Kamis, 03 November 2016

KISAH BUAH SEMANGKA

Suatu riwayat tentang Syeikh al –Imam Syaqiq Al Balhk Wafat 194 H/810 M. Al Kisah pasa suatu hari Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkh membeli buah semangka untuk istrinya. Saat buah semangka disantap istrinya ternyata rasa terasa hambar. Sang Istri pun marah..!

Syeikh al-Imam Syaqiq menanggapi kemarahan istrinya dengan tenang, dan setelah selesai mendengarkan kemarahan istrinya, beliau bertanya dengan nada lembut.
“Kepada siapakan engkau marah wahai istriku? Kepada Pedagang buahnyakah? atau kepada pembelinya? atau kepada petaninya yang menanamnya? ataukah kepada yang menciptakan buah semangka itu? Tanya Syeikh al-Imam Syaqiq.Mendengar pertanyaannya, Istrinya terdiam.
Lalu sambil tersenyum, Syeikh al-Imam Syaqiq melanjutkan perkataannya, “Seorang pedagang tidak menjual sesuatu kecuali yang terbaik. Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang terbaik pula. Begitu pula seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan buah yang terbaik...! dari itu, maka sasaran kemarahanmu berikutnya yang tersisa, tidak lain hanya kepada yang menciptakan buah semangka tersebut...!
Syeikh al-Imam Syaqiq pun melanjutkan ucapannya: “ Bertaqwalah wahai istriku. Terimalah apa yang sudah menjadi ketetapan-Nya, agar Allah SWT memberikan keberkahan kepada kita”.
Mendengar nasehat suaminya itu, sang istri pun sadar, menunduk dan menangis sembari mengakui kesalahanya. Istrinyapun kemudian ridho dengan apa yang telah ditetapkan Allah SWT.
Pelajaran penting buat kita dari kisah tersebut adalah, bahwa setiap keluhan yang kita ucapkan, itu sama saja kita tidak ridho dengan ketatapan Allah SWT, sehingga barokah Allah SWT jauh dari kita. Barokah bulanlah harus dimaknai dengan serba cukup dan mencukupi saja, akan tetapi barokah ialah bertambahnya ketaaan kita kepada Allah AWT dengan segala keadaan yang ada, baik yang kita sukai maupun sebaliknya.
Barokah itu ialah bertambahnya ketaatanmu kepada Allah SWT, dan ‘makanan’ barokah itu bukan kompisisi gizinya yang lengkap, tapi makanan yang mampu membuat orang yang menikmati makanan itu menjadi lebih taat setelah menyantap makanan tersebut.
Hidup barokah bukan hanya sehat, tapi terkadang sakit justru menjadi barokah sebagaimana Nabi Ayyub Alaihisalam, sakitnya menjadikan Nabi Ayyub bertambah taat kepada Allah SWT. Barokah itu tidak selalu panjang umur. Ada orang umurnya pendek, tapi dahsyat taatnya layaknya Musab ibn Umar. Tanah barokah itu bukan karena subur dan panoramannya indah, karena tanah yang tandus seperti Mekkah punya keutamaan dihadapan Allah, tiada bandingan dan tiada tara.
Ilmu yang barokah itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, akan tetapi ilmu barokah itu yang menjadikan seseorang meneteskan keringat dan darahnya dalam beramal dan berjuang untuk agama Allah SWT. Penghasilan barokah itu bukan diukur dari gaji yang besar dan berlimpah, tatapi sejauhmana ia bisa menjadi jalan rezeki bagi orang lainnya dan semakin banyak yang terbantu dengan perhasilan tersebut, serta dibersikan dengan menuaikan zakat atas rezekinya tersebut.
Anak-anak yang barokah itu bukanlah saat kecil mereka lucu dan imut, atau setelah dewasa mereka sukses bergelar dan mempunya pekerjaan serta jabatan hebat. Tapi anak barokah itu ialah anak yang senantiasa taat keada Rabb-Nya, dan kelak mereka menjadi lebih shalih dari orangtuanya serta tidak henti-hentinya mendoakan kedua orangtuanya. Anak barokah itu penyelemat di akhirat.(***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar