Kamis, 03 Maret 2016

DIMANA LETAK KEBAHAGIAAN?

“Hati adalah ibarat raja yang memiliki hak veto
dalam memerintah seluruh anggota jasmani untuk
berbuat baik atau jahat”

Manusia selalu mencari dan mengejarnya tanpa kenal lelah, tidak memperdulikan waktu dan tempat. Bahkan terkadang manusia berani menghalalkan segala cara demi untuk meraihnya. Bentuknya juga bervariasi, sebagian menilai sesuatu yang paling dicari manusia itu berbentuk harta berlimpah, jabatan, kekuasaan, keluarga dan anak. Bahkan ada yang menilai sesuatu itu adalah ketaatan dan ketekunan melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Sang Maha Pencipta. Apakah sesuatu paling dicari tersebut, dia bernama kebahagiaan.
Kebahagiaan itu bersifat relative – karena sangat ditentukan penilaian masing-masing orang – karenanya bentuk dan cara mendapatkannya juga bermacam-macam. Seorang mahasiswa misalnya akan merasa sangat bahagia saat menyelesaikan studi dan diwisuda. Bagi pasangan pengantin baru, kebahagiaan itu ketika biah cinta mereka menghasilkan putra dan putri yang soleh dan solehah.
Seorang politisi akan merasa bahagia ketika ia sudah menggenggam kekuasaan. Demikian juga pemimpin, ia akan merasa bahagia ketika orang yang dimpimpinnya juga merasakan kebahagiaan. Atau bagi seseorang yang sedang terpuruk karena sakit yang dideritanya, akan merasa sangat bahagia saat mendapatkan kesembuhan. Bagi seorang dosen dan guru akan sangat bahagia saat melihat mahasiswa dan anak didiknya meraih kesuksesan. Dan bagi seorang anak, dia akan bahagia ketika orangtuanya mampu memenuhi segala kebutuhan dan permintaannya atau ia mampu dan berhasil membahagiaan kedua orangtuanya.
Begitulah, kebahagiaan menurut perspektif masing-masing. Justru itu, tidak sedikit orang yang mengatakan kebahagiaan itu tidak selalu ditentukan seberapa banyak harta yang dimiliki, seberapa tinggi jabatan yang diraih dan seberapa besar kekuasaan yang didapatkan. Buktinya, terkadang kita iri kepada seorang tukang becak yang mampu tidur nyenyak dan pulas di atas  becaknya, sementara si kaya raya selalu gelisah dan tidak tenang di atas springbad dan bantal yang empuk dan lembut.
Atau iri melihat seorang petani desa dimana hidupnya terasa indah dan bahagia, padahal ia hanya memiliki sepetak sawah. Namun seseorang yang memiliki perkebunan ratusan hektar, malah terlihat selalu pusing, hidupnya ribet dan terkesan hidupnya selalu dililit masalah.
Lalu pertanyaannya, dimana sebenarnya letak kebahagiaan yang hakiki itu, kebahagiaan yang bisa dinikmati dan dirasakan seluruh manusia? Jawaban pertanyaan tersebut hanya ada pada diri dan perspektif kita sekalian.
***
Konon, pada suatu waktu, Tuhan memanggil malaikatnya sambil memperlihatkan sesuatu, Tuhan berkata, “Ini namanya kebahagiaan, yang sangat bernilai, serta dicari dan diperlukan oleh manusia. Simpanlah ini disuatu tempat, supaya manusia menemukannya sendiri. Jangan taruh di tempat yang terlalu mudah, sebab nanti kebahagiaan ini disia-siakan. Tetapi jangan pula diletakkan di tempat yang terlalu susah, sehingga tidak bisa ditemukan oleh manusia. Dan, yang penting, letakkan kebahagiaan itu di tempat yang bersih”.
Setelah mendapat perintah tersebut, turunlah ketiga malaikat itu langsung ke bumi untuk meletakkan kebahagiaan tersebut. Tetapi, dimana mereka meletakkannya? Malaikat pertama mengusulkan, “Letakkan di puncak gunung yang tinggi.” Tetapi, dua malaikat yang lain kurang setuju. Lalu, malaikat kedua berkata, “Letakkan di dasar samudra.” Usul itupun kurang disepakati. Akhirnya, malaikat ketiga membisikkan usulnya. Ketiga malaikat itu langsung sepakat. Malam itu juga, disaat semua orang sedang tidur, ketiga malaikat itu meletakkan kebahagiaan di tempat yang dibisikkan tadi.
Sejak hari itu, kebahagiaan untuk menusia tersimpan rapi di tempat tersebut. Rupanya, tempat itu itu cukup susah ditemukan. Dari hari kehari, tahun ke tahun, kita terus mencari kebahagiaan. Kita semua ingin menemukan kebahagiaan. Kita ingin merasa bahagia. Tapi, dimana mencarinya?
Ada yang mencari kebahagiaan sambil berwisata ke gunung, di pantai, di tempat yang sunyi, dan di tempat yang ramai. Kita mencari rasa bahagia disana sini; di pertokoan, restoran, tempat ibadah, kolam renang, lapangan olahraga, bioskop, layar televisi, kantor, dan lainnya. Adapula yang mencari kebahagiaan dengan bekerja keras, sebaliknya adapula yang bermalas-malasan. Ada yang ingin merasa bahagia dengan mencari pacar, ada yang mencari gelar, ada yang menciptakan lagu, ada yang mengarang buku, dan lain-lain.
Pokoknya, semua orang ingin menemukan kebahagiaan. Bahkan, pernikahan selalu dihubungkan dengan kebahagiaan. Orang-orang seakan beranggapan bahwa jika belum menikah, berarti belum bahagia. Padahal, semua orang juga tahu bahwa menikah tidaklah identik dengan bahagia. Selain itu, kekayaan sering dihubungkan dengan kebagiaan. Alangkah bahagianya kalau saya punya ini dan itu, pikir kita. Tetapi, ketika sudah memilikinya, kita tahu bahwa benda tersebut tidak memberikan kebahagiaan.
Kebahagiaan itu diletakkan di sebuah tempat oleh tiga malaikat secara rapi. Dimana mereka meletakkannya? Bukan dipuncak gunung, seperti diusulkan oleh malaikat pertama. Bukan di dasar samudra, seperti usulan malaikat kedua. Melainkan, di tempat yang dibisikkan oleh malaikat ketiga. Dimanakan tempatnya? Tempatnya adalah di dalam hati yang bersih.
Oleh sebab itu, jagalah mutu keindahan dan kesucian hati kita. Sebab, jika hati tersebut baik, maka baik pula seluruh tubuh. Sebaliknya, jika hati rusak maka rusaklah seluruh tubuh.
Dunia dan kemewahannya bukan tolok ukur kemuliaan yang sesungguhnya. Sebab, orang-orang yang rusak dan durjana, sekalipun diberi aneka kemewahan yang melimpah ruah oleh Tuhan, tetap merasa tidak bahagia. Kunci bagi orang-orang yang ingin bahagia, benar-benar ingin merasakan lezat dan mulianya hidup, adalah cara memelihara dan merawat keindahan serta kesuciaan kalbunya.
Sebagian tokoh menggolongkan, hati dalam tiga jenis, yaitu, hati yang sehat, hati yang sakit, dan hati yang mati. Seseorang yang memiliki hati sehat, tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Hati tersebut berfungsi optimal dan maksimal, sehingga pemiliknya mampu memilih dan mengolah setiap rencana atas suatu tindakan. Setiap yang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.
Orang yang paling beruntung memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat mengenal Tuhan dengan baik. Semakin cemerlang hatinya, maka ia akan semakin mengenal kekuasaan-Nya, penguasa jagat raya alam semesta ini. Ia akan memiliki mutu pribadi yang sangat hebat dan mempesona. Ia tidak akan pernah menjadi ujub dan takabur ketika mendapatkan sesuatu. Justru sebaliknya, ia akan menjadi orang yang tersyungkur bersujud. Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin rendah hati. Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan.
Semakin bersih hati seseorang, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur. Mendapatkan apapun, meskipun sedikit, ia tidak akan habis-habisnya menyakini bahwa semua ini adalah titipan Tuhan semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabur.
Saya sepakat dengan pernyataan bahwa hati yang bersih adalah hati yang akan membawa kebahagiaan, kesuksesan, kemenangan, dan kedamaian di dunia dan akhirat. Sungguh sukses dan beruntunglah seseorang yang suci hatinya. Hati yang suci akan mudah mengakses dan menerima petunjuk, ampunan, pertolongan, dan berkah demi berkah.
Hati yang bersih akan bercahaya. Hati yang bercahaya akan menerangi pikiran pemiliknya, bicaranya, penglihatannya, pendengarannya, dan tubuhnya. Maka, siapa pun yang mendekatinya akan merasakan berkah dari cahaya yang ada pada dirinya. Hati yang bersih, firasatnya sangat tajam. Setan tidak dapat mengusai hati yang bersih.
Untuk merawat dan memperindah hati yang bercahaya, maka seseorang perlu mempertahankan dan mengamalkan kebajikan. Hati akan terus bersih, bening dan bercahaya jika pemiliknya senantiasa menghindari kejahatan, jauh dari debu-debu iri, dengki, pamer dan sombong, serta menjalani berbagai cobaan dengan hati yang tulus. Hal ini seperti seorang ibu hami yang selalu tulus menahan rasa sakit, lemah tanpa pamrih demi mengandung anak yang ia cintai. Oleh kerana itu, jika kita mencintai permata (hati kita), maka kita harus merawatnya secara terus menerus.
Hati adalah pusat kebaikan dan kejahatan. Hati adalah ibarat raja yang memiliki hak veto dalam memerintah seluruh anggota jasmani untuk berbuat baik atau jahat. Oleh karena itu, bersihkan hati kita dari segala kotoran. Lalu isilah dengan sifat-sifat yang baik agar tetap terang benderang, bersinar, bercahaya, dan senantiasa condong pada kebaikan. (Rivaldo Fortier, belajar kepada serigala/mursal harahap)   
  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar