“Seorang
pemimpin tanpa keberanian,
ibarat
segerombolan kerbau yang berjumlah ratusan dan berbadan besar,
namun
lari pontang panting dikejar seekor macam yang mau memangsanya”
Ada program televisi swasta nasional yang
diperuntukkan bagi anak-anak, namun sarat makna dan filosofi kehidupan. Nama
program tersebut “Pada zaman dahulu kala.”
Program ini berkisah tentang kehidupan kawanan binatang di rimba raya, dengan
tokoh utamanya si kancil yang cerdik dan bijaksana. Pemeran yang lain, ada
kerbau, gajah, marmut, buaya, tikus, semut, lebah dan binatang lainnya.
Kisah-kisah dalam program itu
disampaikan seorang kakek yang hidup di desa dengan pendengar utamanya adalah
cucunya yang bernama Aris dan Ara. Kisahnya pun bermacam-macam, mulai dari
persatuan, kepemimpinan, persaudaraan dan kehidupan sosial para binatang. Dan
seringkali cerita yang dikisahkan, dekat dengan kehidupan manusia. Seperti
bagaimana mengurus organisasi/ kelompok atau kawanan dalam istilah binatang.
Memang, mengurus atau memimpin
organisasi apapun, sebenarnya prinsifnya sama saja. Namun mengurus organisasi sosial
lebih sulit, karena hirarkinya cair dan keanggotaannya orang perorang dan
biasanya bersifat sukarela.
Beda dengan organisasi perusahaan,
anggotanya adalah karyawan yang digaji, maka hirarkinya lebih massif. Suara
pemimpin lebih didengar dan ditakuti. Siapa yang mendapat surat keputusan
memegang sebuah jabatan, relative akan dituruti bawahannya. Namun dalam
organisasi sosial antara anggota dan pemimpin, statusnya sebenarnya sama-sama
anggota yang sederajat. Oleh karena itu, seorang pemimpin organisasi sosial
harus penuh pengabdian, pantang merasa capek dan sabar.
Kalau di perusahaan tuntuan dan arahan
jelas. Sasaran lebih sempit dan ukurannya jelas, sementara di organisasi sosial
lebih kabur dan luas. Semua bekerja secara sukarela, kecuali karyawan atau
staff administrasi. Karena sukarela, semua merasa merasa sama dan setara, maka
cara mengarahkannya tidak mungkin melalui komando seperti di perusahaan. Sebab
masing-masing orang memiliki keinginan peribadi yang tidak bisa diabaikan
begitu saja.
Ukuran keberhasilannya juga bisa kabur,
karena setiap anggota mengukur keberhasilan dari perspektif masing-masing.
Terutama yang menyangkut prioritas kepentingannya. Demikian juga dalam hal
pertanggungjawaban. Semua anggota merasa merekalah yang harus didengarkan dan
dituruti. Ya itu tadi, seorang pemimpin organisasi sosial harus orang yang
tulus, penuh pengabdian, pantang menyerah dan tidak selalu mengeluh.
Dalam organisasi seringkali terjadi,
orang yang sudah bekerja keras, mati-matian dan dinilai sukses, pasti tetap
saja ada orang atau kelompok yang menyela dan menganggap itu belum ada
apa-apanya. Bahkan fenomena ini sudah lumrah dan terjadi dimana-mana. Dan di
organisasi sosial yang melayani banyak orang, hal ini akan lebih sering
terjadi. Banyangkan kalau kamu memiliki perusahaan sendiri dengan perusahaan
dengan banyak owners (pemilik), tentu
beda.
Selain ikhlas, penuh pengabdian, sabar
dan tidak mudah mengeluh, seorang pemimpin organisasi sosial harus mendengar
semua keinginan yang ada, tapi tidak terhanyut di dalamnya. Buka telinga
lebar-lebar lalu ditarik benang merahnya, setelah itu petakan dengan fakta
lingkungan besarnya secara arif dan bijaksana. Kemudian rentangkan kedua ujung
dan ambil tengahnya. Anggota ingin ke kiri, fakta besarnya di luar ke kanan.
Turut ke kiri bisa membentur tembok, lari ke kanan tersandung batu. Justru itu,
diambil tengahnya, yakni sesuatu yang masih bisa diterima, ditolelir atau tidak
melanggar hal-hal yang dasar.
Hidup harus punya idealisme, tapi
kenyataan juga tidak bisa diabaikan atau dalam istilah idealis pragmatis. Setelah tahu apa yang harus dilakukan beserta
prioritasnya, lalu pilih orang-orang yang tepat untuk mengerjakannya. Berikan arahan,
hak, wewenang, kepercayaan, tanggungjawab dan dukungan. kontrol dan bantu
secara objektif, namun harus tetap diberikan ruang bebas untuk bekerja.
Selama masih dalam koridor, bantu dan
lindungi. Kalau ada penyimpangan, ingatkan. Jangan budek terhadap kritik, tapi
jangan sensitif. Jawab kritikan dengan kerja nyata, teguh dan tidak goyah
apapun yang mendera. Singkatnya, pemimpin boleh membuka lebar-lebar
pendengarannya untuk mendapatkan informasi dan suara hati yang jujur dari
masyarakat yang dipimpinnya. Setelah mendengar, tetapkan tujuan jangka pendek,
menengah dan jangka panjang, untuk kemudian dijabarkan dan bentuk program kerja
nyata yang realistis. Pada posisi seperti ini, maka pemimpin harus teguh, lurus
dengan apa yang direncanakan dan tidak boleh bimbang hanya karena celaan dan
kritik.
Selanjutnya seorang pemimpin harus
berani dan mendidik anggotanya agar berani pula. Orang yang berani biasanya
yakin berada di jalan kebenaran dan jujur. Keberanian itu penting. Ibarat
sebuah rumah, ketulusan adalah pondasi, kearifan adalah atapnya, maka
kebaranian adalah tiangnya. Tanpa tiang sebuah rumah tidak akan berdiri dengan
kokoh.
Tugas dan kewajiban utama seorang
pemimpin adalah memutuskan. Semua keputusan pada dasarnyan tidak bisa dijamin
100 persen berhasil, ketika keputusan itu diambil. Tanpa keberanian, bagaiman
bisa cepat memutuskan. Bukan itu saja, seorang pemimpin tanpa keberanian,
ibarat segerombolan kerbau yang berjumlah ratusan dan berbadan besar, namun
lari pontang panting di kejar seekor macam (raja hutan) yang hendak memangsanya.
Banyangkan, sudah menang jumlah, badan
lebih besar, namun belum apa-apa sudah lari!. Seandainya ada seekor kerbau yang
berani melawan dan kemudian mampu membangkitkan semangat kerbau lainnya,
niscaya macan itu yang akan lari. Nah, persoalannya tidak ada satupun kerbau
yang berani tampil. Itulah gunanya keberanian bagi seorang pemimpin. Keberanian itu akan menginspirasi seluruh
orang yang dipimpinnya. (bertambah bijak
setiap hari, Tuhan sudah pindah alamat?/MH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar