Jumat, 13 Mei 2016

HUKUM BERAT PEMBUNUH DAN PEMERKOSA YUYUN

Kekerasan seksual terhadap anak-anak, adalah perbuatan keji, biadap dan sama dengan perilaku binatang. Bila dilihat dari perspektif apapun, kejahatan tersebut dan para pelakunya tidak bisa diterima, apalagi untuk diampuni. Oleh karena itu, wajar saja kalau banyak kelompok masyarakat yang mengingkan agar pelaku kejaharan seksual kepada anak-anak diganjar hukuman berat.
Tragedi yang menimpa Yuyun misalnya adalah perbuatan yang tidak berperikemanusiaan, atau kalau boleh disebut para pelaku yang tega memperkosa dan membunuh Yuyun sudah tidak memiliki sisi manusia. Belum lagi jika ditilik pengakuan pelaku, yang mengatakan telah merencanakan perbuatan tersebut.
Para pelaku adalah manusia-manusia yang lalai dan tidak bertanggungjawab terhadap potensinya serta tidak menyadari atau memahami potensi yang diterimanya, dan pasti mereka akan mendapat kerugian yang besar. Di antara akibat kelalaian manusia adalah diumpamakan Allah dengan binatang dan tanaman hingga ia serupa dengan binatang atau makhluk lainnya yang lebih rendah.
Bila potensi yang dimiliki manusia digunakan dengan baik untuk ibadah dan amal saleh, manusia akan menuai kebahagiaan Sebaliknya jika potensi itu tidak digunakan, maka manusia akan mendapat penghinaan dan status terendah (tak bernilai) di hadapan Allah SWT. Manusia diumpamakan dengan monyet, anjing, babi, kayu, batu, labah-labah dan keledai. An’am (seperti binatang ternak)
Manusia diberi hati, mata dan telinga untuk mengenal tanda-tanda Allah tetapi jika tidak digunakan, sama saja tidak memiliki potensi tersebut. Binatang tidak mempunyai potensi seperti yang dimiliki manusia.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat kebesaran (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telingan (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seumpama binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raf, 7: 179 )
Hal lain yang bisa membuat manusia lebih rendah dari binatang ternak, karena manusia sering menuruti hawa nafsu, sampai pada tingkatan menjadikan nafsu sebagai 'Tuhan' sehingga lalai.
“Terangkanlah kepadaKu tentang orang-orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya, maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya. Atau apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar dan memahami, mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat jalannya dari binatang ternak itu.” (Al-Furqan, 25: 43-44)
Kembali kepada kasus yang menimpa Yuyun, Atas kasus ini, wajar saja kalau Presiden RI Joko Widodo, Menteri Sosial Khofifah Indran Parawangsa, Menteri Pendidikan Dasar, Menteri Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA), Mantan Panglima TNI Muldoko dan sejumlah pejabat publik lainnya, termasuk masyarakat Indonesia geram. Adalah wajar pula, jika kita meminta para pelaku dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya.
Hukuman berat tersebut, rasanya belum setimpal bila kita mengkonversikan dengan derita orangtua dan keluarga almarhumah Yuyun. Juga belum seimbang dengan hak hidup serta cita-cita Yuyun yang kandas atas perbuatan para pelaku. Termasuk belum setara pada dampak yang ditimbulkan, dimana kini para orantua merasa khawatir, was-was, gamang atas keselamatan putri-putri mereka dari terkaman para predator anak.
Memang para pelaku memiliki hak untuk diadili sesuai dengan hukum yang berlaku. Tapi juga harus diingat, kini hak Yuyun untuk hidup, bersekolah, bermain dengan teman serta hak lainnya telah dirampas para pelaku.
Dari sisi supremasi hukum, maka pada kasus Yuyun ini, aparat penegak hukum harus berani dan tegas menerapkan norma dan aturan hukum yang berlaku. Dan yang sangat penting, terpenuhinya rasa keadilan bagi korban dan masyarakat Indonesia.
Jika dilihat dari sisi hukum agama Islam, perbuatan para pelaku sangat dimurkai Allah Swt. Karena itu, dalam sumber hukum Islam yang utama yakni Al Qur'an diatur tentang sanksi pidana, termasuk di dalamnya sanksi pidana jina dan pembunuhan. Namun, karena Indonesia bukan negara Islam, aturan tersebut tidak dapat dilaksanakan kepada pelaku.
Intinya, kasus Yuyun ini harus menjadi yang terakhir, agar ke depan putri-putri bangsa ini tidak mati sia-sia hanya karena nafsu bejat para predator anak yang telah kehilangan rasa kemanusiaan. Selain itu, negara sebagai pemangku kepentingan rakyat Indonesia tidak boleh kalah apalagi mengalah dengan alasan apapun dalam menegakkan hukum. Kita sudah sepakat bahwa Indonesia adalah negara hukum, maka sudah seharusnya hukum ditempatkan sebagai panglima terdepan. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar