"Ibarat air, pemimpin itu harus lebih mendahulukan kelembutan dan ketulusan, bukan kekerasan dan pemaksaan. Pemimpin itu harus mempunyai kemampuan untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang yang dipimpinnya, sehingga kehadirannya dapat diterima semua golongan"
***
Ada dua buah benda yang bersahabat
karib, yaitu besi dan air. Besi seringkali membanggakan dirinya sendiri dan
menyom-bongkan diri pada sahabatnya. “Lihat ini aku, aku kuat dan ke-ras. Aku
tidak se perti kamu, yang lemah dan lunak,” ucap besi. Air hanya diam mendengarkan
tingkah sahabatnya itu.
Suatu hari, besi menantang air berlomba
menembus suatu gua dan mengatasi segala rintangan yang ada di sana. Aturannya
barang siapa yang dapat melewati gua itu dengan selamat tanpa terluka, maka ia
dinyatakan menang.
Rintangan pertama mereka ialah, harus
melalui penjaga gua, yaitu batu-batu yang keras dan tajam. Besi mulai
menunjukkan kekuatannya, ia menabrakkan dirinya ke batu-batu itu. Tetapi karena
kekerasannya, batu-batu itu mulai runtuh menyerangnya, dan besipun banyak
terluka dalam perlawanan itu.
Air melakukan tugasnya. Ia menetes
sedikit demi sedikit untuk melawan bebatuan. Dengan lebut, ia mengikis bebatuan
itu sehingga bebatuan lainnya tidak terganggu. Ia hanya melubangi seperlunya
untuk lewat, tetapi tidak merusak yang lainnya. Skor 1 : 0 untuk kemenangan air
dalam rintangan ini.
Rintangan kedua adalah, mereka harus
melalui berbagai celah sempit untuk sampai didasar gua. Besi mengubah dirinya
menjadi mata bor yang kuat. Ia mulai berputar untuk menembus celah-celah itu.
Tetapi, celah-celah tersebut cukup sulit untuk ditembus. Semakin keras ia
memutar, memang celah semakin hancur, tetapi ia pun semakin terluka.
Tibalah giliran air. Dengan santainya,
ia mengubah diri mengikuti bentuk celah-celah tersebut. Ia mengalir santai.
Karena bentuknya yang bisa berubah, ia bisa mengalir melalui celah-celah itu
itu dengan leluasa tanpa terluka. Air menang, skor 2 : 0 untuk kekalahan besi
dalam tantangan ini.
Rintangan ketiga ialah mereka harus
dapat melewati suatu lembah dan tiba di luar gua. Besi kesulitan mengatasi
rintangan ini, ia tidak tahu harus berbuat apa. Akhirnya ia berkata, skor kita
2 : 0, aku mengakui kehebatanmu jika dapat melalui rintangan terakhir ini.
Airpun mulai menggenang. Sebenarnya ia
pun kesulitan mengatasi rintangan ini. Tetapi, air membiarkan sang matahari
membantunya menguap. Air terbang dengan ringan menjadi awan dengan bantuan
angin yang meniupnya ke seberang, kemudian menjadi mendung, lalu air turun
sebagai hujan. Air menang telah atas besi dengan skor 3 : 0.
***
Pelajaran yang dapat diambil dari kisah
ini adalah jadikan hidup anda seperti air. Air memperoleh sesuatu dengan
kelembutan, tanpa merusak dan mengacaukan yang lain. Meskipun ia bergerak pelan
dan sedikit demi sedikit, tetapi ia dapat menembus bebatuan yang keras. Ingat,
hati seseorang hanya dapat dibuka dengan kelembutan dan kasih, bukan dengan
paksaan dan kekerasan. Kekerasan hanya menimbulkan dendam, dan paksaan hanya
menuai keinginan membela diri.
Air selalu mengubah bentuknya sesuai
dengan lingkungan. Ia fleksibel dan tidak kaku. Karena itu, ia dapat diterima
oleh lingkungannya. Dan, saat air mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah,
ia tidak mengandalkan kekuatannya sendiri. Ia dikarunia kemampuan untuk
mengubah dirinya menjadi uap.
Air bersifat mengalah, namun selalu
tidak pernah kalah. Air mematikan api dan membersihkan kotoran. Jika sekiranya
akan terkalahkan, air meloloskan diri dalam bentuk uap dan kembali mengembun.
Air merapuhkan besi sehingga hancur menjadi abu. Bila bertemu batu karang, ia
akan berbelok untuk kemudian meneruskan perjalannya kembali.
Air dapat menjernihkan udara sehingga
angin menjadi mati (saat hujan turun). Air dapat menaklukkan hambatan dengan
segala kerendahan hati. Air sadar, tidak ada satu kekuatan pun yang dapat
mencegah perjalannya menuju lautan. Air menang dengan mengalah, ia tidak pernah
menyerang, namun selalu menang pada akhir perjuangannya.
Air adalah zat yang sangat dibutuhkan
oleh manusia agar tetap hidup. Bahkan seluruh makhluk hidup pasti membutuhkan
air. Kehadiran air di dunia ini sangat memberikan manfaat besar, penting dan
selalu dibutuhkan semua makhluk. Air dapat larut dengan bahan lain untuk
memberikan cita rasa yang berbeda-beda, seperti sirup, kopi, teh, atau pun jus.
Tapi air juga sanggup mendatangkan
bahaya. Tengok saja, tsunami, banjir dan tanah longsor. Sekali air menunjukkan
kekuatannya dalam kemarahan, tidak ada satupun yang sangguh untuk
menghentikannya.
So…! Sanggupkan manusia menjadi seperti
air? Air yang memberikan manfaat, kesejukan, kenikmatan dan kepuasan saat
meneguknya. Bisakah manusia dilebur bersama manusia lain sehingga menjadi unik
dan dinamis? Bahkan, dapat menghasilkan karya kritis dan produktif laksana air
sungai yang terus mengalir?
Sesungguhnya manusia yang efektif adalah
manusia yang berkontribusi bagi sesamanya, tidak diam. Air yang diam akan
menjadi kotor dan sumber penyakit.
Karena mempunyai masa, air akan ditarik
oleh gaya gravitasi bumi sehingga ia mengalir ke tempat yang lebih rendah. Akan
tetapi ketika molekul air mengecil, air bisa menuju tempat yang lebih tinggi,
itulah yang terjadi pada proses penguapan air. Setelah molekul air yang menguap
berkumpul menjadi awan, lama kelamaan air menjadi berat, akhirnya jatuh menjadi
hujan.
Ketika manusia merendahkan diri, maka
derajatnya akan naik. Sebaliknya ketika mereka merasa besar, maka derajat
mereka akan jatuh. Ada kehidupan dalam air yang mengalir, tetapi di dalam air
yang tergenang, terdapat berbagai penyakit. Bahkan, ada yang tidak terdapat
kehidupan di dalamnya. Oleh karena itu, manusia harus terus bergerak, karena
berhenti berarti penyakit bahkan kematian.
Filsafat air ini sebenarnya adalah guru
terhebat bagi seorang pemim pin yang berkeinginan meraih ke-suksesan. Ibarat air,
pemimpin itu harus lebih mendahulukan kelem-butan dan ketulusan, bukan keke-rasan
dan pemaksaan. Pemimpin itu harus mempunyai kemampuan untuk cepat beradaptasi
dengan lingkungan dan orang-orang yang dipimpinnya, sehingga kehadirannya dapat
diterima semua golongan.
Seorang pemimpin dalam meng-hadapi
masalah, tidak boleh stagnan atau berhenti pada satu pertimbangan, karena
berhenti berakti mati, atau dengan kata lain jika berhenti mencari solusi
terbaik, maka keputusan yang diambil tidak akan mendatangkan manfaat seperti
yang diharapkan semua orang.
Pemimpin dengan kekuasaan dan kewenangan
yang dimiliki tidak lantas menjadikannya jumawa dan merasa paling benar. Tapi
pemimpin itu harus dapat berubah dan memberikan kontribusi serta kesempatan kepada
orang lain untuk membantunya. Pemimpin juga harus mampu menghadirkan berbagai taste atau rasa, sehingga orang-orang
yang ada disekelilingnya bisa merasakan kehadirannya. Jadi, mari kita belajar
kepada air, karena sesungguhnya kita semua adalah pemimpin, dan semoga Allah
meridhoi dan membantu kita, amin. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar