Secara harfiah sukses adalah
keberhasilan, keberuntungan. Orang sukses orang yang berhasil dan orang yang
beruntung. Namun, batasan dan pengertian hakiki sukses atau kesuksesan, itu sangat
beragam, sangat berhubungan dengan pemahaman orang yang memberi makna sukses
atau kesuksesan tersebut.
Ada orang merumuskan arti
sukses dengan pengertian sederhana. Ya seperti air mengalir, tanpa berbuat
apa-apa, ia merasa sudah sudah mencapai sukses. Ada juga yang merumuskan arti
sukses dengan pengertian yang rumit. Akhirnya, ia pun merasa sulit mencapai
sukses, menjadi pasrah, dan berdamai dengan diri sendiri bersandarkan takdir.
Sebagian mengatakan sukses
itu sebuah pencapai, jika apa yang hendak dicapai sudah diperoleh, ia merasa
sudah sukses. Ada yang menyebutkan sukses itu mencapai tujuan atau terget.
Misalkan jika ia menargetkan memiliki mobil mewah dan itu sudah tercapai, ia
merasa sudah sukses. Atau kalau targetnya jabatan maupun kekuasaan, setelah itu
ditangannya, maka ia merasa sudah sukses. Namun ada juga yang menilai, sukses
itu adalah sebuah proses, jika proses sudah terlaksana dengan baik, itu artinya
sudah sukses. Terlepas hasil dari proses itu, sesuai dengan rencana ataupun
tidak. Pun ada yang mengatakan sukses itu sebuah penghargaan, begitu
penghargaan diraih, maka itu adalah kesuksesan.
Secara sederhana, sukses itu
sangat erat hubungannya dengan profesi, pekerjaan, kekuasaan dan posisi sosial
seseorang. Sehingga sulit rasanya menyatukan satu defenisi sukses yang berlaku
untuk semua orang.
Untuk lebih mendekatkan
pemahaman kita, berikut ini saya akan memberikan penjabaran sukses menurut
profesi, pekerjaan, kekuasaan dan posisi sosial melalui beberapa contoh. Pertama,
sukses politisi tidak akan sama dengan sukses pebisnis. Kenapa, karena bagi
politisi, kesuksesan itu diukur dari capaian jabatan/kewenangan/kekuasaan serta
posisi sosial yang didapatkan. Seorang politisi mengaku sudah sukses, jika
berhasil meraiih kusri di legislatif (menjadi anggota DPR dan DPRD). Sementara
bagi pebisnis, sukses itu manakala usaha yang digelutinya maju pesat dengan
keuntungan berlipat.
Sukses seorang guru dan dosen,
bilamana siswa berhasil memahami apa yang diajarkannya, sebaliknya sukses bagi
seorang jurnalis, ketika tulisan atau reportase yang disajikannya mendapat
respon dari pembaca/penonton serta mampu memepengaruhi opini khalayak. Bahkan penjahat
sekalipun memaknai kesuksesan disaat berhasil membawa hasil kejahatan yang
besar dan tidak tertangkap aparat penegak hukum.
Begitulah, sukses dengan
berbagai serbaserbi pemakanaannya, yang kesemuanya adalah kesuksesan dalam
perspektif manusia dan duniawi.
Lalu, seperti apa kesuksesan
dalam kacamata Sang Maha Pemberi Kesuksesan (Allah Swt) yang bersifat ukhrowi? Mari
kita bertanya kepada Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
Dia berfirman:
لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ
كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya
telah kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat
sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya? (QS. 21:10)
Kemuliaan = Kesuksesan, setuju kan?
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ
الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ
عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ
الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ
ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُور
Tiap-tiap yang
berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah
disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke
dalam surga maka sungguh ia telah sukses. Kehidupan dunia itu tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS. 3:185)
Jadi, sukses adalah masuk surga. Setuju?
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ
تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ
ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ
وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا
حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا
إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ
قَرِيب
Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: Bilakah
datangnya pertolongan Allah. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat. (QS. 2:214)
Sukses hanya dicapai dengan
perjuangan dan pengorbanan. Berat ya? Tapi sesungguhnya pertolongan Allah itu
amat dekat. Allah akan menolong kita sebagaimana Allah menolong hamba-hamba-Nya
yang beriman sebelum kita.
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا
وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الْأَشْهَادُ
Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan
orang-orang yang beriman pada kehidupan dunia dan pada hari berdirinya
saksi-saksi (hari kiamat), (QS. 40:51)
Kesuksesan = Mendapat pertolongan dari Allah, setuju kah?
إِنْ يَنْصُرْكُمُ اللَّهُ
فَلَا غَالِبَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ يَخْذُلْكُمْ فَمَنْ ذَا الَّذِي يَنْصُرُكُمْ مِنْ
بَعْدِهِ ۗ وَعَلَى اللَّهِ
فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Jika Allah
menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu; dan jika Allah
membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong
kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaknya kepada Allah saja orang-orang
mumin bertawakkal. (QS. 3:160)
Bertawakkal kepada Allah =
menyerahkan segala urusan kepada Allah = menyelesaikan dengan cara-cara Allah =
caranya, pakai cara Allah, ya hasilnya terserah Allah. Kalau mau pakai cara-cara
sendiri, ya sudah, selesaikan sendiri.
***
Sekarang mari kita
membicarakan kesuksesan Ibada Puasa Ramadhan yang baru saja selesai kita
laksanakan. Puasa ramadhan termasuk rukun Islam yang wajib dipatuhi setiap
muslim. Secara bahasa, puasa atau shaum dalam bahasa Arab berarti menahan diri
dari segala sesuatu. Puasa itu ialah menahan diri dari makanan, minuman, berbicara,
menahan nafsu dan syahwat. Secara istilah, puasa adalah menahan diri dari
segala sesuatu yang bisa membatalkan puasa, mulai sejak terbit fajar hingga
matahari terbenam.
Dalam ibadah puasa di bulan
suci Ramadhan, Allah Swt berharap pada orang beriman agar mampu meraih
kesuksesan melalui ibadah puasa. Harapan itu dilihat dari pilihan kata la’alla
( لعل ), sebagaimana terdapat pada Al Qur’an surah Al-Baqarah
ayat : 183, 185 dan 186. Dalam ayat itu Allah berharap pada hambanya yang
beriman, La’allakum Tattaqun (bertaqwa), La’allakum Yasykurun (bersyukur) dan La’allakum Yarsyudun (terbimbing dalam
kebenaran).
Allah Taala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertaqwa. (Al Baqarah: 183).
Firman Allah ta'ala
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي
أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ
الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu adalah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir
(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu maka hendaklah ia berpuasa pada
bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada
hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu. Dan hendaklah kam mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagunggkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur.” (Al-Baqarah: 185).
Lalu Allah berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي
عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا
لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila
para hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwasanya Aku
adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon
kepada-Ku maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(Al-Baqarah: 186)
Dalam ayat-ayat tersebut, Allah
berfirman ditujukan kepada orang-orang beriman, seraya menyuruh mereka agar berpuasa.
Yaitu menahan dari makan, minum dan bersenggama dengan niat ikhlas karena Allah
ta'ala. Karena di dalamnya terdapat penyucian dan pembersihan jiwa,
menjernihkannya dari pikiran-pikiran buruk dan akhlak yang rendah.
Allah menyebutkan, di samping
mewajibkan atas umat ini, hal yang sama juga telah diwajibkan atas orang-orang
terdahulu sebelum mereka. Dari sanalah mereka mendapat teladan.
Kemudian Allah memberikan
alasan diwajibkannya puasa dengan menjelaskan manfaatnya besar dan hikmah yang
tinggi. Yaitu agar orang yang berpuasa mempersiapkan diri untuk bertaqwa kepada
Allah, dengan meninggalkan nafsu dan kesenangan yang diperbolehkan, hanya semata-mata
karena ingin menta'ati perintah Allah. Allah juga memberitahukan, bulan yang di
dalamnya diwajibkan berpuasa itu adalah bulan Ramadhan. Bulan Al-Qur’an diturunkan
pertama kali. Allah menjadikan Al-Qur’an sebagai regulasi (undang-undang) serta
peraturan dalam kehidupan. Di dalamnya terdapat cahaya dan petunjuk. Dan itulah
jalan kebahagiaan bagi orang yang ingin menitinya. Di dalamnya terdapat pembeda
antara yang hak dengan yang batil, antara petunjuk dengan kesesatan dan antara
yang halal dengan yang haram.
Allah menekankan puasa pada
bulan Ramadhan karena bulan itu adalah bulan diturunkannya rahmat kepada setiap
hamba. Dan Allah tidak menghendaki kepada segenap hamba-Nya kecuali kemudahan.
Karena itu Dia membolehkan orang sakit dan musafir berbuka puasa pada hari-hari
bulan Ramadhan.
Maksudnya, bila anda telah
menunaikan apa yang diperintahkan Allah, taat kepada-Nya dengan menjalankan yang
diwajibkan dan meninggalkan segala yang diharamkan serta menjaga
batasan-batasan hukum-Nya, maka hendaklah kamu termasuk orang-orang yang
bersyukur karenanya.
Orang yang beriman dan
melaksanakan ibadah puasa, tentunya bisa menjadi insan yang bertaqwa, bersyukur
dan terbimbing dalam kebenaran. Dan itu hanya dapat dilihat pasca pelaksanaan
ibadah puasa di bulan ramadhan.
Lalu, jika ternyata ketiga
harapan Allah itu belum diperoleh orang beriman yang melaksanakan puasa, tentu ada
yang salah atau tidak benar saat melaksanakan ibadah puasa ramadhan dan orang
tersebut, tentunya belum meraih kesuksesan ibadah puasa tersebut.
***
Dibagian akhir tulisan ini,
saya ingin mengajak kita semua untuk melakukan hisab (perhitungan) sederhana sebagai
bahan renungan dan muhasabah diri sendiri terhadap ibadah puasa ramadhan yang
sudah kita laksanakan. Caranya dengan mempersepsikan ibadah puasa dengan ujian.
Seperti kita sekolah, tentu
sebelum dinyatakan naik kelas, harus melalui ujian. Artinya untuk mendapatkan
derajat tattaqun, tasykurun dan yarsyudun, Allah menguji kita dengan pelaksanaan
ibadah puasa di bulan ramadhan, dimana di dalamnya terdapat satu malam yang
lebih baik dari seribu bulan (lailatul qadar).
Perhitungan ini dihubungkan
dengan jumlah umur yang telah kita lalui di dunia ini. Bila tahun ini, misalkan
kita berada di usia 70 tahun, jumlah itu kita potong 15 tahun (sebelum usia
baligh/segala tindakan hukum menjadi tanggungjawab pribadi), sisanya adalah 55
tahun. Ibadah puasa ramadhan datang setiap satu tahun sekali. Artinya orang
yang berusia 70 tahun telah 55 kali bertemu bulan suci ramadhan dan telah 55
kali pula melaksanakan ibadah puasa ramadhan. Apakah dia sudah menjadi orang
bertaqwa, bersyukur dan selalu dalam kebenaran? Kalau belum, maka perlu
dipertanyakan dan dievaluasi ibadah puasa yang telah dilaksanakannya.
Demikian juga dengan yang
berusia 60 tahun, kurang 15 tahun masa sebelum baligh, maka sudah 45 kali
bertemu bulan suci ramadhan. Orang yang berumur 50 tahun, sudah bertemu
ramadhan 35 kali setelah dipotong masa sebelum baligh 15 tahun. Orang yang
berusia 40 tahun dipotong 15 tahun hasilnya 25 kali bersua bulan ramadhan,
orang yang berusia 30 tahun, juga sudah bertemu bulan suci ramadhan dan
melaksanakan ibadah puasa sebanyak 15 kali.
So... masa iya, kita sudah
melaksanakan ujian sebanyak 15, atau 25, atau 35, atau 45, atau 55 kali, tidak
juga meraih kelulusan?. Coba kita renungkan dan bertanya pada diri sendiri. Semoga
tulisan ini bermanfaat, amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar