Rabu, 11 Mei 2016

KERBAU Vs RAJA HUTAN

“Seorang pemimpin tanpa keberanian,
ibarat segerombolan kerbau yang berjumlah ratusan dan berbadan besar,
namun lari pontang panting dikejar seekor macam yang mau memangsanya”

Ada program televisi swasta nasional yang diperuntukkan bagi anak-anak, namun sarat makna dan filosofi kehidupan. Nama program tersebut “Pada zaman dahulu kala.” Program ini berkisah tentang kehidupan kawanan binatang di rimba raya, dengan tokoh utamanya si kancil yang cerdik dan bijaksana. Pemeran yang lain, ada kerbau, gajah, marmut, buaya, tikus, semut, lebah dan binatang lainnya.
Kisah-kisah dalam program itu disampaikan seorang kakek yang hidup di desa dengan pendengar utamanya adalah cucunya yang bernama Aris dan Ara. Kisahnya pun bermacam-macam, mulai dari persatuan, kepemimpinan, persaudaraan dan kehidupan sosial para binatang. Dan seringkali cerita yang dikisahkan, dekat dengan kehidupan manusia. Seperti bagaimana mengurus organisasi/ kelompok atau kawanan dalam istilah binatang.
Memang, mengurus atau memimpin organisasi apapun, sebenarnya prinsifnya sama saja. Namun mengurus organisasi sosial lebih sulit, karena hirarkinya cair dan keanggotaannya orang perorang dan biasanya bersifat sukarela.
Beda dengan organisasi perusahaan, anggotanya adalah karyawan yang digaji, maka hirarkinya lebih massif. Suara pemimpin lebih didengar dan ditakuti. Siapa yang mendapat surat keputusan memegang sebuah jabatan, relative akan dituruti bawahannya. Namun dalam organisasi sosial antara anggota dan pemimpin, statusnya sebenarnya sama-sama anggota yang sederajat. Oleh karena itu, seorang pemimpin organisasi sosial harus penuh pengabdian, pantang merasa capek dan sabar.
Kalau di perusahaan tuntuan dan arahan jelas. Sasaran lebih sempit dan ukurannya jelas, sementara di organisasi sosial lebih kabur dan luas. Semua bekerja secara sukarela, kecuali karyawan atau staff administrasi. Karena sukarela, semua merasa merasa sama dan setara, maka cara mengarahkannya tidak mungkin melalui komando seperti di perusahaan. Sebab masing-masing orang memiliki keinginan peribadi yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Ukuran keberhasilannya juga bisa kabur, karena setiap anggota mengukur keberhasilan dari perspektif masing-masing. Terutama yang menyangkut prioritas kepentingannya. Demikian juga dalam hal pertanggungjawaban. Semua anggota merasa merekalah yang harus didengarkan dan dituruti. Ya itu tadi, seorang pemimpin organisasi sosial harus orang yang tulus, penuh pengabdian, pantang menyerah dan tidak selalu mengeluh.
Dalam organisasi seringkali terjadi, orang yang sudah bekerja keras, mati-matian dan dinilai sukses, pasti tetap saja ada orang atau kelompok yang menyela dan menganggap itu belum ada apa-apanya. Bahkan fenomena ini sudah lumrah dan terjadi dimana-mana. Dan di organisasi sosial yang melayani banyak orang, hal ini akan lebih sering terjadi. Banyangkan kalau kamu memiliki perusahaan sendiri dengan perusahaan dengan banyak owners (pemilik), tentu beda.
Selain ikhlas, penuh pengabdian, sabar dan tidak mudah mengeluh, seorang pemimpin organisasi sosial harus mendengar semua keinginan yang ada, tapi tidak terhanyut di dalamnya. Buka telinga lebar-lebar lalu ditarik benang merahnya, setelah itu petakan dengan fakta lingkungan besarnya secara arif dan bijaksana. Kemudian rentangkan kedua ujung dan ambil tengahnya. Anggota ingin ke kiri, fakta besarnya di luar ke kanan. Turut ke kiri bisa membentur tembok, lari ke kanan tersandung batu. Justru itu, diambil tengahnya, yakni sesuatu yang masih bisa diterima, ditolelir atau tidak melanggar hal-hal yang dasar.
Hidup harus punya idealisme, tapi kenyataan juga tidak bisa diabaikan atau dalam istilah idealis pragmatis. Setelah tahu apa yang harus dilakukan beserta prioritasnya, lalu pilih orang-orang yang tepat untuk mengerjakannya. Berikan arahan, hak, wewenang, kepercayaan, tanggungjawab dan dukungan. kontrol dan bantu secara objektif, namun harus tetap diberikan ruang bebas untuk bekerja.
Selama masih dalam koridor, bantu dan lindungi. Kalau ada penyimpangan, ingatkan. Jangan budek terhadap kritik, tapi jangan sensitif. Jawab kritikan dengan kerja nyata, teguh dan tidak goyah apapun yang mendera. Singkatnya, pemimpin boleh membuka lebar-lebar pendengarannya untuk mendapatkan informasi dan suara hati yang jujur dari masyarakat yang dipimpinnya. Setelah mendengar, tetapkan tujuan jangka pendek, menengah dan jangka panjang, untuk kemudian dijabarkan dan bentuk program kerja nyata yang realistis. Pada posisi seperti ini, maka pemimpin harus teguh, lurus dengan apa yang direncanakan dan tidak boleh bimbang hanya karena celaan dan kritik.
Selanjutnya seorang pemimpin harus berani dan mendidik anggotanya agar berani pula. Orang yang berani biasanya yakin berada di jalan kebenaran dan jujur. Keberanian itu penting. Ibarat sebuah rumah, ketulusan adalah pondasi, kearifan adalah atapnya, maka kebaranian adalah tiangnya. Tanpa tiang sebuah rumah tidak akan berdiri dengan kokoh.
Tugas dan kewajiban utama seorang pemimpin adalah memutuskan. Semua keputusan pada dasarnyan tidak bisa dijamin 100 persen berhasil, ketika keputusan itu diambil. Tanpa keberanian, bagaiman bisa cepat memutuskan. Bukan itu saja, seorang pemimpin tanpa keberanian, ibarat segerombolan kerbau yang berjumlah ratusan dan berbadan besar, namun lari pontang panting di kejar seekor macam (raja hutan) yang hendak memangsanya.
Banyangkan, sudah menang jumlah, badan lebih besar, namun belum apa-apa sudah lari!. Seandainya ada seekor kerbau yang berani melawan dan kemudian mampu membangkitkan semangat kerbau lainnya, niscaya macan itu yang akan lari. Nah, persoalannya tidak ada satupun kerbau yang berani tampil. Itulah gunanya keberanian bagi seorang pemimpin.  Keberanian itu akan menginspirasi seluruh orang yang dipimpinnya. (bertambah bijak setiap hari, Tuhan sudah pindah alamat?/MH)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar