Komunikasi Islam merupakan bentuk frasa dan pemi-kiran
yang baru muncul dalam penelitian akademik sekitar tiga dekade belakangan ini.
Munculnya pemi-kiran dan aktivisme komunikasi Islam didasarkan pa-da kegagalan
falsafah, paradigma dan pelaksanaan komunikasi Barat yang lebih mengoptimalkan
nilai-nilai pragmatis, materialistis serta penggunaan media secara kapitalis.
Kegagalan tersebut menimbulkan implikasi negatif terutama terhadap komunitas
Mus-lim di seluruh penjuru dunia akibat perbedaan agama, budaya dan gaya hidup
dari negara-negara (Barat) yang menjadi produsen ilmu tersebut.
Ilmu komunikasi Islam yang hangat diperbincangkan
akhir-akhir ini terutama menyangkut teori dan prinsip-prinsip komunikasi Islam,
serta pendekatan Islam tentang komunikasi. Titik penting munculnya aktivisme
dan pemikiran mengenai komunikasi Islam ditandai dengan terbitnya jurnal “Media,
Culture and Society” pada bulan Januari 1993 di London. Ini semakin
menunjukkan jati diri komunikasi Islam yang tengah mendapat perhatian dan
sorotan masyarakat tidak saja di belahan negara berpenduduk Muslim tetapi juga
di negara-negara Barat. Isu-isu yang dikembangkan dalam jurnal tersebut
menyangkut Islam dan komunikasi yang meliputi perspektif Islam terhadap media,
pemanfaatan media massa pada era pascamodern, kedudukan dan perjalanan media
massa di negara Muslim serta perspektif politik terhadap Islam dan komunikasi.
Komunikasi Islam berfokus pada teori-teori komunikasi
yang dikembangkan oleh para pemikir Muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan
komunikasi Islam sebagai komunikasi alternatif, terutama dalam menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang bersesuaian dengan fitrah penciptaan
manusia. Kesesuaian nilai-nilai komunikasi dengan dimensi penciptaan fitrah
kemanusiaan itu memberi manfaat terhadap kesejahteraan manusia sejagat.
Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam merupakan proses penyampaian
atau tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip dan kaedah komunikasi
dalam Alquran.
Komunikasi Islam dengan demikian dapat didefenisikan
sebagai proses penyampaian nilai-nilai Islam dari komunikator kepada komunikan
dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang sesuai dengan Alquran dan
Hadis. Teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh Barat lebih menekankan
aspek empirikal serta mengabaikan aspek normatif dan historikal. Adapun teori
yang dihasilkan melalui pendekatan seperti ini sangat bersifat premature
universalism dan naive empirism. Dalam konteks demikian Majid Tehranian,
menguraikan bahwa pendekatan ini tidak sama implikasinya dalam konteks
kehidupan komunitas lain yang memiliki latar belakang yang berbeda. Sehingga
dalam perspektif Islam, komunikasi haruslah dikembangkan melalui Islamic
world-view yang selanjutnya menjadi azas pembentukan teori komunikasi Islam
seperti aspek kekuasaan mutlak hanya milik Allah, serta peranan institusi ulama
dan masjid sebagai penyambung komunikasi dan aspek pengawasan syariah yang
menjadi penunjang kehidupan Muslim.
Dalam aspek perubahan sosial dan pembangunan masyarakat,
komunikasi Barat cenderung bersifat positivistik dan fungsional yang
berorientasi kepada individu, bukan kepada keselurusan sistem sosial dan fungsi
sosiobudaya yang sangat penting untuk merangsang terjadinya perubahan sosial.
Kualitas komunikasi menyangkut nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebaikan,
kejujuran, integritas, keadilan, kesahihan pesan dan sumber, menjadi aspek
penting dalam komunikasi Islam. Oleh karenanya dalam perspektif ini, komunikasi
Islam ditegakkan atas sendi hubungan segitiga (Islamic Triangular
Relationship), antara “Allah, manusia dan masyarakat”.
Dalam Islam prinsip informasi bukan merupakan hak
eksklusif dan bahan komoditi yang bersifat value-free, tetapi ia memiliki
norma-norma, etika dan moral imperatif yang bertujuan sebagai service membangun
kualitas manusia secara paripurna. Jadi Islam meletakkan inspirasi tauhid
sebagai parameter pengembangan teori komunikasi dan informasi. Alquran
menyediakan seperangkat aturan dalam prinsip dan tata berkomunikasi.
Di samping menjelaskan prinsip dan tata berkomunikasi,
Alquran juga mengetengahkan etika berkomunikasi. Dari sejumlah aspek moral dan
etika komunikasi, paling tidak terdapat empat prinsip etika komunikasi dalam
Alquran yang meliputi fairness (kejujuran), accuracy (ketepatan/ketelitian),
tanggungjawab dan kritik konstruktif. Dalam surah an-Nuur ayat 19 dikatakan:
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita), perbuatan yang amat keji
itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih
di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui”.
Sehubungan dengan etika kejujuran dalam komunikasi,
ayat-ayat Alquran memberi banyak landasan. Hal ini diungkapkan dengan adanya
larangan berdusta dalam surah an-Nahl ayat 116: “Dan janganlah kamu mengatakan
terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini
haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung”.
Dalam masalah ketelitian menerima informasi, Alquran
misalnya memerintahkan untuk melakukan check and recheck terhadap informasi
yang diterima. Dalam surah al-Hujurat ayat 6 dikatakan: “Hai orang-orang yang
beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Menyangkut masalah tanggungjawab dalam surah al-Isra’
ayat 36 dijelaskan: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungjawab-nya”. Alquran juga menyediakan
ruangan yang cukup banyak dalam menjelaskan etika kritik konstruktif dalam
berkomunikasi. Salah satunya tercantum dalam surah Ali Imran ayat 104: “Dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung”.
Begitu juga menyangkut isi pesan komunikasi harus
berorientasi pada kesejahteraan di dunia dan akhirat, sebagaimana dijelaskan
dalam sural al-Baqarah ayat 201: “Dan di antara mereka ada orang yang mendo’a:
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan
peliharalah kami dari siksa neraka”.
Selain itu, prinsip komunikasi Islam menekankan keadilan
(‘adl) sebagaimana tertera dalam surah an-Nahl ayat 90, berbuat baik (ihsan)
dalam surah Yunus ayat 26, melarang perkataan bohong dalam surah al-Hajj ayat
30, bersikap pertengahan (qana’ah) seperti tidak tamak, sabar sebagaimana
dijelaskan pada surah al-Baqarah ayat 153, tawadu’ dalam surah al-Furqan ayat
63, menunaikan janji dalam surah al-Isra’ ayat 34 dan seterusnya.
Membangun paradigma komunikasi Islam, sesungguhnya tidak
harus dimulai dari nol. Dasaran sintesisnya dapat menggunakan teori-teori
komunikasi konvensional (Barat), namun yang menjadi Homework bagi para
intelektual Muslim adalah membuat sintesis baru melalui aspek methatheory yang
meliputi epistemologi, ontologi dan perspektif. Pembenahan pada aspek dimensi
nilai dan etika harus dapat berkolaborasi dengan ketauhidan dan tanggungjawab
ukhrawi. Fungsi komunikasi Islam adalah untuk mewujudkan persamaan makna,
dengan demikian akan terjadi perubahan sikap atau tingkah laku pada masyarakat
Muslim. Sedangkan ultimate goal dari komunikasi Islam adalah kebahagiaan hidup
dunia dan akhirat yang titik tekannya pada aspek komunikan bukan pada
komunikator.
DAFTAR
BACAAN
Amir, Mafri. Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan
Islam. Jakarta: Logos, 1999.
Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar
Ringkas. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995.
Departemen Agama RI., Alquran dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 1989.
Fisher,
B. Aubrey. Teori-Teori
Komunikasi.
Bandung: Remaja Rosda Karya, 1986.
Ghani, Zulkiple Abd. Islam, Komunikasi dan Teknologi
Maklumat.
Kuala Lumpur: Utusan Publications & Dist
Hussain, Mohd. Yusof, et.al. Dua Puluh Lima Soal Jawab
Mengenai Komunikasi Islam. Jabatan Komunikasi Pembangunan, Pusat
Pengembangan dan Pendidikan Lanjutan, University Pertanian Malaysia, 1990.
Sardar, Ziauddin. Tantangan Dunia Islam Abad 21,
diterjemahkan dari judul aslinya “Information and the Muslim World: A Strategy
for the Twenty-first Century”, oleh A.E. Priyono dan Ilyas Hasan. Bandung:
Mizan, 1989.
Sophiaan, Ainur Rofiq. Tantangan Media Informasi
Islam, Antara Profesionalisme dan Dominasi Zionis. Surabaya: Risalah Gusti,
1993.
Tehranian, Majid. “Communication Theory and Islamic
Perspective”, dalam Wimal Dissanayake (ed.), Communication Theory: The Asian
Perspective. Singapore: Mass Communication
Research and Information Centre, 1988.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar