Rabu, 28 Desember 2016

BENARKAH, KASIH AYAH SEPANJANG GALAH?


Ayahku adalah sosok laki-laki yang patut dikagumi sifat dan perbuatannya. Ia memiliki tanggungjawab besar untuk keluarga. Kasih sayangnya tak patut diragukan. Meskipun kata orang ibu memiliki kasih sayang lebih besar, karena ibu yang melahirkan dan mengasuh anak.
Tapi kasih sayang ayah bisa saja lebih besar, walaupun ia tidak ditaqdirkan mampu melahirkan seperti ibu, justru itu kasih sayangnya lebih besar dan dalam. 

Iri melihat kedekatan anak kepada ibu mendorong ayah berusaha maksimal memenuhi seluruh kebutuhan anak-anaknya. sebab sama seperti ibu, kebahagiaan anak dan keluarganya adalah wujud dari kebahagiaanya sendiri. Itulah gambaran pengorbanan seorang ayah. 
Bagiku ayah adalah pahlawanku. Ia sosok yang tegas dan berwibawa, atas dasar itu pula ayah sering dicap orang yang keras. Di sisi lain, ibu memerankan sifat lemah lembut dalam menunjukkan kasih sayangnya.
Namun sadarkan kita, ‘sifat keras’ ayah adalah caranya menyanyangi kita? Atau karena kita sudah memanifestasikan kasih sayang adalah kelembutan, sehingga memberikan pandangan sifat keras bukanlah bentuk kasih sayang. Menurut saya pandangan itu keliru. Ayah memposisikan diri sebagai pemimpin keluarga, karena itu berbeda dengan ibu cara memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Ayah mendidiki anaknya dengan disiplin, patut dan dekat dengan Allah SWT dan Rasul-Nya. Ayah mendidik anaknya untuk hidup dengan proses bukan instan. Jadi kalau anaknya meminta sesuatu, tidak lantas diberikan dan itu bukan berarti ia membanci kita, tapi justru ia mengajarkan kita dalam hidup tidak boleh manja.
Atau ketika kita terjatuh, ibu yang memeluk dan mengobati kita. Saat itu, ayah sedang mengajari kita tentang ketegaran karena hidup pasti ada jatuh dan menderita. Ayah juga tidak member izin kita keluar malam tanpa didampingi, bukan untuk menjadikan kita anak rumahan. Tapi justru ayah tidak ingin kita terjerumus atau salah mengambil jalan dalam kehidupan.
Terlepas dari cara pandang anak melihat, sesungguhnya ayah sering meneteskan air mata pada malam-malam ia memanjatkan doa kepada Sang Khaliq. Pintanya kepada Sang Maha Kuasa, agar anak-anaknya dijadikan soleh/solehan, cerdasa, sukses dan bahagia. Di siang hari, ayah tak berhenti dan tak mengenal lelah dalam mencari rezeki buat keluarganya.
Seperti ayahnya yang bekerja sebagai nelayan. Panas, hujan dan dingin udara di tengah lautan, tak pernah dikeluhkan ayah. Walaupun terkadang sudah susah payah, ternyata tidak dapat ikan. Bahaya yang mengancam tidak membuat nyali ayah ciut, justru ia tetap melangkah berjuang dengan tidak mengenal kata menyerah.
Dengan apa yang telah dilakukan ayah, masih pantaskan menyebutkan ia tidak sayang pada kita, kasih sayang hanya sepanjang galah. Apakah karena kedisiplinan dan ketegasannya mendidik lantas kita membencinya. Walaupun jawaban kita ya, tapi yakinlah ayah tidak akan pernah membenci kita sampai kapanpun itu.
Namun yang pasti, aku bangga pada ayahku. Ia adalah pahlawanku, kasih sayangnya sama dengan kasih sayang ibu, dan bukan tidak mungkin lebih besar dari kasih sayang yang diberikan Ibu. Wallau a’lam bishawaf. (tulisan Syaiful Amri, mahasiswa semester I Jurusan Akhwal Al Syakhsiyah Fak. Syariah dan Hukum UIN Sumut/editing Mursal Harahap, S.Ag, M.Kom.I)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar