Rabu, 11 Mei 2016

JALAN KEBAJIKAN BERSIKU

"Apa yang tidak baik dari kiri, jangan diteruskan ke kanan 
dan apa yang tidak baik dari kanan, usah diteruskan ke kiri"

Di jaman yang serba cepat atas kencangnya arus perkembangan teknologi dan informasi ini, urusan komunikasi dan penyebaran informasi menjadi semudah membali telapak tangan. Jarak, waktu dan biaya tidak lagi menjadi kendala dan penghambat. Komunikasi menjadi amat lebih cepat dan lancar, informasi juga lebih mudah tersebar.
Namun sebagaimana hukum kehidupan, segala sesuatu yang mudah, untuk melakukan kebaikan, akan mudah pula digunakan untuk kejahatan. Apalagi kalau hitungannya gratisan, maka sebuah informasi bisa dengan mudah disebarkan kemana-mana tanpa kendali.
Penggunakan teknologi gadget-nya dengan segudang aplikasi (browsing, chatting, games-facebook, instagram, whatsapp, line, twiter- dll), memberikan ruang kepada penggunanya untuk menyebarkan informasi secara mudah, praktis dan cepat. Dari sisi kehidupan sosial, sarana teknologi informasi menjadikan masyarakat kehilangan kepedulian dan respek terhadap lingkungannya. Satu waktu terkadang membuat kita yang melihatnya terkesan lucu, menyaksikan para pengguna teknologi informasi memainkan gadget-nya.
Mari kita lakukan survey sederhana dengan berjalan-jalan ke tempat-tempat umum yang ramai, cafĂ©, bioskop, bandara, lokasi nongkrong, hingga ke tempat-tempat kerja, baik di instansi pemerintah maupun swasta. Dalam survey itu, pasti kita akan menemukan, mereka terlihat asyik dan sibuk dengan diri sendiri bersama gadget-nya. Kadang terlihat tersenyum dan tertawa sendiri, kening berkerut dan juga rona wajah sedih. Juga aneh bagi kita, saat mereka chatting, tidak mau saling melihat, padahal jaraknya sangat dekat dan mereka sedang berkomunikasi.
Seperti kisah berikut ini. Sore itu, Rubi, Herma dan Kinung seperti biasa berkumpul di warungnya. Namun agak berbeda dengan biasanya, masing-masing terlihat asyik dengan dirinya sendiri. Semua memegangblackberry masing-masing. Sejak mengenal alat komunikasi ini mereka semua menjadi autis. Anehnya, mereka terkadang tertawa bersama, padahal tatapan mata satu sama lain terfokus pada layar blackberry  dan smartphone masing-masing. Namun kalau dilihat lebih dekat, dijamin  orang yang melihat akan tertawa juga. Rupanya mereka bertiga sedang chatting bersama di grup yang sama. Apa tidak aneh? Duduk saling berhadapan, asyik sendiri, kelihatan tidak saling berkomunikasi, tapi sebenarnya sedang berinteraksi satu sama lain, via alat komunikasi modern.
Dalam kondisi seperti itu, topik yang dibicarakan tidak jelas, melompat-lompat tak terstruktur. Kadang bicara soal masa lalu, keluarga, sosial, politik, ekonomi, bisnis, bahkan hal-hal sepele yang tidak penting dibicarakan dan lain sebagainya.
Pada saat mereka terhanyut dengan naluri, pikiran dan persaan masing-masing, tiba-tiba masuk sebuahpostingan  yang nadanya kurang baik dan bila jatuh ke tangan yang salah bisa menimbulkan persoalan yang tidak baik pula. Tulisan atau postingan itu secara cerdik dibuat seolah pujian, namun nadanya justru bisa menghasut. Yang membuat, pasti cerdik sekaligus licik, serta mempunyai tujuan tertentu. Membaca tulisan itu, Rubi langsung berkomentar, “Langsung dihapus saja. Tulisan seperti ini berbahaya dan bisa memicu persoalan yang tidak baik, dan hati-hati kalau mendapat forward tulisan semacam ini. Stop, hapus dan sampaikan penjelasan serupa kepada kawan yang mengirimnya.”
Mitha (teman mereka di grup) yang mem-posting informasi itu, langsung berkomentar, “ Ya Rub, maka setiap ada sesuatu saya tidak berani menyebarkannya keman-mana, kecuali intern grup kita agar kau sensor dulu, hehehe,” balas Mitha. Tiba-tiba Kinung nimbrung dan comment, Tha masing ingat nasihat, “Jalan Kebajikan Bersiku?”, Masih ingat Tha, Herma ikut bertanya. “Ingat dokn,” jawab Mitha. Apa yang tidak baik dari atas, tidak diteruskan ke bawah. Apa yang tidak baik dari bawah, jangan diteruskan ke atas. Apa yang tidak baik dari depan, usah diteruskan ke belakang, apa yang tidak baik dari  belakang, jangan diteruskan ke depan. Apa yang tidak baik dari kiri, jangan diteruskan ke kanan dan apa yang tidak baik dari kanan, usah diteruskan ke kiri,”kata Mitha menjawab pertanyaan kedua temannya tersebut.
Ya, seperti dalam kasus penyebaran tulisan itu, kita  harus mampu menjadi filter, penyaring. Sesuatu yang masuk dari segenap penjuru; atasan, bawahan, keluarga, sahabat, lingkungan dan sebagainya yang kebetulan melewati kita, harus dipikir dan ditimbang dulu baik-baik akurasi dan kebenarannya. Terus perlu dilakukan chek and richek apakah patut untuk kita teruskan ke atasan, bawahan, keluarga, sahabat dan lingkungan kita. Apakah setelah disebarluarkan ada manfaatnya atau tidak. Bagi yang menerima apakah akan menimbulkan persoalan baru, membaut resah dan gelisah,”kata Mitha memberikan penjelasan panjang lebar.
Rubi yang sejak awal ikut dalam diskusi di grup itu, menambahkan penjelasan Mitha tentang nasehat ‘Jalan Kebajikan Bersiku’. Rubi mengatakan, penjelasan Mitha tepat, tapi belum lengkap. “Lewat nasehat itu, kita juga diajarkan untuk menjadi insan mandiri yang punya tanggungjawab, integritas dan tidak cengeng. Menjadi bagian dari solusi, bukan justru menjadi pembuat masalah. Ya, tidak mudah mengadu kalau ada masalah. Kita harus coba mengatasi dengan seluruh kemampuan, kewenangan dan tanggungjawab yang kita punyai. Maksudnya kita bertanggungjawab memecahkan masalah secara sungguh-sungguh. Namun bila masalahnya berat, kita tak sanggup mengatasinya atau berbahaya, atau sudah di luar batas kewenangannya, tentu kita akan melaporkan kepada atasan. Namun bukan gampangan mengadu. Sebab bisa repot jadinya atasan, kalau ada masalah memiliki kelemahan, dan apalagi kalau kita harus menjaga rahasia. Demikian juga yang terkait dengan rekan, sahabat, mitra dan lain sebagainya.
Pendeknya kita harus menjadi orang yang berintegritas. Disatu sisi tidak mempermalukan orang, menjaga kepercayaan dan bertanggungjawab. Di sisi yang lain, tidak menyebarluaskan sesuatu yang buruk lebih luas lagi. Di samping akan jelek dampaknya, juga akan membuat masalah baru yang mungkin lebih besar” tulis Rubi.
Penjelasan dan komentar yang diberikan kawan-kawan Mitha, adalah salah satu yang sangat penting dalam ilmu komunikasi yakni konfirmasi. Ya, demikianlah, fungsi konfirmasi dalam ilmu komunikasi adalah untuk memastikan kebenaran dan akurasi seluruhnya informasi yang diterima. Perlu diingat, ketika pesan sudah disampaikan, maka pesan itu bukan milik kita lagi, tapi sudah menjadi milik audiens atau khalayak. Dan satu pesan bisa memunculkan ribuan penafsiran dan perspektif.
Karena itu, Allah Swt dalam al Qur’an telah memperingatkan kita, bahwa ketika mendapat khabar (informasi/berita) dari orang-orang munafik, kita diminta melakukan 'fatabayyanu' atau crooschek. 'fatabayyanu'  dilakukan untuk memastikan kebenaran serta manfaat dan guna menghindarkan munculnya fitnah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar