Suatu riwayat tentang Syeikh al –Imam Syaqiq Al Balhk
Wafat 194 H/810 M. Al Kisah pasa suatu hari Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkh
membeli buah semangka untuk istrinya. Saat buah semangka disantap istrinya
ternyata rasa terasa hambar. Sang Istri pun marah..!
Syeikh al-Imam Syaqiq menanggapi kemarahan istrinya
dengan tenang, dan setelah selesai mendengarkan kemarahan istrinya, beliau
bertanya dengan nada lembut.
“Kepada siapakan engkau marah wahai istriku? Kepada
Pedagang buahnyakah? atau kepada pembelinya? atau kepada petaninya yang
menanamnya? ataukah kepada yang menciptakan buah semangka itu? Tanya Syeikh al-Imam
Syaqiq.Mendengar pertanyaannya, Istrinya terdiam.
Lalu sambil tersenyum, Syeikh al-Imam Syaqiq melanjutkan
perkataannya, “Seorang pedagang tidak menjual sesuatu kecuali yang terbaik.
Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang terbaik pula. Begitu pula
seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan
buah yang terbaik...! dari itu, maka sasaran kemarahanmu berikutnya yang
tersisa, tidak lain hanya kepada yang menciptakan buah semangka tersebut...!
Syeikh al-Imam Syaqiq pun melanjutkan ucapannya: “
Bertaqwalah wahai istriku. Terimalah apa yang sudah menjadi ketetapan-Nya, agar
Allah SWT memberikan keberkahan kepada kita”.
Mendengar nasehat suaminya itu, sang istri pun sadar,
menunduk dan menangis sembari mengakui kesalahanya. Istrinyapun kemudian ridho
dengan apa yang telah ditetapkan Allah SWT.
Pelajaran penting buat kita dari kisah tersebut adalah, bahwa
setiap keluhan yang kita ucapkan, itu sama saja kita tidak ridho dengan
ketatapan Allah SWT, sehingga barokah Allah SWT jauh dari kita. Barokah
bulanlah harus dimaknai dengan serba cukup dan mencukupi saja, akan tetapi barokah
ialah bertambahnya ketaaan kita kepada Allah AWT dengan segala keadaan yang
ada, baik yang kita sukai maupun sebaliknya.
Barokah itu ialah bertambahnya ketaatanmu kepada Allah
SWT, dan ‘makanan’ barokah itu bukan kompisisi gizinya yang lengkap, tapi
makanan yang mampu membuat orang yang menikmati makanan itu menjadi lebih taat
setelah menyantap makanan tersebut.
Hidup barokah bukan hanya sehat, tapi terkadang sakit
justru menjadi barokah sebagaimana Nabi Ayyub Alaihisalam, sakitnya menjadikan
Nabi Ayyub bertambah taat kepada Allah SWT. Barokah itu tidak selalu panjang
umur. Ada orang umurnya pendek, tapi dahsyat taatnya layaknya Musab ibn Umar.
Tanah barokah itu bukan karena subur dan panoramannya indah, karena tanah yang
tandus seperti Mekkah punya keutamaan dihadapan Allah, tiada bandingan dan
tiada tara.
Ilmu yang barokah itu bukan yang banyak riwayat dan
catatan kakinya, akan tetapi ilmu barokah itu yang menjadikan seseorang
meneteskan keringat dan darahnya dalam beramal dan berjuang untuk agama Allah
SWT. Penghasilan barokah itu bukan diukur dari gaji yang besar dan berlimpah,
tatapi sejauhmana ia bisa menjadi jalan rezeki bagi orang lainnya dan semakin
banyak yang terbantu dengan perhasilan tersebut, serta dibersikan dengan menuaikan
zakat atas rezekinya tersebut.
Anak-anak yang barokah itu bukanlah saat kecil mereka
lucu dan imut, atau setelah dewasa mereka sukses bergelar dan mempunya
pekerjaan serta jabatan hebat. Tapi anak barokah itu ialah anak yang senantiasa
taat keada Rabb-Nya, dan kelak mereka menjadi lebih shalih dari orangtuanya
serta tidak henti-hentinya mendoakan kedua orangtuanya. Anak barokah itu
penyelemat di akhirat.(***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar