Rabu, 02 Maret 2016

CINTAI PEKERJAAN

“Love your job but never fall in love with your company.
Cintai pekerjaan dan jangan mencintai perusahaan.
Sebab sewaktu-waktu, bisa saja perusahaan
menyingkirkan Anda kapan pun”

Seorang kawan bercerita tentang masa-masa awal menulis dahulu. Ia teringat terhadap pesan yang pernah disampaikan oleh Mas Didik Pudji Yuwono, mantan Redaktur Budaya Jawa Pos, yang sempat memberinya “obat penawar” dikala dirinya harus menjumpai tulisannya tidak dimuat di media.
Waktu itu, kawan saya masih belajar menulis, membanting tulang, lembur siang malam, dan sempat berantam dengan tetangga kost, lantaran bunyi mesin ketik membuat tetangganya tak bisa tidur dengan tenang.
Tetapi, apa yang ia dapatkan setelah rajin menulis dan mengirimnya ke beberapa media massa? Ia dihadang jalan buntu. Berkali-kali ia mengirim tulisan (resensi buku dan cerpen ke Jawa Pos), ternyata Redaktur Budaya Jawa Pos bergeming. Tak ada satupun tulisannya yang dilirik. Padahal ketika itu, media Kompas sudah memuat tulisannya.
Lebih tragis lagi, selama tiga bulan, tak ada satupun tulisannya yang dimuat. Padahal biasanya, satu atau dua tulisannya pasti ada yang dimuat dalam satu bulan. Ia mengalami jalan buntu, lalu ia menulis pesan kepada Mas Didik lewat email, Redaktur Budaya Jawa Pos. Isi pesannya, menanyakan nasib tulisannya, kenapa tulisan-tulisannya tak dimuat, padahal sudah berkali-kali ia mengirimkannya.
Apa jawaban Mas Didik? Ia malah menasehati kawan saya tersebut, dan mengatakan bahwa aktivitas menulis itu tugas lain yang harus dipisahkan dengan pemuatan tulisan. Jika seseorang sudah serius menulis, maka ia akan bisa memetik suasana hati yang tenang kala menulis. Itu anugerah besar yang tidak dialami semua orang! Sebab, menulis bisa membuat orang ekstate. Jika sudah merasakan hal itu, maka dimuat atau tidaknya tulisan kita tak lagi penting. Tugas penulis adalah menulis, dan pemuatan itu hanya soal waktu. Teruslah menulis, suatu saat nanti, kita akan menemukan jalan terang.
Cerita moral tersebut menunjukkan banyak orang yang tertekan dengan pekerjaan mereka. Melaksanakan tugas kantor hanya sebagai rutinitas  agar dapat memperoleh penghasilan semata. Saat jam bekerja, mereka selalu menunggu jam makan siang, jam pulang, hari libur, akhir pekan atau tanggal gajian. Bila ini terjadi, waktu mungkin akan terasa lama, dan Anda enggan untuk bekerja.
Bila Anda belum atau tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain, Anda dapat berusaha untuk mencintai pekerjaan tersebut. Tentu saja akan lebih menyenangkan bila kita mengerjakan hal yang kita sukai. Tetapi bagaimana cara agar Anda mencintai pekerjaan yang membosankan tersebut?
Love your job but never fall in love with your company. Itulah pernyataan umum yang menganjurkan seseorang untuk mencintai pekerjaannya dan jangan mencintai perusahaan. Mengapa? Sebab sewaktu-waktu, bisa saja perusahaan menyingkirkan Anda kapan pun.
Bila Anda tidak mencintai pekerjaan Anda, tentu tidak akan mudah bagi Anda untuk melaksanakan tugas-tugas kantor. Anda akan merasa terbebani dengan tugas yang diberikan, sehingga hasil kerja tidak maksimal. Sebaliknya jika seseorang mengerjakan sesuatu yang disenangi, tentu hal itu akan terasa menyenangkan, waktu akan terasa sangat singkat, dan pastinya Anda akan bersemangat untuk mengerjakannya. Misalnya seseorang yang senang menggambar, akan sangat antusias bila diberikan tugas untuk membuat desain rumah, menjadi arsitek, atau pekerjaan serupa lainnya.
Pada tahun 1998, Wall Street Journal pernah membuat poling untuk menjaring pendapat umum tentang  cara seseorang menerima pekerjaan atau profesi yang saat ini dimiliki. Hasilnya lebih dari 50 % responden menyatakan akan meninggalkan pekerjaan Andaikan mereka memiliki kesempatan untuk pidah atau ada peluang untuk ganti pekerjaan/profesi. (Warshaw :1998).
Tetap akan nada sekelompok orang yang merasa tidak bahagia atau tidak sanggup mencintai pekerjaan atau profesi yang digelutinya saat ini. Padahal, secara filosofis, keduanya dapat dikatakan bahwa mencintai pekerjaan adalah kekuatan utama untuk meraih prestasi di bidang yang sudah dipilih saat ini atau nanti.
Hasil wawancara Doris Lee McCoy, penulis buku Mega Traits for Successful People (Career Life Institute :1994) terhadap 1000 orang Amerika yang berprestasi tinggi di bidangnya, ternyata menunjukkan bahwa urusan mencintai pekerjaan menduduki urutan pertama, yang membedakan antara mereka dengan kebanyakan orang di lingkungannya.
Secara keseluruhan, mereka yang berprestasi tinggi itu menikmati pekerjaan mereka (enjoy their work) dengan sepenuh hati (total involvement). Cintai perkejaan, cintai profesi dengan sepenuh hati, itu tampaknya sudah menjadi semacam “kemutlakan”.
***
“ Walaupun saat ini Anda sudah berada di jalur yang benar,
tetapi yang Anda lakukan hanya diam saja,
maka perubahan akan membawa Anda ketempat yang tidak aman.”

Mana yang benar, mendapatkan pekerjaan yang dicintai dan mencintainya, atau mencintai pekerjaan saat ini sehingga mengundang datangnya pekerjaan yang dicintai?
Pernyataan pertama bisa jadi benar, karena sebagian orang mendapatkan pekerjaan yang dicintainya sangat berpengaruh terhadap kemampuannya mencintai pekerjaannya.
Merujukan pada hasil temuan sejumlah pakar yang dikutip dalam catatan ERIC ; Clearinghouse on Adult Career and Vacational Education (Colombus OH : 2002), akan didapatkan bahwa cinta dan tidak cinta pekerjaan (di luar batasan tertentu itu), lebih banyak disebabkan oleh sesuatu yang terjadi dalam diri (what is happening in us), bukan sesuatu yang menimpa kita (what is happening on us), terlepas dari istilah teknis yang digunakan.
Studi ilmiah membuktikan bahwa penyebab utama ketidaksanggupan mencintai pekerjaan adalah konflik diri. Ini bukan masalah ada atau tidaknya gejolak, sebab tidak mungkin orang hidup tanpa gejolak. Konflik diri muncul karena mandeknya roda pengembangan diri (developmental process factors). Jika berhenti mengembangkan diri, maka cepat atau lambat kita akan diterpa konflik diri, seiring dengan bertambahnya kebutuhan dan keinginan. Mengapa mandek? Kemandekan ini disebabkan oleh kesalahan dalam memilih arah penglihatan pikiran difokuskan. Jika penglihatan diarahkan pada hal-hal yang berbau “kurang” maka kesimpulan yang tercetak di kepala adalah kesimpulan minus tentang kita. Kesimpulan minus ini akan dijadikan alat untuk melihat sesuatu di luar diri, termasuk pekerjaan.
Penglihatan tidak bisa melihat selain yang sudah dipahami oleh pikiran Anda. Nah, jika terhadap diri saja, pikiran Anda sudah punya kesimpulan minus, apalagi terhadap pekerjaan?
Alasan lain dari munculnya konflik diri adalah logika. Katakanlah, hari ini sudah mendapatkan pekerjaan yang dicintai, tetapi karena roda dinamika di dalam diri berhenti, maka cepat atau lambat, pekerjaan itu akan hilang keindahannya di mata Anda. Pasti, pekerjaan yang dicintai pun akan tetap ada bagian yang tidak dicintai dan ini bisa diharmoniskan oleh usaha pengembangan diri dalam hal kemampuan menyelesaikan masalah yang muncul (problem solving skill).
Semua orang pasti menginginkan didatangi oleh yang dicintai. Hanya saja praktik hidup tidak selamanya tunduk pada rencana kita, seringkali memberikan tawaran memilih; apa yang akan kita pilih ketika tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan secara utuh?
Will Rogers berkata, “ Walaupun saat ini Anda sudah berada di jalur yang benar, tetapi yang Anda lakukan hanya diam saja, maka perubahan akan membawa Anda ketempat yang tidak aman.” Pendapat ini bisa dijadikan petunjuk, bahwa jika dinamika Anda mandek, maka perubahan akan mengantar Anda kepada konflik diri, terlepas dari kondisi Anda sudah mendapatkan keperjaan yang dicintai maupun belum memilikinya.
Satu-satunya cara untuk menghasilkan karya yang hebat adalah dengan mencintai sesuatu yang Anda lakukan. Kalau belum menemukannya, terus mencari. Don’t settle. Mencintai pekerjaan, seberapa banyak kita bisa melakukannya? Atau ketika kita merasa tidak mencintai bahkan membenci pekerjaan kita,  seberapa banyak yang sanggup meninggalkannya. Kita lebih suka marah, berkeluh kesah atau menyalahkan keadaan ketimbang bersusah payah mengubah benci menjadi cinta.

Herman Chain mengatakan, “Kesuksesan bukanlah kunci kebahagiaan. Tapi kebahagiaanlah yang menjadi kunci kesuksesan. Jika Anda mencintai pekerjaan Anda, maka Anda akan sukses.” Allways do the best, tomorrow must be better than to day! (Rivaldo Fortier, Belajar Kepada Serigala)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar