Rabu, 25 Mei 2016

MAHAR DALAM PERNIKAHAN

Di Indonesia, mahar sangat berhubungan erat dengan adat dan kebudayaan masyarakatnya. Lain lubuk lain pula ikannya, lain daerah, lain pula ketentuan jenis dan besaran maharnya.
Ironisnya, terkadang mahar dikaitkan dengan derajat status sosial, tingkat pendidikan, status ekonomi dan lain sebagainya. Namun ada juga yang mempermudah mahar, dengan alasan tidak ada satu ketentuan hukum dalam Islam yang menetapkan berapa besaran.  
Dalam sebuah akad nikah mahar adalah wajib. Tanpa mahar maka akad nikah menjadi tidak sah dalam syariat Islam. Namun demikian tidak ada ulama Islam yang memposisikan mahar sebagai rukun dalam akad nikah. Lalu dimana letak kewajiban mahar dalam sebuah pernikahan itu?
Mahar adalah penghargaan/takriim Allah swt terhadap seorang wanita dari seorang laki-laki yang akan menikahinya. Allah swt mewajibkan kepada setiap laki-laki yang akan menikahi seorang wanita untuk memberikan mahar kepadanya. Mahar tidak wajib disebut atau dihadirkan dalam sebuah akad nikah, namun wajib ada dalam sebuah pernikahan.
Mahar bisa dibayarkan tunai dan juga bisa di bayarkan tangguh. Jika dalam akad nikah mahar tidak disebutkan jumlah dan jenisnya maka calon suami wajib membayarkan mahar kepada istrinya sebuah mahar mistli yaitu mahar senilai/ setara yang pernah diberikan kepada wanita yang memiliki banyak kesamaan dengan calon istrinya.
Dalam al-qur’an surah anni-sa’: 5 Allah swt berfirman :
وَآَتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا
Artinya : bayarkanlah mahar itu kepada mereka (calon istri)….

Membayar mahar adalah wajib, karena hal itu merupakan perintah Allah Swt. Mahar wajib dibayarkan kepada calon istri tanpa memandang status kekayaannya. Menikahi wanita kaya wajib membayar mahar begitu pula menikahi wanita miskin wajib membayar mahar.

JENIS MAHAR
Mahar dalam fiqh Islam ada dua jenis yaitu :
Mahar Musamma : yaitu mahar yang ditentukan besarannya dan disebut dalam sighah akad nikah. Contoh: aku nikahkan engkau dengan putriku yang bernama fulanah dengan mahar Rp 100 juta atau dengan mahar 20 gram emas 24 karat…dan lainnya.
Mahar Mitsil: yaitu mahar yang tidak ditentukan besarannya dan atau tidak disebutkan dalam sighah akad nikah. Contoh: aku nikahkan engkau dengan putriku yang bernama fulanah. (tidak menyebut mahar). Mahar mitsil dalam besarannya mengikuti besaran mahar wanita lain dari keluarga istri yang memiliki banyak persamaan dengan si istri. Jika wanita itu dinikahi dengan mahar 50 gram emas maka si istri berhak diberikan mahar sebesar 50 gram emas.
Jika seorang wanita dinikahi dengan mahar yang tidak ditentukan besarannya atau tidak disebutkan bentuknya, maka sang suami wajib membayarkan mahar mitsil sebelum hubungan suami istri dilakukan.

BENTUK MAHAR
Dalam kitab-kitab fiqh klasik bentuk mahar adalah harta benda. Yaitu segala benda yang bernilai komersial dalam kehidupan manusia. Seperti emas, perak, berlian, hewan ternak, mata uang dan lainnya. Mahar juga bisa dalam bentuk jasa komersial seperti jasa pengobatan, jasa pembangunan atau jasa pengelolaan bisnis. Hal itu tidak ada perbedaan pendapatnya di kalangan ulama.
Mahar Tilawah Qur’an
Selanjutnya para ulama ramai mendiskusikan perihal tilawah qur’an, bisakah ia menjadi mahar dalam pernikahan? Sebagian ulama memandang bahwa tilawah al-quran boleh/bisa menjadi mahar dalam pernikahan. Alasan mereka adalah pembolehan Nabi saw kepada seorang pemuda yang ingin menikah namun tidak memiliki harta sedikitpun walaupun hanya sebuah cincin dari besi. (HR.Bukhori dan muslim)
Artinya : Sahal bin Sa’ad bercerita: suatu hari seorang wanita datang menghadap Nabi saw lalu berkata dengan lantang: “ wahai Rasulullah ..aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu untuk kau nikahi. Lalu Nabi saw menatap wanita tersebut lalu mengangguk-angguk tanpa berkomentar. Melihat prilaku Nabi saw itu si wanita memahami bahwa beliau tidak tertarik untuk menikahinya maka si wanita lalu duduk. Pada saat bersamaan bangunlah seorang pemuda dari sahabat Nabi dan berkata; wahai Rasulullah jika engkau tidak berminat maka nikahkanlah diriku dengan wanita itu. Rasulullah saw pun merespon: apa yang kau miliki untuk menikahinya?

Pemuda menjawab: aku tak punya apapun. Nabi saw bersabda: Coba pulang ke rumah keluargamu. Carilah sesuatu sebagai mahar walaupun hanya sebuah cincin dari besi. Pemuda itupun pulang dan kembali lagi dengan wajah murung lalu berkata: cincin dari besipun tidak ada wahai Rasulullah. Nabi saw terdiam cukup lama hingga pemuda itu hampir putus asa, lalu Rasulullah saw bertanya: Apakah kamu menghafal sesuatu dari surah al-qur’an? Pemuda itu menjawab: Ya, aku hafal beberapa surah dari al-quran…..Nabi saw bersabda: Aku nikahkan engkau dengan bacaan qur’an yang kau miliki…pergilah dan ajarkanlah..(resmilah keduanya menjadi suami istri).HR.Bukhori dan Muslim.
Sedangkan sebagian ulama lainnya tidak membenarkan tilawah qur’an menjadi mahar dalam pernikahan. Adapun alasan mereka adalah bahwa tilawah al-qur’an bukanlah harta benda yang bernilai komersial sehingga tidak bisa dijadikan mahar.
Dalam analisa saya atas masalah tersebut, lihatlah rincian peristiwa dalam hadist di atas. Rasulullah saw meminta agar si pemuda yang ingin menikah mampu menghadirkan benda berharga komersial walaupun harganya sangat rendah seperti cincin dari besi.
Lalu kita lihat juga bahwa Rasulullah saw tidak segera menikahkan si pemuda dengan wanita al-wahibah tadi ketika si pemuda tidak memiliki benda berharga untuk di jadikan mahar. Beliau terdiam agak lama. Barulah beliau bertanya: apa yang kau miliki dari al-qur’an? Si pemuda menjawab: saya menghafal beberapa surah dari al-qur’an. Mendengar jawaban si pemuda Rasulullah saw menikahkannya dengar mahar al-qur’an untuk di ajarkan kepada wanita al-Wahibah. Resmilah pernikahan mereka dengan mahar mengajarkan tilawah al-qur’an.
Dari cerita di atas saya berkesimpulan bahwa mahar menggunakan pengajaran tilawah qur’an adalah legal bagi para pemuda yang memang tidak memiliki kemampuan financial dan calon istrinya rela dengan mahar pengajaran tilawah tersebut.

BESARAN MAHAR
Tidak ada ketentuan baku dalam syariat Islam tentang besaran mahar dalam sebuah pernikahan. Tidak ada batasan minimal dan tidak ada batasan maksimal. Seorang suami yang kaya raya boleh memberikan mahar sebesar apapun yang dia sanggupi. Begitu juga seorang suami miskin boleh memberikan mahar kepada istrinya sesuai dengan kemampuannya. (An-Nisa :20)
Sebaliknya seorang wanita berhak meminta besaran mahar kepada calon suaminya berapapun juga dengan mempertimbangkan kemampuan calon suami tersebut.
وَآَتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Artinya: Dan kalian memberikan istri-istri itu mahar sebesar gunung uhud…..

Seorang calon suami dapat merembukkan besaran mahar yang akan diberikan kepada calon istrinya. Begitu juga calon istri, hendaknya dapat mempertimbangkan kemampuan calon suami dalam meminta besaran mahar dirinya. Pasangan yang diawalnya miskin, belum tentu mereka akan miskin selamanya. Dan pasangan yang awalnya kaya raya, belum tentu akan kaya raya seterusnya. Artinya besaran mahar tidak menentukan masa depan keluarga itu akan kaya atau miskin, akan bahagia atau sengsara.
Rasulullah saw pernah bersabda; wanita yang akan membawa (berkah) kebahagiaan rumah tangga adalah wanita yang fleksibel/ cenderung memudahkan urusan maharnya..
عن بن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خيرهن أيسرهن صداقا   
عن عائشة رضي الله عنها : أن النبي صلى الله عليه وسلم قال : « أعظم النساء بركة أيسرهن صداقا » « هذا حديث صحيح على شرط مسلم ، ولم يخرجاه »

Nabi saw tidak ingin menentukan batasan minimal mahar pernikahan, namun beliau menginginkan agar tumbuh kesadaran kedua calon mempelai dan calon besan agar saling berlapang dada dalam urusan mahar dan tidak saling menyulitkan.
Anak perempuan bukanlah barang dagangan orang tuanya. Kehormatan keluarga juga tidak ditentukan oleh besaran mahar anak perempuannya. Putri-putri Nabi saw pun maharnya tidak lebih dari 400 dirham atau sekitar 80 gram emas. Begitu pula dengan sebagian istri Nabi saw ada yang menggugurkan/tanazul dari hak maharnya saat di nikahi oleh Rasulullah saw.
الموهوبات أربعٌ : ميمونةُ بنتُ الحارثِ وزينب بنتُ خُزيمةَ الأنصاريَّة وأمُّ شريكِ بنتُ جابر وخَوْلةُ بنتُ حكيم

Artinya : ada empat wanita yang menjadi istri Nabi saw dan mereka bertanazul atas hak mahar mereka kepada Nabi saw yaitu Maimunah binti Al-Harits, Zainab binti Huzaimah, Ummu Syarik binti Jabir dan Khoulah binti Hakim. (sumber: tafsir Abu Saud atas ayat 50 Surah al-Ahzab)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar