, serta memberi daya manusia agar dapat mewujudkan keinginannya.
Ketiga Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman). Menurut Muktazillah, Tuhan wajib menepati janji-Nya memasukkan orang mukmin ke dalam sorga. Begitu juga menempati ancaman-Nya mencampakkan orang kafir serta orang yang berdosa besar ke dalam neraka. Keempat  Al-Manzilah bain al-Manzilatain (posisi di Antara Dua Posisi). Pemahaman ini merupakan ajaran dasar pertama yang lahir di kalangan Muktazillah. Pemahaman ini yang menyatakan posisi orang Islam  yang berbuat dosa besar. Orang jika melakukan dosa besar, ia tidak lagi sebagai orang mukmin, tetapi ia juga tidak kafir. Kedudukannya sebagai orang fasik. Jika meninggal sebelum bertobat, dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Akan tetapi, siksanya lebih ringan dibanding orang kafir.
Kelima Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Perintah Mengerjakan Kebajikan dan Melarang Kemungkaran). Dalam prinsip Muktazillah, setiap muslim wajib menegakkan yang ma’ruf dan menjauhi yang mungkar. Bahkan dalam sejarah, mereka pernah memaksakan ajarannya kepada kelompok lain. Orang yang menentang akan dihukum.[9]
Pandangan Mu’tazilah terkait As-Sunnah, di antara ulama ada perbedaan pendapat, apakah mereka sejalan dengan jumhur ulama tentang penggunaan As-Sunnah sebagai hujjah. Termasuk pembagian hadits menjadi mutawatir dan ahad, ataukah mereka menolak hadits ahad saja, atau menolak As-Sun-nah secara keseluruhan.
Al-Amidi mengutip pandangan seorang tokoh Mu'tazilah bernama Abul Husain al-Bashri, yaitu: “Secara rasional, ibadah berdasarkan khabar ahad wajib diamalkan.” Selanjutnya ia mengutip pandangan al-Jubba’i dan sebagian mutakallimin yang menyatakan: “Secara rasional melaksanakan ibadah atas dasar khabar ahad tidak dapat dibenarkan.”
Sementara ulama perbandingan agama, Abu Manshur al-Baghdadi penulis al-Muwaaqif dan ar-Razi mengemukakan pandangan sekte Nizhamiyah, sebagai berikut:
a. Mereka mengingkari mu'jizat-mu'jizat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
b. Mereka mengingkari hujjahnya hadits ahad, dan
c. Mereka mengingkari hujjahnya ijma’ dan qiyas.
Kemudian ia menyebutkan umumnya kaum Mu'tazilah mengikuti pemikiran an-Nazhzham (sekte Nizhamiyah) ini.[10]

D.    Analisa

Di dalam al-Qur’an, Islam dinyatakan sebagai satu-satunya agama yang diridhoi Allah. Wahyu Allah sebagai sumber pokok ajaran agama Islam yang turunnya berakhir setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Sedangkan makhluk paling sempurna adalah manusia yang dianugerahi akal. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak kebenarannya, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif.
Banyak pendapat-pendapat yang menguraikan tentang pengertian akal. Tapi dalam pandangan Islam, akal tidaklah otak, tetapi daya pikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang digambarkan dalam al-Qur’an, memperoleh pengetahuan dengan memperhatikan alam sekitarnya.
Sementara secara etimologi “wahyu” berarti isyarat, bisikan buruk, ilham, perintah. Sedangkan menurut termonologi berarti nama bagi sesuatu yang disampaikan dari Allah kepada Nabi-Nabi-Nya. Dalam Islam wahyu atau sabda Tuhan yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW terkumpul semuanya dalam al-Qur’an. Salah satu ayat yang artinya :
“Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (Q.S al-Syura : 51)[11]
Menurut ajaran tassawuf, komunikasi dengan Tuhan dapat dilakukan melalui daya rasa manusia yang berpusat di hati sanubari. Dalam tassawuf dikenal tingkatan ma’rifat, dimana seorang sufi dapat melihat Tuhan dengan kalbunya dan dapat berdialog dengan Tuhan. Adanya komunikasi antara orang-orang tertentu dengan Tuhan bukanlah hal yang ganjil. Oleh karena itu dalam Islam wahyu dari Tuhan kepada Nabi Muhammad SAW, bukanlah suatu hal yang tidak dapat diterima akal.
Dari sisi fungsi, akal dan wahyu mempunyai kedudukan penting. Akal merupakan saranan dalam usaha memperoleh pengetahuan, bertindak atas usaha dan daya sendiri. Wahyu, menggambarkan kelemahan manusia, karena wahyu diturunkan Tuhan untuk menolong manusia memperoleh pengetahuan-pengetahuan.
Berangkat dari pemahaman di atas, pemikiran dalam teologi Islam yang dibawa alirah Khawarij dan Mu’tazilah memiliki dasar-dasar kebenaran, tergantung dari sisi mana dilakukan pendekatannya. Seperti perbuatan manusia yang dihubungkan dengan sifat Adil Allah. Secara rasional bila dipahami, manusia baru bisa melakukan sesuatu jika diberikan Allah kekuatan, maka tidak pantas manusia diberikan dosa dan pahala, apalagi jika dihubungkan dengan sifat Adil Allah. Sungguh Allah tidak adil jika menghukum hambanya yang berbuat dosa, padahal kekuatan manusia untuk melakukan dosa tersebut merupakan pemberian Allah.
Sebaliknya, manusia sebenarnya bisa mengetahui apakah perbuatan yang dilakukannya melanggar hukum Allah atau tidak dengan kekuatan akal. Jika seseorang yang mengetahui ia melanggar hukum, maka wajar dan layak diberikan sanksi berupa dosa.
Oleh karena itu menurut penulis, pemikiran dan paham yang dikembangkan Khawarij dan Mu’tazilah serta aliran-aliran lainnya, perdebatannya lebih kepada penempatan posisi akal dan pemahaman terhadap kekuatan akal itu sendiri.

 

E.     Penutup

Khawarij berarti orang-orang yang keluar barisan Ali bin Abi Thalib. Golongan ini menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang keluar dari rumah dan semata-mata untuk berjuang di jalan Allah. Meskipun pada awalnya khawarij muncul karena persoalan politik, tetapi dalam teapi dalam perkembangannya golongan ini banyak berbicara masalah teologis.
Mu’tazilah muncul sebagai reaksi atas pertentangan antar aliran Khawarij dan aliran Murji’ah mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah-sebagaimana juga Asy’ariayah-masuk dalam barisan sunni.

 

 

 





DAFTAR BACAAN


Rozak, Abdul, Dkk, Ilmu Kalam, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2007.
Aldul Rahman, Roli, Dkk,  Aqidah Akhlak MA 2, Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2007.  
Nasution, Harun, Teologi IslamAliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta, UI Press, 1986.
Prof. DR. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jilid I, Universitas Indonesia, 1978..
Hanafi, A. Pengantar Theologi Islam, Jakarta, PT. Al Husna Zikra, 1995.
Imam Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, (Jakarta : Logos, 1996).
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979).
Mudzaffaruddin Nadvi, Pemikiran Muslim dan Sumbernya, (Bandung : Pustaka, 1984).
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, (Jakarta : Paramadina , 2000).
http://miazart.blogspot.com, Aliran Syiah, Khawarij, Murjiah, Qadariyah, Jabariayah, Mu’tazilah, Dan Ahlussunah Waljama’ah.
Ja’far, S.Pd.I. M.A, Gerbang-Gerbang Hikmah; Pengantar Filsafat Islam, Yayasan Pena Banda Aceh, 2011
http://lestari.info, Kelompok Khawarij Dalam Ilmu Kalam
http://almanhaj.or.id, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, As-Sunnah Dan Para Penentangnya Di Masa Lalu Dan Masa Sekarang

 

 




[1] Prof. DR. Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jilid I, 1978, Universitas Indonesia, Hlm.93-94.
[2] Ibid, hlm 95
[3] Ja’far, S.Pd.I. M.A, Gerbang-Gerbang Hikmah; Pengantar Filsafat Islam, Yayasan Pena Banda Aceh, 2011, hlm.56-57
[4] http://lestari.info, Kelompok Khawarij Dalam Ilmu Kalam
[5] Ibid
[6] http://miazart.blogspot.com, Aliran Syiah, Khawarij, Murjiah, Qadariyah, Jabariayah, Mu’tazilah, Dan Ahlussunah Waljama’ah.
[7] Prof Dr Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Universitas Indonesia Pres, 2008, Hlm.15-22
[8] Ibid, Hlm.41
[10] http://almanhaj.or.id, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, As-Sunnah Dan Para Penentangnya Di Masa Lalu Dan Masa Sekarang.

[11] Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang.